Saturday, June 09, 2007

Mencari Mulia dalam Ber-"Asyik Masyuk"

Agama
Mencari Mulia dalam Ber-"Asyik Masyuk"

Ilham D Sannang

Penggandengan kata "agama" dan "senggama" pertama kalinya saya dengar di MP Book Point Cipete, Jakarta, dalam acara peluncuran memoar God’s Call Girl, Sang Pelacur Tuhan (Voila Books). Memoar itu mengisahkan pergulatan hidup Carla Van Raay, mantan biarawati yang terjerumus dalam bisnis pekerja seks, lalu bertobat.

Sungguh menarik dan mengejutkan telinga dan isi kepala ketika gagasan "agama" dan "senggama" ditelisik hubungannya. Apalagi, salah satu pembicaranya adalah seorang agamawan (yang berselibat; tidak bersenggama), Romo Haryatmoko, dosen filsafat lulusan Sorbonne, Perancis, yang kini mengajar di sejumlah universitas bergengsi di Tanah Air.

Pengaitan "agama" dan "senggama" sendiri sebenarnya adalah sesuatu hal yang klasik, namun tak lepas dari kontroversi. Bagi tradisi budaya/masyarakat tertentu, agama diasosiasikan dengan "kesucian", sedangkan "senggama" diasosiasikan dengan "kekotoran" dan "dosa", atau setidaknya "tabu". Seks menjadi sesuatu hal yang tabu dibicarakan di depan umum karena "memalukan", sedangkan agama adalah hal yang selalu didengung-dengungkan/dirayakan dalam berbagai kesempatan, walaupun belum tentu diamalkan.

Mungkin ini bedanya agama dan senggama: agama selalu dibicarakan, ritualnya dirayakan, tapi hakikatnya malas diamalkan. Senggama sebaliknya: tabu dibicarakan, tapi rajin diamalkan. Mengapa? Berbicara tentang agama adalah terpuji. Berbicara tentang seks dan senggama dianggap keji.

Hanya orang-orang tertentu sajalah yang berhasil berpantang diri dari senggama, dan mampu menyalurkannya secara positif lewat sublimasi sehingga melahirkan kreativitas dan karya- karya yang hebat. Walhasil, seks dan agama selalu saja bergandengan, walaupun tidak selalu bersimbiosis dengan nyaman.

Yesus, figur sentral dalam agama Kristen, dan nabi yang juga dimuliakan umat Islam, menerima dengan baik seorang mantan pekerja seks yang bertobat, yang lalu menjadi wanita terhormat. Perempuan ini bahkan begitu mencintai Yesus sehingga ia rela membasahi kaki gurunya tersebut dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya. Kemudian, ia mencium kaki Yesus dan meminyakinya dengan minyak wangi (Lukas, 7:38). Kaum pria yang menyaksikan peristiwa tersebut menganggapnya sebagai pelecehan, tetapi Yesus sendiri tidak menganggapnya demikian.

Dalam Islam, bersenggama bahkan berpahala, asal dilakukan istri dan suami. Bukankah kalau bersenggama dengan selain istri/suami sendiri adalah dosa? Maka, demikianlah, jika dilakukan sesuai tuntunan Tuhan, senggama mendatangkan ganjaran pahala. Menurut ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SWA ini, agama bahkan berjalin erat dengan senggama. Bagaimana tidak? Bukankah salah satu kebaikan yang akan terus mengalir sampai hari kiamat adalah doa anak saleh kepada orangtua?

Bahkan, fungsi rekreasi duniawi ini dikatakan sebagai "prolog" saja agar manusia semakin bersemangat mengejar kenikmatan surgawi yang jauh melampaui dimensi duniawi. Fungsi rekreasi suami-istri ini begitu ditekankan oleh Nabi. Beliau menasihati agar laki-laki tidak menghampiri para istri dengan semangat mementingkan diri sendiri. Namun, hendaknya memulai dengan mengirimkan "rasul-rasul" (utusan) pembawa "risalah" (pesan). Ketika para sahabatnya bingung dengan maksudnya, Rasul menegaskan bahwa "utusan dan pesan" itu berupa ciuman dan pelukan.

Ini adalah komunikasi dialogis (timbal-balik) tubuh, sebagai hidangan awal sehingga sang istri siap memasuki hidangan utama. Jika "utusan dan pesan" ciuman dan pelukan ini diabaikan, para istri tidak akan merasa nyaman dan akan merasa hanya dimanfaatkan layaknya barang.

Budaya patriarki

Namun, alangkah sayangnya ketika agama yang suci ini dikotori oleh persepsi dan budaya patriarki. Dengan persepsi patriarkis ini, perempuan selalu menjadi obyek penderita (yang sering kali benar-benar menderita), sedangkan laki-laki menjadi subyek pelaku yang "serbakuasa serbatahu". Seks menjadi alat dan simbol kuasa.

Memang, laki-laki adalah imam/pemimpin di rumah tangganya. Namun, bias patriarki yang kental akan membuat kepemimpinannya tidak disertai tanggung jawab dan cinta. Ayat pemimpin itu (laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, QS, 4:34) dicabut rohnya. Padahal, memimpin berarti mencintai yang dipimpin. Mencinta berarti memberi, bukan mengambil.

Dalam perspektif patriarki, menjadi pemimpin dianggap sebagai hak. Padahal, dalam perspektif yang seimbang sesuai tuntunan Nabi dan Tuhan, menjadi pemimpin seyogianya terlebih dahulu dianggap sebagai kewajiban. Setelah kewajiban terlaksana, barulah hak diterima.

Cinta adalah menunaikan tanggung jawab sebelum menuntut hak. Bahkan, cinta yang tulus murni tidaklah menuntut hak sama sekali. Ia hanya sibuk memberi. Dengan demikian, terjadi hubungan timbal-balik yang harmonis, saling melindungi jiwa dan raga. "Laki-laki adalah pakaian bagi perempuan, dan perempuan adalah pakaian bagi laki-laki" (QS, 2:87). Demikian Al Quran membimbing.

Pakaian melindungi pemakainya dari panas dan hujan, melindungi kehormatan pemakainya, menimbulkan rasa nyaman, bahkan mempercantik dan mempergagahnya menjadi rupawan. Pakaian selalu lekat di badan. Hanya sekali-kali saja pakaian kita lepaskan. Demikian pula peran suami-istri. Suami- istri berupaya sekuat tenaga saling melekati, melindungi, mempercantik, mempergagah.

Maka, tidak heran, dalam budaya masyarakat patriarki agama diselewengkan. Coba lihatlah film-film bioskop tema horor- setan. Atau sinetron-sinetron "religi" di teve-teve, yang dibuka dan ditutup dengan ceramah rohani. Sang ustadz dan agamawan selalulah laki-laki. Adapun Mak Lampir, pocong, kuntilanak, sundel bolong, hantu bangku kosong, suster ngesot, semuanya perempuan.

Ke manakah perginya Pak Lampir? Abah bolong? Mantri ngesot? Mengapa hantu-hantu itu selalu perempuan? Dan, mengapa sang pengusir hantu itu selalu laki-laki agamawan? Ini adalah produk-produk budaya patriarki; segalanya dilihat dari perspektif laki-laki.

Nasib perempuan

Bila ada laki-laki pecandu narkoba, atau mantan perampok, yang bertobat, lantas menjadi ustadz, maka masyarakat menyambut hangat. Adakah sambutan yang sama diberikan pada mantan pelacur-nista, yang berbalik mendalami agama? Berita seperti ini rasanya jarang sampai di telinga. Adakah masyarakat kita siap menerimanya?

Sering kali kita sendiri yang menghalang-halangi saudari- saudari kita itu untuk kembali ke jalan suci. Dengan memakai standar ganda, "perempuan harus lebih bisa menahan diri dan lebih suci daripada laki- laki". Pria berdosa ditoleransi karena "manusiawi". Namun, jika wanita berdosa dicaci maki, bahkan sering kali oleh wanita sendiri.

Dosa kejatuhan Adam ke bumi dipersalahkan pada Hawa. "Memang perempuanlah penyebab bencana-kejatuhan", begitulah mereka punya pernyataan. Maka, tidaklah heran jika setan-setan dan hantu di film bioskop maupun sinetron teve kebanyakan perempuan.

Padahal, bukankah Adam juga tidak bisa menahan diri? Dan, menurut firman Tuhan dalam Al Quran, Adam dan Hawa justru sama-sama tidak dapat menahan diri (QS, 7:19-25). Jadi, sudah selayaknyalah jika diri sendirilah yang disesali. Tidak perlulah mengambinghitamkan istri, suami, atau siapa pun di luar diri. "Hitung-hitunglah diri," demikian wasiat sang sufi, Abdul Harits Al-Muhasibi.

"Jangan mengambinghitamkan keadaan," itulah pula hikmah yang dipetik oleh Romo Haryatmoko dari kisah Carla van Raay di atas; kisah sang mantan biarawati yang terperosok ke dalam bisnis pelacuran, namun akhirnya sadar kembali ke jalan yang benar.

Carla memang pernah diperkosa ayah kandungnya sendiri; pengalaman yang pasti selalu membekas jika ia berhubungan dengan laki-laki. Ia ingin lari dari derita, lalu masuk biara. Namun, ketika kedamaian tak kunjung tersua, ia justru menyalahkan biara dan agama. Dan, karena impitan ekonomi, terpaksa ia mengambil jalan dengan melanggar susila demi melayani nafsu pria.

Carla adalah korban determinasi psikologis yang diciptakannya sendiri, dengan "bantuan" kejahatan dan penderitaan yang menimpanya. Nasib buruk yang beruntun menimpa hidupnya menjadikannya berputus asa meraih kebaikan. "Mungkin sudah nasibku masuk dalam lembah hitam, maka sekalian saja harus kuhayati, nikmati, dan jalani peran dan suratan kehidupan". (Bahkan, manusia pun mencari makna dalam kejahatan yang dia lakukan!)

Bukankah kita tetap dapat meraih keselamatan, tanpa harus mengabaikan kesenangan- kesenangan karunia Tuhan?

Ilham D Sannang Editor Sebuah Penerbit di Bandung

Read More......

Sekolah Rumah ?

Sekolah Rumah?

Daoed Joesoef

Belakangan ini kian marak pelaksanaan sekolah rumah (homeschooling), yaitu rumah dijadikan tempat pembelajaran anak. Anak-anak itu didampingi dan dibantu orangtua sendiri atau dibantu menguasai pengetahuan/keterampilan tertentu yang diberikan dalam proses pembelajaran privat.

Pelaksanaan sekolah rumah ada yang dilakukan oleh satu keluarga untuk keperluan anaknya sendiri, ada pula yang diwujudkan secara kolegial antara dua atau tiga keluarga bagi anak-anak mereka. Tempat belajar ditetapkan di satu rumah terus-menerus atau bergiliran di antara rumah keluarga-keluarga yang terlibat, bagai mekanisme arisan.

Kegagalan pendidikan

Kegiatan sekolah rumah ini jelas merupakan reaksi personal terhadap pelaksanaan pendidikan sekolah formal yang dewasa ini serba kacau dan penuh ketidakpastian. Adalah wajar bila orangtua mendambakan pendidikan yang dipercaya mampu memberi keturunannya suatu pegangan yang memadai bagi kehidupannya di masa depan, paling sedikit sebagai manusia individual. Di negara merdeka mana pun, pengadaan pendidikan yang ideal ini merupakan misi suci pemerintah, mengingat ia harus bisa menyiapkan warga (citizen) yang andal.

Untuk negara-bangsa kita, misi itu jelas tercermin dalam kalimat di Pembukaan UUD 45 yang menyatakan, Pemerintah Negara Indonesia dibentuk untuk, antara lain, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Maka, reaksi warga Indonesia mengadakan sekolah rumah dapat dikatakan bukti awal kegagalan misi pendidikan pemerintah nasional. Bila pendidikan privat jenis ini memarak dan menjadi pengganti (alternatif) pendidikan sekolah formal, dalam jangka panjang ia akan berakibat fatal bagi pertumbuhan anak Indonesia menjadi manusia yang bermasyarakat (homo socialis).

Sebagus apa pun pendidikan sekolah formal yang diusahakan pemerintah, termasuk di negara maju, ia tidak akan dapat memuaskan kehendak orangtua murid untuk memenuhi kebutuhan khusus anaknya terhadap pengetahuan/keterampilan tertentu. Karena menyadari bakat anaknya yang luar biasa di bidang musik atau sekadar demi mengisi waktu di luar sekolah dengan kegiatan-kegiatan positif-didaktis, misalnya, orangtua mendatangkan guru musik ke rumah. Atau mengingat daya tangkap anaknya yang relatif rendah dan lamban untuk pelajaran tertentu, orangtua meminta seorang tutor untuk membantunya di rumah.

Pelaksanaan pembelajaran di rumah seperti ini tergolong pendidikan keluarga (famili education) yang baik karena tidak menjadi pengganti pendidikan sekolah formal, hanya sekadar berupa pelengkap. Hal ini sudah merupakan gejala biasa dalam proses pendidikan negeri maju di mana semangat kompetitif amat diagung-agungkan.

Para pengamat pendidikan Barat amat terkesan dengan peran ibu-ibu di Jepang—yang mereka sebut "education mama"—dalam membantu anaknya agar bisa masuk universitas terkemuka di negerinya. Dalam cuaca apa pun, para ibu itu mengantar dan menunggui anak-anaknya mengikuti pelajaran privat tambahan jauh sebelum mereka menempuh ujian masuk perguruan tinggi.

Memang pendidikan keluarga seharusnya erat bekerja sama dengan pendidikan sekolah formal. Artinya, orangtua dengan sadar dan sengaja berperan sebagai guru kedua di rumah setelah guru berperan sebagai orangtua kedua di sekolah.

Kerja sama ini juga demi mengimbangi berbagai akibat buruk bagi pertumbuhan kemanusiaan anak yang berasal dari pendidikan di dan oleh masyarakat yang secara spesifik tidak jelas menjadi tanggung jawab siapa.

Lain halnya dengan sekolah (pendidikan) di rumah yang dijadikan pengganti pendidikan formal. Di sini anak tidak lagi mendapat pelajaran di sekolah, tetapi hanya di rumah. Jenis sekolah rumah seperti inilah yang sebaiknya tidak dibiasakan karena bisa merusak pertumbuhan anak menjadi manusia yang bermasyarakat.

Seburuk-buruk pembelajaran di sekolah, ia tetap merupakan kesempatan anak untuk belajar bersosialisasi. Dengan bersekolah, untuk pertama kalinya anak diinisiasi mengenal, lalu bergaul dengan orang-orang yang bukan kerabatnya. Bahkan ada kalanya di saat bersekolah itulah dia mulai belajar "berpisah" dari ibu dan bapaknya untuk belajar tegak di atas kaki sendiri, di bawah bimbingan orang-orang asing, berupa guru dan teman.

Memang, di sekolah ini pula si anak akan mengalami penekanan secara mental dan fisik, mungkin ditambah gangguan dalam pelajaran pergi-pulang sekolah. Namun, bukankah hal-hal "pahit" itu merupakan gambaran nyata dari kehidupan yang bakal ditempuhnya sepanjang hayat sebagai makhluk bermasyarakat?

Dia mulai disadarkan, manusia bukan sebuah pulau yang terpisah menyendiri. Mau tidak mau dia akan berhubungan dengan orang-orang yang berbeda asal-usul keturunan/kedaerahan, berlainan kepercayaan dan bahasa ibu, serta berseberangan pendapat/pendirian mengenai berbagai masalah yang sama, dengan karakter berlawanan, dengan citra terpuji yang diunggulkan orangtuanya.

Namun, bukankah di lingkungan sekolah pula tidak jarang terjadi hal-hal "manis" yang tidak terpikirkan sebelumnya. Yang menjadi kenangan abadi di hari tua, membuatnya bernostalgia, bereuni sebisa mungkin dengan teman-teman tempo doeloe.

Sejujurnya, inisiasi human melalui persekolahan ini jauh lebih diperlukan anak dari keluarga berada di kota yang rumahnya berpagar tinggi ketimbang anak keluarga tak berpunya di kampung yang biasa hidup bertetangga secara spontan sejak lahir.

Makhluk bermasyarakat

Di negara-negara maju, sekolah rumah bukan tidak ada. Kebiasaan ini "terpaksa" dilakukan keluarga yang hidup terpencil karena kondisi kerja yang harus dipenuhi; misalnya, menjaga hutan dan national park, mengurus mercu suar, menjalankan perahu angkutan di jaringan kanal dalam negeri. Untuk ini, orangtua dibantu buku-buku dan siaran televisi yang khas untuk keperluan pendidikan privat jarak jauh.

Tulisan ini bukan bermaksud melecehkan hak asasi manusia dari setiap orangtua untuk memilih sendiri jenis pendidikan bagi keturunannya. Ia hanya ingin mengingatkan, hak itu berurusan dengan manusia yang by its very nature merupakan makhluk yang bermasyarakat dan karena itu memerlukan pendidikan yang relevan untuk bisa menjadi begitu.

Ia juga berniat menggugah pemerintah untuk serius membina lingkungan sekolah agar menjadi pusat budaya (sistem nilai) yang kondusif bagi perwujudan dua pengertian, citizenship dan res pubilica (manusia beradab yang bermasyarakat) serta manusia pemikir (homo sapiens).

Kewarganegaraan, baik sebagai fungsi maupun tanggung jawab, meliputi tidak hanya tugas dan kewajiban, tetapi juga hak dan wewenang. Sebab, dengan citizenship dalam kenyataan dimaksud sociality, mengingat tergolong civil society berarti dikaruniai seperangkat wewenang dan hak tertentu untuk mengembangkan dan menyempurnakan diri di masyarakat tanpa harus terkait hak-hak kewarganegaraan menurut artian murni, yaitu politik.

Homo sapiens pantas ditanggapi sebagai the crown of the creation. Berbeda dengan orangutan, penyu, atau elang rajawali, manusia yang berpikir tidak beroperasi sebagai individu-individu yang tersebar secara acak di suatu wilayah, tetapi sebagai pemegang andil dalam khazanah kolektif dari acquired knowledge and skills yang sebagian besar berupa kekaryaan dari generasi-generasi pendahulu. Artinya, sebelum dimatangkan menjadi makhluk yang berpikir, anak manusia harus lebih dulu disiapkan sebagai makhluk beradab yang bermasyarakat. Dan, sejarah human membuktikan sistem pendidikan sekolah formal yang dikonsepkan dengan baik mampu menyiapkan dan mematangkan hal-hal yang disebut tadi.

Tanpa keberadaan warga yang berupa homo sapiens yang tumbuh dari homo socialis, kehadiran Republik Indonesia di peta dunia merupakan kebetulan belaka.

Daoed Joesoef Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III, 1978-1983

Read More......

Wednesday, June 06, 2007

Modal itu tak hanya uang ………)

Modal itu tak hanya uang ………)
Kontribusi dari ccde.or.id

Cut Rismayanti. Sikap keibuan dan suara lembutnya selalu menghiasi seluruh percakapan
kami malam itu. Terkadang diselingi tawa dan canda. Ia bercerita dengan lugas mengenai pengalamannya dalam menjalankan usaha selama ini. Tentu saja, jatuh bangun itu tak luput dari pengalaman hidupnya.
Kak Cut, begitu sapaannya sehari-hari. Perempuan kelahiran Jeram 29 tahun yang lalu ini tidak pernah menyangka bahwa ia akan menjadi seorang penjahit profesional dan memiliki usaha konveksi sendiri. Sewaktu kecil, ia memiliki impian sederhana mengenai pekerjaannya di masa depan. Bukan dokter atau insinyur, layaknya banyak orang. Ia hanya ingin menjadi guru jahit seperti Umminya. Mempunyai Ummi seorang penjahit
profesional, sekaligus guru jahit di daerahnya membuat Kak Cut mengidolakan sang Ummi. Menurutnya, pekerjaan menjahit bukan pekerjaan yang sulit dan mudah mendatangkan uang karena semua diawali dari hobi.

Bakat menjahitnya sudah terlihat sejak remaja. Diawali dengan seringnya ia mengikuti kelas sang Ummi. Di sanalah rasa penasaran itu mulai muncul.Selepas umminya mengajar, seringkali ia amati design pola dan cara-cara menjahit yang tertinggal di papan tulis. Kemudian muncul niatnya untuk mulai mencoba – coba tanpa sepengetahuan sang Ummi. Sembari tertawa lepas karena geli, ia menceritakan pengalaman uniknya ketika pertama kali menjahit secara otodidak. Ketika itu ia baru duduk di kelas 2 SMP. Hasrat menjahitnya yang
sangat tinggi tidak membuatnya kehilangan akal, meskipun tidak tersedia bahan kain. Maka tanpa ragu ia gunting kain gorden pembatas pintu dan dirubah menjadi celana panjang untuk sehari-hari. Ternyata rasa penasarannya tidak berhenti sampai disitu saja. Ketika rok belah delapan lagi nge trend di kalangan anak muda jaman dulu, ia sangat ingin memiliki rok itu. Karena tidak ingin membebani Ummi, muncullah ide barunya. Tak ayal, mukena lama milik sang Ummi menjadi korban dari kreatifitasnya. Mukena lusuh itu telah berubah menjadi rok yang sangat ia idamkan dan tak kalah model dengan rok yang ada di toko – toko tanpa harus mengeluarkan uang. Meskipun bangga dengan rok barunya, namun tetap saja ia tidak bisa menghindar dari omelan Ummi. Beruntung kak Cut memiliki Ummi yang bijaksana. Melihat “kebandelannya”, akhirnya Ummi percaya bahwa kak Cut kecil memang berbakat dan mulai mengajarkan padanya cara menjahit yang baik. Satu hal pesan Ummi yang selalu ia ingat adalah,“seorang penjahit baru dikatakan sukses jika orang melihat pakaian yang kita
buat tidak bisa tidur karena keindahannya”, untuk itu ia selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggannya.

