Tuesday, July 29, 2008

Sukses dengan pas ukuran

Kebutuhan manusia yang utama dikenal dengan istilah sandang, pangan, dan papan. Pakaian, makanan, dan tempat tinggal, yang artinya manusia hampir tidak bisa hidup tanpa ketiga unsur di atas.

Karena itu pula Rukminingsih membuka butik yang meski berada di kota kecil di Jawa Tengah, namun memiliki jaringan luas hingga ke kota-kota besar.

Retande Boutique, merupakan butik yang berada di Magelang, tepatnya di kawasan wisata Mendut, Kabupaten Magelang.

Meski berada berkilometer jauhnya dari pusat keramaian kota, butik yang dimiliki oleh seorang guru sekolah dasar ini memiliki pelanggan hingga ke beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Kalimantan.

Bukan sekadar penjahit baju biasa, Retande Boutique merupakan butik jahit baju yang biasa menangani pemesanan seragam, yang biasa dikenakan oleh karyawan kantor peme-rintahan, hotel, dan seragam masal lainnya.

Meski usaha butiknya identik dengan butik seragam, bukan berarti hasilnya asal-asalan. Menurut pemilik Retande Boutique Rukminingsih, kenyamanan pakaian saat dikenakan menjadi kepercayaan para pelanggannya.

Kunci sukses ibu dua anak ini adalah menjaga detail ukuran untuk masing-masing pe-langgannya sehingga ketidaknyamanan hasil jahitan yang biasa dikeluhkan oleh pelang-gan penjahit lainnya bisa diminimalisasi.

"Setiap orang memiliki bentuk badan berbeda, dan saya sangat memperhatikan potongan dan jahitan yang pas supaya nyaman dipakai," ujarnya.

Ide itu muncul 20 tahun yang lalu, ketika dia hobi menjahitkan pakaian. Maklum, pegawai negeri yang sekaligus istri kepala desa dan lurah Mendut ini kerap mengenakan seragam saat bertugas.

Sayangnya, jahitan yang dipercayakan kepada beberapa penjahit kurang nyaman dipakai di badannya. Hingga terpikir di benak Rukmin untuk mencoba-coba memotong dan menjahit baju sesuai ukuran tubuhnya.

Namun bukan berarti tanpa bekal, lulusan sarjana pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Magelang ini pernah meng-asah kemampuan dalam hal mengukur, memo-tong, dan menjahit kain dari lembaga kursus menjahit di Magelang.

Mulut ke mulut

Merasa cukup ilmu menjahit baju, eksperimen pertama dilakukan untuk menjahit pakai-annya sendiri dan sang suami. Alhasil, jahitannya pas badan dan nyaman dikenakan.

Merasa yakin dengan hasilnya, Rukmin menambah jumlah baju siap pakai untuk pegawai negeri yang dia buat dengan tiga ukuran kecil, sedang, dan besar (S, M, L). Tidak disangka, banyak kawan-kawan sekerja dan rekanan sang suami membelinya.

Dari mulut ke mulut, kemampuan Rukmin dalam hal mengukur dan mengira-ngira ukuran pada bentuk tubuh yang berbeda-beda semakin luas dan semakin dikenal banyak orang.

Usaha jahitan yang awalnya hanya dijalankan di salah satu sudut rumahnya dengan menggunakan satu mesin jahit, sekarang sudah berkembang sangat pesat.

Kini rumahnya bak rumah butik. Rumah ukuran 10x20 meter persegi ini sudah menjadi showroom sekaligus workshop butik Retande Boutique.

Di rumah ini pula, guru yang masih aktif mengajar ini memperkerjakan 20 tenaga penjahit dan tukang potong yang mampu memproduksi pakaian seragam dalam jumlah masal.

Hotel dan restoran seperti Amanjiwo dan Manohara, pemandu wisata kawasan wisata Prambanan, Borobudur, dan Mendut, sudah menjadi pelanggan tetapnya selama tiga tahun belakangan.

Bukan hanya itu. Beberapa kantor dinas Kabupaten Magelang, kota-kota lain di Yogyakarta dan Semarang juga ada yang menjadi pelanggannya.

Untuk memudahkan proses pembuatan baju, Rukmin menyediakan salah satu sudut rumahnya sebagai tempat menyimpang gulungan kain dalam jumlah besar yang biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan baju.

Bukan hanya itu saja, untuk urusan motif, desain, dan pilihan model juga bisa dilakukan di butik Rukmin. Apalagi supaya hasilnya maksimal, dia banyak memberikan nasihat mengenai model yang disesuaikan dengan keinginan dan bentuk tubuh pelanggannya.

Untuk itulah anaknya yang sarjana ekonomi manajemen dari Universitas Islam Indonesia Yogya-karta menambah pengetahuannya tentang merancang dan mendesain pakaian lewat jalur kursus desain.

"Anak saya sarjana ekonomi tapi akhirnya kursus desain supaya bisa mengembangkan usaha keluarga ini," ujar perempuan yang sehari-hari mengenakan kerudung ini.

Meski masih aktif mengajar, untuk urusan manajemen usaha dia masih turut serta. Maklum, urusan menghitung biaya produksi dan jasa jahit lainnya, masih di tangannya.

Dia sudah sangat mahir dalam urusan me-ngalkulasi biaya-biaya, mengingat sejak awal usaha ini berdiri semua keputusan ada di -tangannya.

Ke depan, dia hanya ingin bisnis ini tetap berjalan. Dia juga ber-harap usahanya akan mampu menembus ja-ringan ke kota-kota besar lainnya, untuk se-makin memperkuat identitas rumah jahitnya yang identik dengan seragam. (wulandari@bisnis.co.id)

Th. D. Wulandari
Bisnis Indonesia

No comments: