Sunday, November 25, 2007

Pedihnya Meninggalkan Si Mungil

Minggu, 25 Nopember 2007

Pedihnya Meninggalkan Si Mungil

Pergi bekerja merupakan siksaan bagi ibu yang baru melahirkan.

Tiga bulan masa cuti melahirkan sudah berakhir. Diana (28 tahun) harus kembali ke kantor menjalankan tugas sebagai manajer keuangan di perusahaan swasta ternama di Jakata.

Hari pertama sebelum berangkat ke kantor, ibu satu anak ini tampak gelisah. Dia keluar masuk kamar si bayi yang sedang tidur. Seakan-akan tak tega meninggalkan buah hatinya. Walaupun neneknya (orangtua Diana, red) sudah menjamin kalau si cucu akan aman-aman saja.

''Namanya juga ninggalin bayi wajar kalau gelisah, apalagi ini anak pertama. Takut ada apa-apa,'' ungkapnya. Di kantor pun Diana tidak bisa konsentrasi bekerja. Sebentar-bentar ingat si bayi, takut menangislah, bagaimana kalau terbangun dari tidur ... Pekerjaan menjadi lambat dan menumpuk sehingga harus dibawa ke rumah.

Lain halnya dengan Irawati (30) yang menitipkan bayi ke neneknya di Bandung. Alasan dia daripada membayar babysitter mahal lebih baik mencari yang gratis dan dijamin aman. Seminggu pertama, kata Ira, ''Benar-benar menyiksa. Kangen luar biasa...tidak tertahankan. Yang bisa dilakukan hanya menangis sambil menciumi foto. Tapi, lama kelamaan saya sadar kalau pengorbanan ini dilakukan demi anak juga.''

Jangan putus
Psikolog Anna Surti Ariani Psi bisa merasakan bagaimana seorang ibu harus meninggalkan si orok untuk jangka waktu berjam-jam. Nina, panggilan akrab Anna Surti, mengibaratkan anak itu bagian dari nyawa si ibu. Makanya wajar ketika si anak tidak berada didekat ibu, bagaikan setengah nyawanya hilang. Kalau mau bicara ideal keberadaan ibu sangat luar biasa bagi si bayi. Mulai dari janin sampai usia tiga tahun, masa paling tepat bagi ibu (orangtua, red) untuk berinvestasi bagi si anak.

Sebab, pada usia tersebut otak anak sedang berkembang sangat pesat. Di saat itulah orangtua harus memberikan sentuhan, perhatian, kasih sayang, kebahagian, pengetahuan dan segala untuk bekal anak di kemudian hari. Kalau masa tersebut dimanfaatkan si ibu secara seoptimal, tidak akan menyesal dikemudian hari. Karena masa-masa tersebut hanya terjadi sekali dan tidak akan pernah tergantikan.

''Waktu tiga tahun itu tidak lama. Kalau boleh memilih, demi masa depan anak lebih baik karier tahan dulu. Kalau bisa ibu-ibu berkarier setelah usia anak tiga tahun,'' tegas ibu dua anak ini. Tentu saja tak berarti setelah usia tiga tahun ke atas perhatian terhadap anak berhenti.

Bagi ibu-ibu yang bekerja tentu saja kesempatan itu sulit terwujud. Tapi, bukan berarti tidak bisa sama sekali. Menurut lulusan Fakultas Psikologi UI ini, semua itu bisa dilakukan dengan catatan para ibu harus mempunyai niat serius dan mau berkorban lebih bagi si bayi. Berkorban waktu, tenaga, perhatian, keuangan, dan sebagainya.

Walaupun ibu bekerja jalinan dengan bayi jangan sampai terputus. Ikatan luar biasa akan terjalin melalui ASI eksklusif. Karena ASI bukan sekadar kebutuhan utama bayi, tapi sekaligus pengikat ibu dan bayi. Oleh karena itu, Nina sangat menganjurkan agar ASI eksklusif jangan sampai terputus. ''Se-workaholic-nya bekerja, tetap luangkan waktu memompa ASI untuk diberikan kepada anak. Karena sejak bayi lahir yang dirasakan hanya bau air susu ibu. Itu yang membuat bayi dekat dengan ibunya.''

Peran tak tergantikan
Membangun kedekatan dengan anak dilakukan melalui sentuhan si ibu. Dengan sentuhan bayi merasa nyaman dan merasa disayang. Momen ini jangan sampai hilang. Caranya, lanjut Nina, setelah pulang kerja istirahat sebentar, mandi setelah itu full sepenuhnya waktu untuk meladeni si bayi. Bayi akan nyaman di saat-saat rewel ada yang memerhatikannya. Di sinilah peran ibu yang tidak tergantikan.

Sayangnya hal yang sering dilakukan para ibu, kata Nina, ketika bayi mengompol, pup yang dipanggil malah babysitter-nya. Mau dekat bagaimana kalau disaat bayi butuh malah si ibunya menghindar. Jangan kaget kalau si bayi akan lebih dekat dengan pengasuh, kalau di gendong ibunya malah menangis.

Di hari libur, selayaknya ibu mencurahkan waktu sepenuhnya untuk bayi. Kalau perlu, kata Nina, babysitter diliburkan agar bayi 24 jam bersama ibu. Kedekatan itu akan terasa bagi si bayi. Pada hari kerja, sebelum berangkat kantor luangkan waktu sebentar untuk bermain dengan bayi. Bermain di sini yang terpenting ada kontak mata dengan bayi dan sentuhan berhadapan dengan bayi. Minimal main ciluk ba akan membuat bayi senang.

Saat dikantor, kata Nina, para ibu sering gelisah memikirkan bayi di rumah. Akibatnya seperti kasus Diana pekerjaan menjadi tidak fokus. Kegelisahan itu wajar, tapi sebaiknya jangan dibesar-besarkan. Seharusnya, saat di kantor ibu berkonsentrasi pada pekerjaan sehingga tidak dibawa ke rumah. Sebab, kalau pekerjaan dibawa ke rumah waktu bagi si mungil akan semakin berkurang.

Agar fokus dengan bekerja si ibu harus mendelegasikan bayi kepada orang yang tepat dan tepercaya. Jangan sampai menyerahkan kepada pembantu merangkap sebagai babysitter. Karena yang terjadi, pembantu akan bekerja urusan rumah sedangkan bayi akan disuruh tidur. Untuk saat ini yang paling nyaman menitipkan bayi kepada orangtua. Andaikan orangtua sudah tidak mampu bisa kepada babysitter tapi orangtua yang mengawasi. Atau kepada daycare jika ada di dekat kantor.

''Kalau yang menangani bayi tepercaya pasti ibu akan lebih tenang sehingga konsen bekerja. Sesekali menelpon mengecek ke rumah, itu wajar asalkan jangan setiap menit. Makanya perlu manajemen waktu misalkan menelpon saat break rapat, makan siang, atau menjelang sore,'' paparnya.

Tidak salah kalau ada ibu yang membawa foto si bayi ke kantor. Atau menjadi wallpaper di HP. Di saat bekerja sesekali dianjurkan melihat foto tersebut. Menurut Nina, di bawah alam sadar kita tatapan ibu akan kontak dengan anak. Sehingga jalinan ibu dan anak akan tetap erat.

Untuk bayi yang dititipkan di luar kota, sentuhan dan tatapan dari ibu semakin jarang. Apalagi bayi akan tahu ibunya setelah sentuhan dan pendekatan secara konsisten. Akibatnya banyak bayi yang menangis saat di gendong si ibu. Kalau hal ini terjadi, Nina menjelaskan, si ibu harus sabar melakukan pendekatan. Si ibu juga jangan tiba-tiba meraih atau menggendong bayi. Perlu diketahui ada ketakutan mendasar bagi si bayi, yaitu saat didekati orang yang tidak dikenal dan digendong tiba-tiba. Pendekatan harus terus dilakukan sampai bayi benar-benar nyaman dengan ibunya.