Ummi
Sebenarnya, kak Cut kecil tidak ada niat untuk menekuni bidang jahit – menjahit. Baginya sekolah dan belajar adalah hal utama yang ia kejar ketika itu. Sebagai anak yatim, kak Cut berusaha keras bagaimana caranya membantu meringankan beban Ummi yang harus menghidupi 5 anaknya sendirian setelah ditinggal pergi suami tercinta untuk selamanya.
Ambisi kak Cut saat itu agar selalu menjadi juara umum/kelas. Dengan demikian,ia bisa terbebas dari uang SPP, BP3 dan uang buku. Meskipun demikian, ia tetap tidak bisa menolak panggilan hatinya untuk menyelami dunia menjahit. Selain itu sang Ummi terus memotivasi melalui pujian-pujian tanpa membuatnya besar kepala.

Dan Ummi adalah guru pertama dan terhebat yang pernah ia miliki. Banyak hal yang diajarkan Ummi padanya , terutama mengenai teknik – teknik menjahit yang baik. Karena keberanian dan keterampilan yang ia miliki, kak Cut berhasil mengantongi uang sebesar Rp.
20.000,- untuk pertama kalinya, upah hasil menjahit satu stel pakaian muslim untuk anak tetangganya.

Merintis Usaha

Keseriusannya dalam menekuni dunia usaha, kak Cut lakukan dengan sungguh-sungguh. Meskipun ia sudah tinggal di Jakarta demi melanjutkan kuliah di FKIP PKK Rawamangun, tapi hobi menjahitnya tidak ia tinggalkan. Ia selalu berfikir bagaimana hobi itu dapat menghasilkan uang. Maka di tahun 2001, adalah langkah awal bisnis konveksinya. Ketika
musim haji datang, ia memproduksi pakaian haji dengan model yang berbeda dari orang kebanyakan. Dan ternyata kreativitasnya diminati khalayak ramai. Hasil jahit yang ia titipi ke orang habis terjual dengan laris manis. Dan kak Cut semakin giat memproduksi dalam jumlah besar, bukan hanya pakaian haji yang ia produksi tapi juga busana perempuan dan laki-laki pada umumnya. Ia bisa memperoleh keuntungan yang cukup besar karena bahan baku yang mudah diperoleh dan murah ditambah dengan jumlah produksi yang besar. Agar hasil produksinya selalu diminati orang,kak Cut mempunyai strategi sendiri untuk itu yaitu dengan ketelitian dan jeli dalam melihat barang-barang baru. Serta ia selalu memanfaatkan barang-barang yang kelihatannya tidak berguna, seperti kain perca. Bagaimana caranya supaya kain perca itu tidak mubazir terbuang.

Produksi besarnya tidak saja bisa diminati hanya di Jakarta atau sekitarnya, tapi ternyata hasil jahitan kak Cut juga bisa dinikmati di tanah kelahirannya Aceh. Pertama, ia kirimkan dalam jumlah sedikit hingga akhirnya banyak pesanan yang ia terima. Alhasil, Aceh menjadi komoditi kedua terbesar setelah Jakarta dalam sejarah bisnisnya.

Seabrek aktivitas mulai dari bisnis hingga kuliah bagi pasangan hidup, Asnawi yang juga putra Aceh – itu tidak membuatnya sombong dan melupakan jasa sang Ummi. Ia selalu memberikan perhatian khusus bagi Ummi tercinta demi membahagiakan orang tua satu-satunya.
Hingga suatu hari setelah berunding dengan suami dan Ummi, ia memutuskan untuk pindah ke Aceh. Kepindahannya semata-mata demi memajukan tanah kelahirannya. Ia ingin seperti Ummi yang bisa mengajarkan keahlian yang ia miliki kepada perempuan-perempuan di daerahnya.
Selain itu, ia juga melihat peluang pasar yang cukup menjanjikan bagi usahanya.Maka di bulan December 2004, ia kembali ke tempat dimana dulu ia dilahirkan. Segudang rencana telah ia persiapkan. Semua barang-barang yang sudah ia dan suami miliki di Jakarta
terutama alat-alat produksi, mereka boyong ke Aceh. Sebagai anak manusia, semua bisa berencana. Semua bisa bermimpi. Semua bisa berusaha. Namun ada yang memutuskan karena semua adalah kehendakNya. Jerit tangis, pilu dan kesedihan pada 26 December 2004 – dua tahun yang lalu di bumi Serambi Mekkah juga tak luput dari dirinya. Terombang – ambing arus tsunami yang garang, masih bisa membuatnya bertahan dan menatap dunia untuk kedua kalinya. Sekarung kain perca peninggalan Mak Cik – ibu angkat yang sangat ia kasihi telah menyelamatkan hidupnya atas izin Allah SWT. Kain perca yang tak berguna ...

Pengungsian
Bertahan hidup di bawah tenda bantuan meskipun sulit namun tidak menyurutkan semangatnya untuk terus mengais rezeki. Teringat keterampilan pembantu rumah tangganya di Jakarta dalam mengolah nasi sisa yang masih bersih untuk dijadikan kerupuk nasi, maka ia coba untuk melakukan hal yang serupa.Berbekal nasi sisa dan kaleng sarden yang sudah dibersihkan untuk mencetak,dengan bantuan suami ia mulai menjajakan kerupuk nasi di tempat pengungsian dan ada juga yang dititipkan ke orang untuk di jual.
Tanah bekas tsunami yang subur juga tak luput dari kejeliannya. Ia membeli bijih bayam untuk disemai di sekitar tenda. Dan tak lama bayam-bayam itu pun mulai tumbuh subur hingga sebatas pinggang. Hanya saja, setelah dimasak, bayam itu mengeluarkan rasa pahit. Tapi kak Cut tidak hilang akal untuk memanfaatkan daun bayam yang besar dan lebar. Keahliannya ternyata tidak hanya menjahit tapi juga dalam membuat keripik bayam. Tanpa disangka, keripik bayam kak Cut laku di pengungsian. Hasil penjualan keripik bayam dan tambahan uang dari suami, membuat pasangan itu mampu membeli sebuah kulkas bekas. Terfikir udara pasca tsunami yang sangat panas, maka kak Cut mulai berjualan es batu sebagai variasi dagangannya. Matanya menerawang ke masa –masa sulit itu, ia berkata
lirih “ya tuhan… dulu, aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan menjadi penjual es batu ..” namun seulas senyum mulai menghiasi wajah manisnya ,”.. ah itu semua adalah ujian yang harus aku lalui …” .

Titik Balik

Suatu hari,istri kenalan suaminya meminta kak Cut menjahitkan bajunya. Sebelumnya mereka memang sudah saling kenal baik. Maka mulailah kak Cut kembali menggeluti keahlian
utamanya – menjahit. Tapi ternyata usaha itu tak semudah dulu. Saat menggunting
dan membuat pola ia lakukan dibawah tenda. Dan ia harus berjalan hampir 2 km hanya untuk mengobras. Waktunya menjahit, ia lakukan di rumah si pemesan karena hanya disana mesin jahit tersedia. Setelah menyelesaikan pesanan yang diminta,kak Cut mulai berfikir untuk mencari mesin jahit bekas dan meneruskan usahanya dari nol. Apa daya, ketika itu uang ditangan tidak cukup meskipun untuk membeli mesin bekas. Akhirnya kepada istri kenalan suaminya, ia menawarkan jasanya untuk ditukarkan dengan mesin jahit bekas. Istri kenalan suaminya menyetujui tawaran kak Cut dengan syarat ia harus menjahitkan 6 pasang baju sutera. Meskiupun ia merasa tak sesuai, namun barter itu pun dimulai. Setelah memiliki
mesin jahit bekas sebagai modal usahanya. Ia dan suami memutuskan untuk berhenti
pasrah pada bantuan. 3 bulan hidup di bawah tenda telah membuat mereka terlena karenanya.
Mereka tidak mau keadaan itu berlangsung lama. Maka diputuskanlah untuk menyewa
sebuah ruko di simpang empat Nagan Raya. Di rumah sewa itu, kak Cut dan suami memulai semuanya seperti dulu lagi.

