Tuesday, February 24, 2009

Fenomena Ponari dalam Tinjauan Medis dan Sosiologi

METODE pengobatan yang dilakukan Muhammad Ponari, dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terkesan unik dan berbau takhayul.

Keunikan dan unsur takhayulnya itu telah menghipnotis ribuan orang dari berbagai daerah di pelosok Tanah Air masih memadati tempat praktik anak semata wayang hasil pernikahan Kasemin (42) dan Mukaromah (28) itu sampai sekarang.

Bahkan di antara mereka ada yang rela antre selama berhari-hari demi mendapatkan seteguk air putih yang sebelumnya dicelup batu yang digenggam siswa Kelas III SD Negeri Balongsari 1 itu.

Tak peduli, apakah air celupan batu itu higienis atau tidak, yang penting mereka percaya bahwa air itu bertuah dan bisa menyembuhkan segala macam penyakit.

"Setidaknya bisul yang saya rasakan bertahun-tahun sudah agak mendingan," kata Masilah (43), warga Surabaya, setelah meneguk air keruh yang didapat dari rumah Ponari.

Kendati demikian, ada juga warga yang tidak percaya bahkan kapok setelah mengonsumsi air Ponari. Namun, penyakitnya tak kunjung sembuh, seperti yang dialami Hamzah (53), warga Mojongapit, Jombang. "Nyatanya mata saya juga tidak ada perubahan, setelah minum air dari Ponari," katanya sambil menunjukkan matanya yang sakit.

Namun tak sedikit pula warga yang penasaran untuk mendapatkan air itu. "Sampai kapan pun, saya akan tetap bertahan di sini untuk mendapatkan air itu," kata Maslukhan, warga Purwodadi, Jawa Tengah, saat ditemui di Dusun Kedungsari, Sabtu (21/2) siang.

Kedatangannya ke dusun kumuh itu sebagai bentuk ikhtiar dengan harapan kelumpuhan yang diderita ibunya itu bisa sembuh. Sudah tiga hari Maslukhan berada di Dusun Kedungsari, tetapi tetap tidak mendapatkan kupon antrean karena setiap hari panitia hanya mengeluarkan 5.000 lembar kupon, sedang yang datang di atas angka 10.000 orang.

Terlepas dari semua keunikan dan hal-hal yang berbau takhayul, secara medis, air yang didapat dari Ponari itu tetap tidak layak untuk dikonsumsi. "Air dalam kemasan saja masih ada yang tidak sehat, apalagi air yang dicelup batu dan tangan Ponari. Siapa yang menjamin kebersihan tangan Ponari?" kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jombang dr Pudji Umbaran.

Dalam tinjauan medis, orang yang berobat kepada Ponari hanya mendapatkan efek "placebo", yakni penderita merasakan kenyamanan sesaat, walaupun penyakit yang dideritanya tidak hilang begitu saja.

"Efek placebo ini juga bisa didapatkan oleh pasien dari dokter. Makanya mengapa ada dokter yang banyak didatangi pasien dan mengapa pula ada dokter yang sepi pasien. Ilmu kedokteran itu mencakup scientific dan art. Dokter yang bisa menggabungkan scientific dan art inilah yang bakal dikunjungi banyak pasien," kata Pudji menjelaskan.

Efek placebo, lanjut dia, sudah bisa dirasakan oleh pasien, bahkan sebelum mengunjungi dokter itu. "Ada orang yang merasa sembuh, sebelum meminum obat dari dokter karena sudah terlanjur cocok pada dokter itu," katanya.

Sama halnya dengan orang yang datang ke tempat Ponari. "Setelah meneguk air, ada orang yang langsung merasakan kesembuhan. Padahal penyakitnya belum hilang. Kalau tidak percaya, silakan penderita tumor datang ke tempat Ponari, setelah itu bisa dibuktikan secara bersama-sama melalui rontgen, apakah tumornya itu hilang atau masih ada," katanya.

Belum lama ini, Dimas (3,5), warga Desa/Kecamatan Ngusikan, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jombang. Ia menderita radang otak yang cukup parah. "Berdasar pengakuan dari kedua orangtuanya, anak itu sebelumnya mendapatkan pengobatan dari Ponari," katanya.