Mengapa Ikatan Itu tak Terjalin?
* Niat yang kurang total untuk mengurus bayi, menyerah di tengah jalan.
* Pulang bekerja ibu merasa capai, urusan si bayi diserahkan pada baby sitter.
* Menghentikan pemberian ASI eksklusif dengan berbagai alasan. Padahal hanya dua persen dari para ibu yang ASI-nya tidak keluar, sisanya lebih karena ketidaktahuan ibu.

(vie )

Read More......

Wednesday, November 14, 2007

berkat ReZeki MinyakNegara Teluk Membeli Pesawat seperti Membeli Mobil dan TV

berkat ReZeki MinyakNegara Teluk Membeli Pesawat seperti Membeli Mobil dan TV
Tentu warga di Timur Tengah tidak perlu waswas soal kematian akibat kecelakaan pesawat. Bayangkan, semua pesawat modern telah dibeli dan masih banyak lagi pesanan baru.
Dengan rezeki berlimpah ruah dari minyak, negara-negara Teluk praktis tak melirik sedikit pun pesawat bekas yang kadang merenggut nyawa, sebagaimana terjadi di Indonesia. Membeli pesawat besar dan lebih baik, bagi mereka tak ubahnya seperti membeli mobil atau TV baru.
Minyak membuat mereka seperti memiliki uang berlimpah, yang juga mendorong industri pariwisata, jasa, dan lainnya.
Emirates, maskapai terbesar Timur Tengah yang berbasis di Dubai, membeli pesawat baru. "Dubai harus mempertahankan posisi sebagai pusat bisnis, turisme, dan jalur udara dalam skala global," kata Ketua dan CEO Emirates Sheikh Ahmed bin Saeed al-Maktoum, Minggu (11/11).
Ia mengatakan itu di tengah Pameran Dirgantara Dubai, yang berlangsung lima hari sejak hari Minggu lalu.
Emirates memesan 70 buah pesawat jenis A350 XWB di samping pesanan tambahan atas 11 buah pesawat jenis A380, semuanya buatan Airbus dengan nilai 20,2 miliar dollar AS. Pesanan mungkin ditingkatkan menjadi 31,7 miliar dollar AS untuk pembelian 50 buah pesawat jenis A350s. Emirates juga memesan 12 buah Boeing 777 senilai 3,2 miliar dollar AS.
"Istana terbang"
Pesaing Emirates, Qatar Airways, membeli 142 pesawat, di antaranya 30 buah Boeing 787 Dreamliners. Oman Air memesan lima buah A330, tiga buah A330-300s, dan dua buah A330-200s.
Berdasarkan data International Air Transport Association (IATA), Timur Tengah mencapai rekor tertinggi di dunia soal pertumbuhan penumpang pesawat naik yang 18,7 persen pada semester I- 2007. Ke depan, akan ada pesanan baru dari Timur Tengah senilai 190 miliar dollar AS.
Pangeran dari Arab Saudi Alwaleed bin Talal juga memesan Airbus A380, yang akan dijadikan sebagai Istana Terbang. "Ini adalah jenis pesanan pertama untuk kategori tersebut," kata David Velupillai, juru bicara Airbus. Pangeran ini merupakan salah satu pemegang saham terbesar Citigroup Inc.
Pangeran Bin Talal sudah punya pesawat pribadi dari jenis Boeing 747-400. "Pemesanan itu seperti membeli mobil atau televisi baru saja rasanya," kata Velupillai. "Mereka ingin yang lebih besar dan lebih baik."
Iri? Siapa suruh menggadaikan minyak ke orang lain, ketimbang dikuasai Pertamina?
(REUTERS/Ap/AFP/MON)

Read More......