Dengan harga awal jahitan yang mulanya Rp. 40.000,- saat ini kak Cut sudah mampu memiliki 2 mesin jahit dynamo, 1 mesin obras dan 1 mesin bordir. Mesin jahit lama, kak Cut berikan kepada seorang janda yang membutuhkan. Janda tersebut memiliki keahlian namun tidak mampu membeli mesin jahit. Maka dengan sukarela ia membantu janda tersebut. Kak Cut berpesan jika nanti sang Janda sudah mampu membeli mesin yang baru, tolong agar mesin
tersebut dikembalikan padanya atau diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan.
Karena ia tidak ingin mesin jahit bekas itu dijual karena mesin itu telah menjadi bahagian dari sejarah hidupnya.

Apa yang membuat usahanya berbeda?

Kini, ia bisa menikmati kembali hasil jerih payahnya. Bahkan dari keuntungan yang ia dapatkan, kak Cut bisa melanjutkan lagi kuliah yang dulu sempat terhenti karena kepindahannya ke Aceh. Menurutnya, sukses atau tidaknya sebuah usaha tergantung dari konsep dagang yang dijalankan. Dalam berdagang, kak Cut memang tegas mungkin terkesan pelit.
Tapi menurutnya, aturan itu harus jelas, “jika mau beli bilang beli, jika mau utang bilang utang dan jika mau minta bilang minta…”.
Selain pintar membaca pasar, ada satu hal lagi yang membuat usaha kak Cut ini menarik. Tanpa segan ia membeberkan kunci suksesnya dalam menarik pelanggan, yaitu dengan service memuaskan.
Artinya, semisal ketika musim haji. Setiap pelanggan pertama yang menjahit baju
padanya, tidak ia kenakan bayaran alias gratis setiap tahun. Lho bagaimana bayarnya? Dengan tersipu malu ia menjawab dengan lembut,“panggil saya di tanah suci …”
Kak Cut (Cut Rismayanti) adalah satu dari sedikit perempuan yang bisa menggali potensi diri untuk mencapai kesuksesan. Baginya, modal itu tidak melulu uang, tapi apa yang
dimiliki seseorang itu adalah modal utama. (Mlv)

Read More......

Pilih - pilih tukang jahit

Bosan dengan pakaian ala departemen store? Saatnya tunjukkan gaya Anda sendiri. Jahit pakaian sesuai selera boleh juga. Tapi pandai-pandai memilih tukang jahit andalan

Penjahit hebat bisa mengerti dengan jelas model busana yang Anda inginkan. Yang tentunya sesuai dengan kepribadian Anda. Mereka juga biasanya bisa memberikan solusi terbaik untuk mengubah pakaian lama Anda dengan sedikit sentuhan magis.

Tapi tak semua tukang jahit sehebat itu. Tentu saja Anda harus pandai-pandai memilih tukang jahit yang benar-benar bisa diandalkan. Simak dulu tips berikut?

1. Anda bisa meminta rekomendasi dari kerabat atau sahabat dekat Anda. Biasanya tukang jahit yang jempolan punya pelanggan cukup banyak.

2. Berbincang dengan penjahit tentang kemampuan dan pengalaman mereka tak ada salahnya. Apakah mereka pernah mengerjakan pesanan khusus seperti gaun pengantin atau kebaya? Pakaian wanita atau pria?

3. Periksa ketepatan waktu sang penjahit. Jika memungkinkan berikan yang tak terlalu mepet dengan kebutuhan Anda. Anda harus memperhitungkan waktu molor yang tidak diharapkan.

4. Perhitungkan juga masalah biaya. Seorang penjahit biasanya akan memberitahukan kepada Anda kebutuhan biaya apa saja yang diperlukan untuk membuat baju tersebut. Hal-hal ini perlu diuraikan sebelum mereka memberikan harga pasti.

5. Untuk desain pakaian, mintalah beberapa contoh karya yang pernah dibuat si penjahit. Bila perlu dapatkan juga nama-nama beberapa pelanggannya. Untuk lebih memastikan hasil kerja si penjahit Anda bisa mencari tahu dari pelanggan lain apakah mereka puas dengan hasil kerja si penjahit dan apakah selesai tepat waktu.

6. Bawalah bahan/kain atau gambar model baju yang Anda inginkan sebagai ilustrasi. Jika penjahit enggan mencoba sesuatu yang baru, tanyakan alasannya. Mungkin pandangannya bisa meerubah pendapat Anda.

7. Coba dengarkan pendapat penjahit tentang merombak pakaian yang telah ada. Cocokkan juga dengan harga. Tak masalah bukan membayar sedikit mahal jika hasilnya sangat memuaskan.

8. Sekali cocok, jangan lupa deskripsikan pekerjaan penjahit dalam sebuah kertas cantumkan juga tanggal jadi dan harga agar semua teratur dengan sesuai.

Satu lagi jika diperlukan Anda boleh minta jadwal untuk melakukan . Mungkin dengan demikian kesalahan yang terjadi bisa diminimalis

Read More......

Tuesday, June 05, 2007

Honda Terlalu Konservatif dan Lamban

Pengalaman adalah guru yang tak tertandingi.

Peribahasa yang sangat umum di ucapkan, mulai dari jenjang sekolah hingga kedalam dunia kerja. Tetapi apa yang dilakukan oleh Astra Honda Motor masih jauh panggang dari api. Entah apa yang membuat produsen motor paling besar di dunia ini enggan melakukan interospeksi diri.

Dominasi puluhan tahun AHM di tanah air kini sirna sudah. Keunggulan penjualan ratusan ribu unit pertahun kini telah direbut oleh Yamaha. Meski kini penjualan AHM kembali unggul sekitar 9 ribu unit tetapi ini bukan berarti Honda akan kembali mendominasi pasar nasional. Ini hanya merupakan faktor kebetulan, karena di saat yang sama produsen saingan terberat Honda, Yamaha mengalami kerusakan pada production line sehingga terhambatnya distribusi motor Yamaha kepada konsumenya. Secara langsung berpengaruh dalam jumlah penjualan Yamaha di Indonesia.

Honda masih memakai pola tahun 80an …

Apa yang dilakukan Astra Honda Motor memang terbilang tidak masuk akal. Bahkan keputusan jajaran direksi Astra Honda Motor Indonesia menjadi topik yang dibahas secara resmi di dalam diskusi ”Managerial Decision Making” di Holmes Institute - James Cook University Melbourne. Menurut para pakar yang membahas masalah ini, yang terjadi pada AHM adalah ”Jajaran direksi pada AHM tidak dapat menganalisa pasar secara seksama dan bahkan cenderung terlalu berpandangan sempit dan konservatif”. Hal tersebut umumnya terjadi pada perusahaan menegah ke bawah, tetapi hal seperti ini hampir tidak pernah terjadi pada perusahaan raksaksa apalagi perusahaan multi nasional yang berasal dari Jepang. Kejadian serupa biasanya terjadi pada industri otomotif menengah seperti perusahan Triumph Motorcycle Company, yang sempat bangkrut pada tahun 1983. Faktor yang menjadikan Triumph bangkrut adalah sikap konservatif jajaran direksi perusahaan yang enggan merubah dan menambah jajaran produk , terutama produk yang diinginkan konsumen. Sejak kebangkitan ekonomi tahun 80an, ”Pelanggan adalah raja” yang artinya produsen sudah tidak dapat mendikte keinginan konsumen namun justru konsumenlah yang mendikte produsen.