Demikian pula banyak pasien dokter di Jombang yang mengaku telah melakukan terapi di rumah Ponari. "Hampir 30 persen pasien yang melakukan rawat jalan di rumah saya sudah pernah ke sana," kata Pudji.

Oleh sebab itu, IDI Jombang menyatakan bahwa pengobatan yang dilakukan oleh Ponari tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis. Dalam ilmu kedokteran, untuk memastikan seseorang menderita penyakit tertentu harus melalui beberapa tahap.

Pudji menjelaskan, dalam menangani pasien, seorang dokter wajib melakukan proses "anamesa" atau wawancara dengan pasien yang ditindaklanjuti dengan pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan dengan melihat, meraba, dan mengetuk tubuh pasien.

Kalau masih ragu, seorang dokter bisa melakukan pengujian laboratoris dan rontgen. "Setelah itu baru mendiagnosis penyakit pasien yang diikuti dengan tata laksana pengobatan," katanya.

Serangkaian proses itu tidak menjamin seorang pasien sembuh total. Oleh sebab itu, Pudji tidak memungkiri kedatangan seseorang ke dukun atau ahli pengobatan alternatif lainnya karena merasa putus asa dengan model penyembuhan yang dilakukan oleh dokter.

"Justru fenomena Ponari ini, kami melihatnya sebagai tantangan bagi dokter. Untuk menjawab tantangan itu, seorang dokter tidak boleh lagi tertutup dan pelit dalam memberikan informasi mengenai penyakit terhadap pasien. Sudah bukan zamannya lagi, dokter terburu-buru memeriksa seseorang karena pasien di luar banyak yang sudah antre," kata Kasubid Pelayanan Medik RSUD Jombang itu mengingatkan para dokter.

Menurut dia, di Kabupaten Jombang, dokter umum dan spesialis yang membuka praktik mencapai 180 orang. "Jumlah ini melebihi rasio penduduk karena idealnya seorang dokter melayani 10.000 pasien. Hanya tingkat penyebarannya tidak merata," katanya.

Untuk mendapatkan pelayanan dokter umum swasta, masyarakat hanya dikenakan tarif dari Rp 20.000 hingga Rp 25.000 termasuk obat (dispencing). Adapun tarif jasa pemeriksaan dokter spesialis di Jombang berkisar antara Rp 30.000 dan Rp 50.000 untuk sekali kunjungan.

"Belum lagi Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) sehingga masyarakat dapat mendapatkan layanan kesehatan secara cuma-cuma, baik di puskesmas, maupun di rumah sakit. Bahkan, masyarakat yang tidak memiliki kartu Jamkesmas, Pemkab Jombang masih menanggungnya melalui program Jamkesda yang dananya bersumber dari APBD," katanya.

Oleh sebab itu, dia tidak setuju adanya anggapan bahwa fenomena Ponari sebagai dampak dari buruknya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. "Di Kecamatan Megaluh, tak jauh dari rumah Ponari, ada dokter dan puskesmas yang siap memberikan pelayanan setiap hari," kata Pudji.

Romantisme Mistis
Sementara itu, pakar sosiologi dan kebudayaan dari Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Prof Dr Tadjoer Ridjal, MPd, mengemukakan, fenomena Ponari tidak memiliki keterkaitan langsung dengan masalah pelayanan kesehatan dan kondisi sosio-kultural masyarakat Jombang secara umum.

"Yang datang ke rumah Ponari bukan hanya masyarakat Jombang. Kalau dicermati lagi, justru lebih banyak dari daerah lain, termasuk Kalimantan, Sumatera, dan beberapa wilayah lain di Indonesia," katanya.

Menurut dia, fenomena Ponari merupakan potret masyarakat yang masih memegang teguh pemikiran tradisional. "Golongan masyarakat ini ingin menghidupkan kembali mitos lama yang telah punah. Golongan ini penganut romantisme mistis," katanya.

Mitos lama itu, lanjut Tadjoer, adalah munculnya sosok Ki Ageng Selo yang melegenda di kalangan masyarakat Jawa ratusan tahun silam. Ki Ageng Selo mendadak sakti setelah petir yang hendak menyambarnya mampu dihalau dan berubah menjadi sebuah batu.

"Legenda Ki Ageng Selo itu kembali dihidupkan di tengah masyarakat dengan menampilkan sosok Ponari. Dalam tinjauan sosiologi dan kebudayaan, kedua sosok ini sama-sama memiliki power yang digambarkan oleh kalangan masyarakat tertentu sebagai bentuk kesaktian," katanya.

Berdasar tradisi, kekuasaan (power) itu tidak diperoleh melalui pencapaian prestasi, tetapi askriptif dengan penaklukan dan penyerapan. Penyerapan bisa didapatkan dari faktor keturunan dan titisan.

"Ponari merupakan askriptif penyerapan titisan. Masyarakat menganggap Ponari merupakan titisan dari Ki Ageng Selo sehingga dia pun dianggap memiliki kesaktian," kata Asisten Direktur Program Pasca Sarjana Undar Jombang itu.

Oleh sebab itu, kemampuan yang ada pada diri Ponari tidak bisa diukur dengan menggunakan paradigma rasio empiris. "Fenomena Ponari sama sekali mengabaikan kelas dan strata ekonomi karena diusung oleh golongan romantisme mistis tadi. Yang datang ke tempat Ponari tidak hanya orang miskin, tetapi banyak kalangan masyarakat kaya dan berpendidikan, terutama mereka yang berasal dari luar Jawa. Oleh sebab itu, fenomena ini tidak bisa ditinjau secara rasio empiris," katanya.

Apakah fenomena Ponari itu akan berlangsung dalam waktu yang relatif lama, Tadjoer menyatakan, tergantung situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat sekitar. "Biasanya fenomena itu akan berakhir, kalau sudah ada unsur komersial," katanya.

"Karena kesaktian seseorang itu didasari syarat-syarat moral, di antaranya yang paling utama adalah membantu orang lain tanpa pamrih. Jadi secara otomatis, kesaktian seseorang akan sirna jika sudah berorientasi pada materi," kata Tadjoer.

Tentu hal itu susah untuk dijawab Ponari dan keluarganya yang hingga hari ke-21 buka praktik di Dusun Kedungsari telah mampu meraup penghasilan di atas angka Rp 1 miliar.

Kendati uang itu tak pernah diimpikan sebelumnya, tidak tertutup kemungkinan uang sebesar itu akan mengubah pola hidup keluarga miskin yang selama ini tinggal di rumah berdinding anyaman bambu itu. *

M Irfan Ilmie

Read More......

Thursday, February 19, 2009

Sepotong Jalan Rusia dan Impian Soekarno

Jalan aspal itu lurus dan mulus. Tak ada guncangan ketika mobil melaju kencang di atasnya. Ini berbeda dengan jalan trans- Kalimantan dari Nunukan, Kalimantan Timur, hingga Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang penuh lubang dan bergelombang.

Warga setempat mengenal jalan itu sebagai Jalan Palangkaraya-Tangkiling. Namun, Gardea Samsudin (70) mengenangnya sebagai Jalan Rusia.

Samsudin, lelaki asal Bandung, Jawa Barat, adalah sedikit saksi yang tersisa dari sepotong jalan sepanjang 34 kilometer dengan lebar 6 meter yang dibangun oleh para insinyur dari Rusia—dulu The Union of Soviet Socialist Republics. Bersama puluhan warga Dayak, Samsudin dan ratusan orang Jawa lain bekerja di bawah arahan belasan insinyur Rusia. ”Saya ikut menyusun batu-batu yang menjadi fondasi jalan ini,” kata Samsudin yang kini menetap di Palangkaraya.

Tak gampang mencari saksi lain pembangunan Jalan Rusia yang mau bicara. Sabran Achmad (80), tokoh masyarakat Kalteng, menuturkan, banyak pekerja yang ikut membangun Jalan Rusia itu menyembunyikan diri. Ini tidak lepas dari politik Orde Baru yang memberi stigma hitam kepada sesuatu yang berbau Orde Lama. Dan, jalan yang dibangun oleh insinyur Rusia itu memang berasal dari era Soekarno, yang dekat dengan negara Blok Timur itu tahun 1950 hingga 1960-an.

”Jalan itu dibangun menandai pembangunan Kota Palangkaraya. Sebelumnya, jalan itu berupa hutan lebat. Pohon-pohonnya besarnya segini,” kata Sabran sambil melingkarkan kedua lengannya.

Mimpi Soekarno

Pada mulanya adalah ayunan kapak Presiden Soekarno pada sebilah kayu di Pahandut, Kampung Dayak, di jantung Kalimantan, 17 Juli 1957. Sebilah kayu yang dibelah itu menandai pembangunan kota baru yang diimpikan Soekarno. Kota baru ini kemudian diberi nama Palangkaraya yang berarti tempat suci, mulia, dan agung, yang didesain sebagai ibu kota Indonesia Raya.

Namun, mimpi Soekarno tak pernah jadi kenyataan. Palangkaraya saat ini hanyalah sebuah ibu kota Provinsi Kalteng yang gelap dan tak bergairah karena kekurangan pasokan listrik.

Dirancang sebagai ibu kota negara, awalnya Palangkaraya dibangun dengan konsep yang jelas. Ada pengelompokan fungsi bangunan yang memisahkan fungsi pemerintahan, komersial, dan permukiman. Tata kotanya dirancang dengan memadukan transportasi darat dan sungai.

Sungai Kahayan menjadi pusat orientasi di sebelah utara kota. Sebuah jalan darat dibangun di pusat kota menuju arah Sampit. Jalan itulah yang kini dikenal sebagai Jalan Rusia, ruas jalan nasional terbaik sepanjang jalan trans-Kalimantan yang dilalui Tim Jelajah Kalimantan Kompas bersama Departemen Pekerjaan Umum (PU). ”Kita tak pernah lagi membangun jalan sebaik Jalan Rusia yang masih mulus walau sudah puluhan tahun. Lihatlah, jalan-jalan lain di Kalimantan yang baru dibangun cepat sekali rusak,” kata Wibowo, staf Departemen PU anggota Regional Betterment Office VII Banjarmasin.

Menggali gambut

Sepotong jalan itu menjadi saksi kemahiran insinyur-insinyur Rusia membangun jalan di tanah yang sangat berbeda kondisinya dengan negara asal mereka. Sabran mengisahkan, semua gambut di tapak jalan dikeruk. ”Setelah gambut dikeruk, terciptalah alur seperti sungai. Lalu, alur itu diisi batu, pasir, dan tanah padat,” kata Sabran.

Pada 17 Desember 1962, pembangunan fondasi Jalan Rusia selesai. Pada tahun-tahun berikutnya, tinggal pembuatan drainase, pengerasan, dan pengaspalan. Pekerjaan yang lambat, tetapi hasilnya prima.

Namun, pembangunan jalan yang direncanakan sepanjang 175 kilometer melewati Parenggean lalu ke Sampit dan Pangkalan Bun kemudian menghubungkan Palangkaraya dengan pelabuhan-pelabuhan sungai menuju ke Jawa ini dihentikan awal tahun 1966. Ketika itu jalan yang terbangun baru 34 km.

Pergantian kekuasaan pasca-Gerakan 30 September 1965 membuat orang-orang Rusia bergegas meninggalkan Indonesia. Semua pekerja proyek menyembunyikan diri karena tak ingin disangkutpautkan dengan Rusia, Partai Komunis Indonesia, atau bahkan Soekarno.

Cerita pembangunan Jalan Rusia itu pun tamat. Segala yang berbau Rusia dihapus, termasuk ilmu pembangunan jalan yang diajarkan insinyur mereka di ruas Palangkaraya-Tangkiling. Pembangunan jalan di Kalimantan tidak pernah lagi dimulai dengan mengeruk gambut. Namun, cukup dengan fondasi berupa kayu galam yang ditancapkan di lahan gambut itu (fondasi ini dikenal sebagai cerucuk). Pembangunan jalan menjadi lebih murah dan cepat, tetapi konstruksi jalan tidak awet.

Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Provinsi Kalteng Ridwan Manurung menuturkan, secara teori, ruas Palangkaraya- Tangkiling yang dibangun Rusia itu yang benar. ”Saat membuka trase jalan, harus diperhatikan struktur tanah dasar, fondasi, dan lapisan penutupnya. Jika ada tanah humus, harus diganti dengan pasir, tanah padat, atau granit. Sedalam apa pun gambutnya, harus dibuang,” katanya.

Menurut Wibowo, pembangunan jalan dengan teknik Rusia itu membutuhkan biaya tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan teknik yang dilakukan dengan cerucuk, seperti yang sekarang kita buat. ”Namun, umur jalan dengan teknik Rusia itu bisa lima kali lipat dari jalan kita,” katanya.

Bangsa ini sepertinya memang suka yang instan. Cepat selesai, cepat pula hancur. (RYO/FUL)

Read More......

Tuesday, February 10, 2009

Gilad Atzmon, Al-Qassam, dan Zionisme

Gilad Atzmon (lahir 1963) menulis: ''Jika Anda bertanya-tanya mengapa orang Israel tidak mengetahui sejarah mereka, jawabannya sangat sederhana, mereka tidak pernah diberitahu. Situasi yang mendorong konflik Israel-Palestina tersimpan rapi dalam kultur mereka. Jejak-jejak peradaban Palestina pra-1948 di tanah itu telah dimusnahkan. Tidak saja tentang Nakba, pembersihan etnis penduduk Palestina asli, yang tidak menjadi bagian dari kurikulum Israel, bahkan tidak disebut atau didiskusikan di forum resmi atau akademik mana pun.''

Kesaksian mantan zionis dan angkatan udara Israel ini menjadi sangat penting untuk mengetahui peta mengapa rakyat Israel merasa bahwa merekalah pemilik sah tanah Palestina itu. Padahal, kata Atzmon, tanah itu adalah tanah curian dari pemilik yang sebenarnya: rakyat Palestina.

Atzmon, pemusik papan atas di London, adalah cucu tokoh sayap kanan organisasi teror Irgun, yang telah mengusir dan membantai rakyat Palestina pada tahun-tahun awal pembentukan negara Israel tahun 1948. Tapi setelah mempelajari secara dalam asal-usul negara zionis itu, Atzmon yang juga seorang novelis, dengan kehendak sendiri hijrah ke London tahun 1994. Dari kota inilah ia membeberkan kepalsuan zionisme dan membela hak kemerdekaan Palestina melalui berbagai forum, termasuk media cetak.

Artikel barunya pada awal Januari 2009 dalam ungkapan yang sangat puitis tapi tajam berjudul: ''Living on Borrowed Time in a Stolen Land (Hidup di atas Waktu Pinjaman di Sebuah Tanah Curian)". Kita akan dapat dengan mudah mengakses artikel ini via: http://www.palestinechronicle.com/print_article.php?=14594, karena Atzmon adalah penulis penting pada media cetak The Palestine Chronicle, sebuah media yang menyuarakan hati nurani rakyat Palestina yang tertindas selama lebih dari enam dasa warsa, sejak 1948.

Penulis lain adalah Uri Avnery, mantan anggota Knesset, 85 tahun, tinggal di Tel Aviv. Ia juga tokoh Yahudi yang gigih membela kemerdekaan Palestina dengan konsep dua negara bertetangga: Palestina dan Israel. Avnery tidak pernah percaya bahwa kaum zionis yang selalu didukung Amerika Serikat sungguh-sungguh ingin melihat sebuah negara Palestina merdeka. Itulah sebabnya ia berharap pada Barack Obama untuk mengubah secara fundamental peta buram yang telah menindas rakyat Palestina secara sangat biadab dalam tempo puluhan tahun.

Tentang roket Al-Qassam, Atzmon menulis: ''Bagi saya, tembakan-tembakan Al-Qassam yang secara sporadis mendarat di Sderot dan Ashkelon tidak lebih dari sebuah pesan rakyat Palestina yang terkurung. Pertama, ia adalah sebuah pesan kepada tanah yang dicuri, lapangan-lapangan rumah, dan kebun buah-buahan: 'Bumi kami yang tercinta, kami tak pernah lupa, kami masih berada di sini berjuang untukmu, cepat lebih baik tinimbang terlambat, kami akan kembali, kami akan mulai lagi di mana kami pernah menghentikannya.'

"Tapi juga ia merupakan pesan yang jelas kepada rakyat Israel. 'Kalian ke luar dari sana, di Sderot, Beer Sheva, Ashkelon, Ashdod, Tel Aviv, dan Haifa, apakah kalian menyadari atau tidak, kalian sebenarnya hidup pada sebuah tanah curian. Lebih baik Anda mulai berkemas-kemas karena waktu semakin habis, kalian telah menguras kesabaran kami. Kami, rakyat Palestina, tidak akan kehilangan apa-apa lagi.'

''Setiap pakar Timur Tengah tahu bahwa Hamas dapat merebut Tepi Barat dalam beberapa jam. Memang, kontrol Otoritas Palestina dan Fatah di Tepi Barat sengaja dijaga PPI (Pasukan Pertahanan Israel). Sekali Hamas menguasai Tepi Barat, pusat penduduk Yahudi yang terbesar akan terserah kepada belas kasihan Hamas. Bagi mereka yang gagal melihat, ini akan menjadi akhir bagi Israel Yahudi.

"Mungkin saja berlaku kemudian hari ini, dalam tiga bulan, atau dalam lima tahun. Ini bukanlah masalah 'jika', tetapi lebih merupakan masalah 'waktu'. Pada saat itu, seluruh Israel akan berada dalam jarak tembak Hamas dan Hizbullah. Masyarakat Israel akan hancur, ekonominya runtuh. Harga sebuah vila yang terpisah di Tel Aviv Utara akan sama dengan sebuah gudang di Kiryat Shmone atau Sderot. Di saat sebuah roket memukul Tel Aviv, mimpi zionis menjadi tamat.''

Sepintas lalu, apa yang disampaikan Atzmon seperti mustahil, mengingat kekuatan Hamas sama sekali tidak sebanding dengan kecanggihan persenjataan Israel. Tapi mengapa mereka tidak pernah putus asa untuk melawan dengan segala kelemahan persenjataannya?

Atzmon menjawab: ''Karena bagi rakyat Palestina, Palestina adalah rumah.'' Dengan demikian, di mata mereka, kaum zionis adalah pendatang haram di rumah itu yang harus diusir. Bagaimana hari depan zionisme? Jika sikap kepala batu dan keganasan tetap dipertahankan, menurut Atzmon, zionisme tidak punya masa depan, karena ia gagal menjadi bagian dari kemanusiaan.

Sebagai penutup artikelnya, Atzmon menulis: ''Sekali lagi, orang Yahudi akan harus mengembara menuju sebuah nasib yang tak berpeta. Sampai batas tertentu, saya sendiri telah memulai perjalanan saya belum terlalu lama.''

Ahmad Syafii Maarif
Guru Besar Sejarah, pendiri Maarif Institute
[Perspektif, Gatra Nomor 10 Beredar Kamis, 15 Januari 2009]

Read More......

Monday, February 09, 2009

Bekerja di Rumah, Why Not?

Banyak di antara kita yang berhenti bekerja begitu memiliki Si Kecil. Sebagian besar teman Anda mungkin akan menyayangkan keputusan Anda. Namun, percaya lah, Anda tidak mengambil keputusan yang salah. Anda bisa merasakan betul bagaimana merawat anak, tidak membiarkannya tumbuh besar dalam pengaruh pembantu rumah tangga atau baby sitter-nya, dan mampu mendukung penuh aktivitasnya.