Kalau kita berasumsi dengan keputusan jajaran direksi Astra yang hyper konservatif akan menjadikan Astra Honda Motor mengalami kebangkrutan, sepertinya hal demikian tidak akan terjadi. Tetapi jika tetap di biarkan, jangankan mengejar Yamaha, untuk bersaing dengan Suzuki pun mungkin sulit. Akhirnya Honda harus bersiap menjadi produsen motor nomor tiga di tanah air.

Apa susahnya merilis produk hi-end ?

Salah satu faktor yang paling mencolok di mata masyarakat awam adalah keengganan AHM melakukan perakitan produk Hi-end, seperti Honda CBR 150. Padahal jika Honda memproduksi CBR 150, dijamin harga motor tersebut akan turun setidaknya sekitar 15-20 persen dan dijamin dapat dengan mudah mematahkan dominasi Kawasaki di market motor sport nasional.

Belum lagi Honda Tiger, yang hanya berganti baju terus terusan. Mau sampai kapan AHM bermain main seperti ini, mengharap konsumen tertipu dengan baju baru mesin lama Tiger Revo? Apakah Honda lupa bahwa tak jauh dari Indonesia telah lama beredar motor Honda jenis CBF 250 dan VTR 250? Kalau menganggap luar negri bukanlah faktor yang diperhitungkan, bagai mana jika melihat keadaan pasar di tanah air? Yamaha dengan V-ixion dan Bajaj Pulsar 180 DTSi sudah menjadi bahaya laten bagi Tiger Revo. Kalau bukan karena nama besar dan jaminan 3S terus terang saja Honda Tiger Revo bisa dibilang tida ada apa apanya sama sekali dibanding dua pesaingnya tersebut.

Dalih terakhir jajaran direksi AHM kemungkinan ialah : “Pasar bebek yang paling dominan jadi kami hanya akan berkonsentrasi ke market tersebut saja!” tapi buktinya ? Nihil! Jajaran Supra dengan berbagai varian dengan atau tanpa double cakram dan velg racing tidak terlalu berpengaruh. Disebabkan karena produk Suzuki, Yamaha dan Kawasaki sudah terlalu menarik dan canggih di banding produk Honda.

Masih mau percaya kejutan di bulan Juni ?

Satu satunya keunggulan Honda dibanding merk lain tinggal jaringan 3s Astra Honda Motor yang maha luas dan sulit disaingi oleh merk lainya, tetapi bagaimanapun ujung tombak pemasaran produk bukan melulu hanya karena nama besar dan jaringan 3s tetapi nilai jual dan daya tarik produk itu sendiri. Dijamin sehebat apapun jaringan 3s, kalau produk yang ditawarkan tidak menarik dijamin produk tersebut akan kehilangan konsumen. Apalagi dengan selogan “Paling Irit” sepertinya sudah … basi dan nggak jaman deh! Emang loe doang yang bisa bikin motor irit?

Read More......

ATPM Honda: “Tunggu Kejutan Kami di Bulan Juni ini…”

Beberapa hari ini gue lagi bingung ganti motor. Kepengennya motor laki yang besar. Mega Pro gue jual karena gue ngerasa masih kurang gede, kepengen naik motor di mana kaki gue enggak jauh lebih tinggi dari tangki. Pilihannya hanya Thunder, Tiger, dan Pulsar. Oh iya ada juga sih Ninja, tapi kemahalan kayaknya.

Berhubung gue sudah nyoba Thunder dan Pulsar, gue jadi pengen nyoba dan ngelihat langsung Tiger baru. Masalahnya motor ini muaahal buanget. So, gue buka aja Poskota untuk ngecek harga Tigi Revo. Ternyata pasarannya memang tinggi banget. Tigi 2006 masih di atas 20 juta. Gue pikir ya cincai kalau kredit setahun paling rugi dikit, kan harga jualnya tinggi.

Langsung deh habis baca Poskota gue melesat ke Honda Slipi nyari Tigi baru. Eh ternyata enggak ada. Ada sih yang tipe SW. Tapi kok ga keren, biasa aja mirip banget sama Mega Pro gue yang kemarin.

Karena penasaran, gue langsung ke Honda di Jln. Panjang yang showroomnya besar. Pasti ada dong disana. Ternyata memang ada. Di depan, gue langsung disambut dengan Santi, sales yang cukup manis dan sabar.

Gue dianter ke gudang untuk melihat Tigi Revo yang hitam. Ahh ternyata gagah banget. Knalpotnya gede, bannya gede, kekar, hitam, dll. Pokoknya macho deh! Gue mau beli! Ini motor muantab banget tampilannya!

Setelah lihat daftar harga kreditnya, gue langsung pinjem kalkulator sama mba Santi. Setelah hitung-hitung, bunganya tinggi banget nget-nget (kredit 18 bulan bunganya lebih dari 6 juta). So, gue pulang dulu untuk cari bank yang bunganya lebih rendah. Ketemu tuh BNI yang bunganya cuma 11,5%. Eh taunya hanya untuk kolektif, sebel banget gue.

Sambil browsing sana sini gue iseng ke forum HTML dan ngecek postingan bang Edwin Tutkey yang juga admin HTML dan pemilik Tiger Revo.

Betapa kagetnya gue kalau di forum itu kebanyakan isinya komplaaaiiin semua. Tiger Revo catnya jelek, mesin masih berisik seperti dulu, larinya payah kalah sama bebek, tutup sporket dari plastik, dll. Walhasil yang tadinya gue semangat 45 mau beli Tigi, jadi bete banget. Btw AHASS melayani komplain pembeli termasuk bang Edwin dan temen-temen di HTML. Jadi sekarang Tigi mereka enggak masalah.

Gue ga mempertanyakan kualitas after sales Honda dalam hal ini, pasti ok. Hanya gue mau beli motor yang enggak rese dong. Mahal tapi pakai beberapa tahun trouble free, gue enggak perlu pusing bolak-balik bengkel.

Tapi yang namanya informasi kalau belum di cross check ya belum valid. Mungkin aja beberapa Tigi yang di HTML memang kebeneran enggak bagus kualitasnya. Jadi gue harus cari info tambahan mengenai Tiger.

Kebeneran gue punya keluarga yang punya bengkel Honda di daerah Condet. Gue langsung aja tanya. Om gue bilang, di bengkel dia enggak ada satupun yang masuk Tigi Revo yang bermasalah. Dia bilang kalau sampai satu seri mesin ada yang masalah (Tigi), Honda pusat pasti akan mengundang semua pemilik AHASS untuk meeting dan menjelaskan ada masalah apa. Waktu Vario kemarin masalah, memang ada penjelasan dari pusat, tapi Tigi Revo enggak ada tuh.

Penjelasan yang ok banget, tapi gue masih penasaran…

Setelah itu gue iseng masukin pertanyaan langsung ke situs Honda, dengan pengharapan Honda mengirim balik email. Gue submit ke situs Honda sekitar jam 8 pagi. Gue tanya tentang kualitas Tiger yang catnya jelek.

Sekitar jam 3 sore, temen gue bilang kalau gue ada telpon dari Honda. Gue pikir mbak Santi dari Honda Jalan Panjang yang follow up. Ternyata telpon ini langsung dari Honda pusat.

Honda : Dengan bapak Patra?
Kelly : Iya

H : Saya dari Honda pak, Bpk mengirim email kami mengenai Tiger?
K : Iya mas. Wah hebat ya, pagi submit langsung di telpon sorenya. Salut nih saya J

H : Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepada bapak yang telah memberi masukan kepada kami.
K : Oh iya gapapa, Mas. Saya sebenarnya hanya ingin tanya apa benar Tigi Revo itu masalah di cat?

H : Cat bagaimana maksudnya pak? Cat bodi?
K : Jadi begini mas. Saya suka buka situs HTML, sebuah forum Honda. Itu besar loh mas. Mas tau ga?

H : Oh gitu ya hmm… (ni orang kayaknya ga tau HTML, padahal ngurus bagian internet).
K : Di HTML itu mas, banyak yang cerita kalau Tigi Revo mereka masalah di cat yang gampang ngelupas. Yang empunya forum (Edwin) juga kena masalah. Difotoin semua lho mas. Saya jadi mikir nih beli Tigi. Apakah seri baru Tigi sudah diperbaiki?

H : Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas masukannya, Pak. Omong2 tadi di mana tadi forumnya?
K : Honda Tiger Mailing List, Mas. Mas email saya saja, nanti saya reply dengan link. Sebenarnya ya mas, saya ini concern juga dengan perusahaan Anda. Itu banyak orang komplain. Di internet kan semua orang bisa baca dengan bebas. Mas tau ga kalau internet itu pembacanya 10x lipat dari pembaca majalah? Di forum internet itu semua orang bisa baca kapan saja dan di mana saja. Selama Honda belum menanggapi, Tiger pasti akan dipikir cacat produksi. Dengan informasi Tigi Revo yang jelek itu, seharusnya Honda terjun langsung kesana dan menjelaskan. Internet itu sudah menjadi media umum mas, bukan hanya majalah dan tabloid saja. Pembacanya lebih banyak pula, kok Honda diam saja. Saya yakin sekali omongan jelek tentang Honda di Internet adalah salah satu sebab bulan lalu Honda kalah dengan Yamaha.

H : Oh iya Pak, terima kasih sebelumnya atas masukannya. Info dari Bapak ini berharga sekali bagi perusahaan kami.
K : (Masih semangat) Iya mas. Pengguna Honda seperti kami ini ingin sekali Honda buat inovasi kayak Bajaj dan Yamaha. Produk mereka canggih, Mas. Honda dari dulu begitu-begitu aja. Cuma ganti body. Sekarang konsumen sudah berubah lho, Mas. Maunya Honda canggih kayak di negara asalnya. Di sini teknologinya sudah tua, harga mahal pula.

H : Oh iya, Pak, kami mengucapkan terima kasih atas masukannya. Perusahaan kami akan mengadakan inovasi agar pengguna Honda bisa lebih puas.
K : (Ga tau diri, masih nyerocos) Mas tau ga, konsumen Honda di kelas sport, banyak yang akhirnya beli Pulsar dan V-Ixion karena Tiger dan Mega Pro mahal. Karena banyak dari kami yang ingin motor canggih. Alangkah senangnya kami kalau Honda mengeluarkan motor canggih. Kami senang sekali dengan brand anda. Tapi kalau produknya mahal dan sama saja kayak dulu, kami terpaksa ambil merk lain.

H : Oh iya, Pak, kami mengucapkan terima kasih atas masukannya. Perusahaan kami akan mengadakan inovasi agar pengguna Honda bisa lebih puas.
K : (Masih ga tau diri) Sebenarnya Honda itu beruntung punya jutaan pengguna Honda yang setia dan rela menunggu inovasi dari Honda. Sampai bela-belain enggak beli motor lain walaupun lebih canggih. Tapi kan lama-lama bisa pindah ke merk lain kalau Honda kalau enggak ada inovasi.

Sampai di sini CS Honda itu kupingnya panas juga kayaknya, simak nih obrolan berikut yang jadi info super panas. Tapi jangan salah ya, customer service Honda ini ramah sekali. Nada bicaranya terdengar kalau dia berbicara sambil tersenyum dari awal hingga akhir pembicaraan.

H : Hmm… begini, Pak. Bapak tunggu saja kejutan kami bulan Juni ini….
K : Hah? Honda mau keluar motor baru?

H : Saya masih belum bisa omong apa-apa nih, Pak. Tapi tunggu saja (masih dengan nada senyum)
K : Nah begitu dong! Berarti di PRJ ya?

H : Hmm hehehe… hehhehe… Iya belum bisa jelaskan nih Pak. Hehehe… (keceplosan tadi kayaknya).
K : Honda memang modelnya gitu ya, enggak berani bikin gosip. Kalau saya kasih ide nih mas, lebih baik Honda jauh hari sebelum ngeluarin motor, sebaiknya gosip dulu aja dikit, tapi jangan terlalu lama seperti gosip V-Ixion, nanti pada kabur karena kesal. Makanya Pulsar laku tuh.

H : Iya mas ditunggu saja. Hehehe…
K : Motor bebek ya? (masih semangat ngorek)

H : Hehehe maaf pak saya belum bisa jelaskan. Hehehe.. hehehe..
K : Motor laki ya berarti? Wah ini ganti Mega Pro atau Tiger? Hmm Tiger kan baru ya. Berarti ganti Megi ya?

H : Iya hehehe.. pokoknya ditunggu saja ya pak. Hehehe….
K : Baik mas terima kasih banyak nih sudah ditelpon. Mohon disampaikan ke petinggi atas apa yang tadi saya sampaikan.

H : Oh iya pak, kami mengucapkan terima kasih atas masukannya. Perusahaan kami akan mengadakan inovasi agar pengguna Honda bisa lebih puas.
K : (Dalam hati: Kok ngomongnya sama terus ya dari tadi nada tenkyunya? Mungkin hapalan…) Baik mas. Terima kasih banyak.

—> End of conversation.

Setelah kejadian tadi, gue berani ngambil beberapa kesimpulan :

  • Honda akan keluar motor baru. Gak tau bebek atau sport, tapi bebek kan baru keluar (Revo), jadi kemungkinan besar motor laki. Berhubung Tigi Revo belum setahun, jadi kemungkinan besar Megi yang diganti. Setelah diskusi dengan mas Ilham, kita berdua setuju kalau Megi yang kemungkinan besar diganti. Ini juga langkah yang tepat bagi Honda untuk mengeluarkan lawan untuk V-Ixion.
  • Honda sedang panas-panasnya mengejar ketinggalan dengan Yamaha. Ini bagus sekali, mudah2an sih suatu saat AHM bisa banyakin motor canggih kayak di negara asalnya.
  • Customer Service Honda mendapatkan training baru pasca kekalahan dengan Yamaha. Ini berita bagus sekali. Honda jadi enggak sekeras kepala dulu. Mereka sekarang menunggu masukan dari kita.

Bagaimana dengan teman2 bikers sekalian? Tebak deh motor apa yang akan dikeluarkan Honda di PRJ? Saya tunggu komentarnya.

Read More......

Hasnul Suhaimi

Hasnul Suhaimi

"Urang Awak" yang Memikat Para Datuk

Doni IsmantoHasnul Suhaimi

Nama pria yang lahir di Bukittinggi pada 23 April 1957 silam ini bagi orang yang berkecimpung di industri telekomunikasi Indonesia tentu tidaklah asing.