Namun ketika anak sudah mulai bisa ditinggal, Anda mulai merasa kangen dengan dunia kerja. Di lain pihak, anak yang makin besar juga membutuhkan lebih banyak biaya. Dalam situasi ini, Anda mulai berpikir-pikir untuk bekerja di rumah supaya tetap dapat mengawasi anak. Banyakkah pekerjaan yang ditawarkan? Cukupkah hasil yang diperoleh untuk membiayai kebutuhan, dan bagaimana supaya target pekerjaan terpenuhi?

Bidang Pekerjaan

1. Anda yang pernah bekerja di media atau periklanan mungkin tidak akan begitu kesulitan mencari pekerjaan lagi. Anda bisa menjadi copywriter dan desainer freelance, menjadi kontributor di berbagai majalah, editor buku di penerbit, atau mewujudkan impian sebagai penulis novel. Jika sudah memiliki networking, menjadi freelancer bahkan bisa lebih sibuk daripada menjadi karyawan tetap. Anda bisa mengatur sendiri jumlah pekerjaan yang ditawarkan.

2. Manfaatkan kemampuan berbahasa asing Anda dengan melamar sebagai penerjemah buku-buku di penerbit, atau penerjemah subtitle di film-film asing di televisi. Anda bisa mengambil kursus lebih dulu, lalu menjalani ujian sebagai penerjemah bersertifikasi agar dapat bergabung dengan biro penerjemah.

3. Memberikan kursus baca-tulis untuk anak TK (boleh percaya boleh tidak, murid TK pun sudah mengikuti kursus sekarang ini!).

4. Jika Anda terbiasa dengan pekerjaan administratif, Anda bisa menjadi document typist atau data entry typist.

5. Senang memasak atau membuat kue? Ambillah kursus untuk menguasai teknik membuat kue-kue atau makanan lain yang sedang ngetren seperti cupcakes atau cookies. Buat blog, dan pamerkan karya Anda di sana.

6. Menjadi independent sales untuk produk kosmetik, obat-obatan, asuransi, dan banyak lainnya.

7. Membangun bisnis baru, seperti membuka butik, toko penyedia hadiah, tempat persewaan peralatan bayi (ajak teman-teman untuk mengumpulkan peralatan bayi bekas Si Kecil dulu), konsultan untuk home decoration (Anda bisa mengikuti kursusnya), penyelenggara dan pembuat konsep seminar, MLM, dan lain sebagainya. Untuk bisnis, bidangnya sangat luas. Akan lebih baik jika Anda mampu mengembangkan bidang yang belum banyak dimanfaatkan orang lain.

8. Jika Anda ingin pekerjaan yang bersifat sosial, bergabunglah dengan yayasan atau LSM untuk menjadi sukarelawan.

Membagi Waktu dan Menyesuaikan diri

Nikmati peran Anda. Saat menjalani pekerjaan atau bisnis yang baru tentu membutuhkan cukup banyak waktu untuk menyesuaikan diri. Nikmati saja saat-saat ini, apalagi setelah Anda lama tidak menyentuh pekerjaan.

Tentukan tujuan dan target Anda dalam bekerja. Hal ini akan membimbing Anda untuk fokus pada pekerjaan, dan tidak tergoda untuk terus-menerus mengikuti ajakan teman untuk bersenang-senang, atau lebih banyak bermain dengan anak.

Buat jadual kerja, dan patuhi. Anda bisa beristirahat saat anak Anda pulang dari sekolah, dan kembali bekerja saat anak tidur siang.

Informasikan pada keluarga dan rekan-rekan. Ibu-ibu rumah tangga biasanya belum mampu menerima ide tentang bekerja di rumah. Bila pekerjaan Anda memiliki deadline, sampaikan kepada keluarga atau rekan yang lain bahwa saat ini Anda harus betul-betul bekerja. Atur pertemuan pada saat Anda tidak sedang bekerja.

Sabar dan tidak putus asa. Jika membangun bisnis baru, Anda membutuhkan cukup waktu hingga bisnis bisa berjalan dengan lancar. Bersabarlah mengenai hasil yang ingin dicapai, dan jangan putus asa bila menghadapi kegagalan.

Read More......