Sepak terjang pria yang dulunya mengabdi selama 23 tahun di Indosat ini sebelum menjadi orang nomor satu di anak perusahaan Telekom Malaysia (TM), XL, cukup diakui dunia telekomunikasi Indonesia.

Hasnul yang memulai karier di bidang perencanaan dan operasional di Indosat, berubah menjadi ahli pemasaran yang mumpuni setelah menyabet gelar Master of Business Administration (MBA) dari University of Hawaii pada 1992.

"Waktu itu saya lihat banyak lulusan tehnik yang mengambil manajemen, kata orang masa depan itu justru ada di manajemen," ujar Hasnul ketika ditemui di kantornya belum lama ini.

Layaknya pendekar yang baru mendapatkan ilmu baru, Hasnul langsung mengimplementasikannya ketika menangani Sambungan Langsung Internasional (SLI) milik Indosat selama dua tahun. Lulusan Teknik Elektro ITB tahun 1981 ini berhasil mempertahankan market share di atas 90 persen.

Pengalaman yang mengesankan tentunya ketika jabatan Direktur Niaga Telkomsel disandang Hasnul pada 1998. Telkomsel yang ketika itu unggul dalam jumlah pemancar tidak dapat berbuat banyak di pasar karena produknya tidak dapat digunakan lintas pulau.

Berkat keuletan Hasnul, maka diluncurkanlah simPATI Nusantara yang mampu melakukan roaming lintas pulau. Pelanggan Telkomsel yang ketika itu berkisar 370.000 nomor, dalam waktu 1,5 tahun melesat menjadi 1 juta nomor oleh bapak dua anak ini.

"Saat itu, konsentrasi saya tidak hanya menjual produk, tetapi juga sibuk lobi sana-sini untuk mencari dana agar simPATI Nusantara dapat diluncurkan," jelasnya.

Setelah itu, nama Hasnul semakin kokoh dalam industri telekomunikasi dengan jabatan Direktur Utama Indosat Multimedia Mobile (IM3) pada 2001. IM3 waktu itu sering disebut pelaku industri sebagai baby-nya Hasnul.

Bagaimana tidak, setelah ditarik kembali oleh Indosat pada tahun 2000, Hasnul dibebankan untuk membuat cetak biru dari perusahaan seluler baru milik Indosat tersebut.

"Saya membuatnya dalam bentuk coretan di kertas, karena waktu itu hanya seorang diri di unit tersebut," kenangnya.

Keuletan seorang Hasnul ditantang saat itu. Penggemar golf dengan handicap 18 ini berhasil membuktikan pameo orang Padang memang pintar berdagang. IM3 sebagai pemain baru berhasil membetot perhatian publik berkat positioning produk yang jelas yakni kartu seluler dengan keunggulan pada mobile data.

Kerja keras dan kesetiaan pada Indosat akhirnya membuahkan posisi Direktur Utama pada pertengahan 2005. Sayangnya, jabatan tertinggi tidak lama diduduki, Hasnul membuat kejutan pada pertengahan 2006 dengan menerima pinangan para Dato' di Telekom Malaysia untuk prestasinya membesarkan XL.

"Reputasi saya ternyata memikat mereka. Ketika tawaran itu datang pertama kali, tidak saya anggap serius. Tetapi melihat kegigihan dan penghargaan yang tinggi, akhirnya saya luluh," katanya.

Hasnul meyakinkan, faktor kebebasan dan profesional murnilah yang mendorongnya untuk pindah ke XL. "Saya tidak melihat ini milik asing atau bukan. Kalau asing semangatnya memberikan nilai tambah bagi bangsa kenapa kita tidak Bantu. Hal itu dibuktikan dengan komitmen berinvestasi dalam ratusan juta dolar," jelas Hasnul.

Masalah kepercayaan bagi seorang Hasnul sepertinya sesuatu hal yang penting. "Jika seseorang dipercaya memimpin perusahaan, pemilik harus memberikan ruang untuk berkreasi sesuai aturan. Jangan seperti pepatah minang yang mengatakan pasan ba'antaan. Sudah nitip pesan masih di anterin juga orangnya," tambah Hasnul.

Kepercayaan yang diberikan oleh para Dato' tidak disia-siakannya. Kinerja XL pada akhir tahun lalu lumayan menggembirakan. Selain laba meningkat di atas 50 persen, pertumbuhan pelanggan juga menggembirakan.

Ilmu pemasaran Hasnul yang berani ala minang mulai mewarnai setiap produk XL. Lihat saja tagline layanan 3G XL yang tanpa sungkan-sungkan menantang penguasa pasar dengan mengatakan "Pertama Tercepat dan Terluas". Atau gebrakan menerapkan tarif flat per detik untuk menggenjot pertumbuhan prabayar bebas.

"Saya sebenarnya tidak suka menganggap itu hasil saya. Konsep saya selalu kerja sama dan saling bantu. Tetapi, bagi orang yang mengikuti sepak terjang saya dari awal, akan mengakui di setiap produk ada jejak saya di situ," papar Hasnul.

Hasnul menjelaskan, seorang pemimpin tertinggi adalah yang mengetahui masalah umum. Semakin ke bawah tingkatan pemimpin akan lebih mengenal masalah detail.

"Saya ini tidak sehari-hari di pasar. Tetapi kalau saya punya ide, bawahan akan selalu diminta untuk mengeluarkan pendapatnya. Demokrasi ala saya seperti itu," tambahnya.

Tetapi begitu keputusan sudah diambil, lanjutnya, tidak ada kata mundur. "Untuk mengatasi masalah yang akan dihadapi, selalu saya tekankan pada mere- ka menyiapkan rencana contingency," tutur Hasnul.

Jika dari strategi pemasaran, menurut Hasnul, telah terjadi perubahan di XL, tantangan berikutnya melakukan perubahan budaya perusahaan. "Budaya itu hasil kebiasaan yang terbentuk sejak lama. Untuk mengubahnya tidak bisa seketika," jelas Hasnul.

Sebagai perusahaan yang berlatar belakang swasta murni, jelas Hasnul, XL selama ini dinilai kalangan luar terkesan arogan. "Padahal di sini berkumpul orang-orang pintar. Sayangnya dalam bertindak menunggu arahan," ungkap Hasnul.

"Gaya itu ingin saya ubah. Karena dalam memimpin saya tidak biasa memerintah orang. Saya lebih senang memulai sesuatu dengan mendelegasi atau meminta partisipasi orang lain. Dengan begitu, kita bisa menciptakan pemimpin baru," kata Hasnul.

Menurut Hasnul, mengubah budaya perusahaan tersebut sama pentingnya dengan meningkatkan kinerja keuangan. "Hidup itu harus seimbang, layaknya dua sayap yang ada di burung untuk terbang. Sayap kiri untuk duniawi, sayap kanan untuk akhirat. Keduanya mengepak bersamaan agar bisa terbang tinggi," ucap Hasnul.

"Tahun lalu saya masuk di pertengahan tahun. Akhir tahun nanti adalah pembuktian kinerja saya sebenarnya. Dengan saling bantu di semua lini, tentu tantangan dapat dilewati," kata Hasnul.

Akankah urang awak pertama yang memimpin anak perusahaan Telekom Malaysia ini berhasil menjawab tantangan tersebut? Kita tunggu saja. Selamat berjuang uda Hasnul! [Doni Ismanto]

Read More......