Indonesia-MalaysiaJangan Ambil Angklung Kami, Pakcik…

Rabu, 14 November 2007
Indonesia-MalaysiaJangan Ambil Angklung Kami, Pakcik…
Diplomasi kebudayaan dalam arti yang sesungguhnya terjadi pada Minggu (11/11) malam di Kuala Lumpur Convention Centre. Dan itu dilakukan dengan cerdik oleh seorang wanita yang bukan diplomat, tapi oleh seniman yang sehari- hari adalah instruktur (musik) angklung.
Lewat pergelaran angklung interaktif pada salah satu sesi "Malam Budaya Indonesia" di ibu kota negeri jiran tersebut, Ika Widyaningsih dari Saung Angklung Mang Udjo mengajari para undangan dari Malaysia tentang bagaimana seharusnya bermain angklung. Padahal, di Malaysia, seni tradisi ini sudah diklaim sebagai musik nasional kerajaan dengan label music bamboo malay dan (konon) tengah diupayakan untuk mendapat pengakuan UNESCO.
Di antara tamu kehormatan yang hadir adalah Menteri Kebudayaan Kesenian dan Warisan Nasional Kerajaan Malaysia Dato’ Sri Rais Yatim. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Jero Wacik, Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film Mukhlis PaEni, serta Halim Kalla dari Kadin Indonesia Komite Malaysia ikut duduk mendampingi Dato’ Sri Rais Yatim dalam satu meja.
Sebelum "permainan" dimulai, pemain-pemain angklung dari Saung Angklung Mang Udjo membagikan suvenir berupa sebuah angklung kepada setiap penonton. Dari atas panggung, Ika dengan fasih menuntun mereka bagaimana cara memegang dan membunyikan angklung yang benar. Dato’ Sri Rais Yatim bersama istri juga mengikuti peragaan Ika, yang kemudian disusul instruksi tentang bagaimana posisi dan cara menggerakkan angklung agar menghasilkan nada-nada dasar musik yang diinginkan.
Sebagian besar undangan terlihat hanyut mengikuti instruksi Ika. Mereka seperti menikmati permainan baru dari alat musik bambu yang sederhana, tetapi sungguh menakjubkan karena ternyata mampu menghasilkan nada-nada musik yang inspiratif dan menawan.
Awalnya, beberapa lagu dimainkan dengan tertatih-tatih. Sekitar 200 undangan semula kikuk memegang dan menggoyang-goyangkan alat musik bambu tersebut. Beberapa di antaranya bahkan tampak frustrasi, lalu meletakkan angklungnya di meja, sebelum akhirnya ikut kembali "bergabung" sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Di sinilah kepiawaian Ika Widyaningsih sebagai instruktur. Berkat pengalamannya selama bertahun-tahun sebagai instruktur, Ika mampu membangkitkan minat para "pembelajar" angklung untuk mengikuti setiap gerakan jari tangannya guna menemukan nada yang pas, sesuai irama lagu yang dimainkan.
"We are the best. Semoga dengan angklung persahabatan Indonesia-Malaysia tetap jaya," kata Ika memuji, setelah lagu Falling in Love dalam iringan musik angklung yang dimainkan secara interaktif itu mengumandang, dan diakhiri aplaus meriah.
Bermakna ganda
Misi kesenian yang diusung lewat program "Jembatan Budaya Indonesia-Malaysia" pada Minggu malam lalu sesungguhnya memiliki makna ganda. Di satu sisi, "Malam Budaya Indonesia" itu sebagai ungkapan persahabatan di antara kedua negara sebagai bangsa serumpun. Di sisi lain—diakui atau tidak—misi kesenian Indonesia kali ini juga untuk mengingatkan Malaysia pada etika dan nilai persahabatan yang hakiki.
Tindakan Malaysia dalam beberapa waktu terakhir terhadap bangsa Indonesia sempat menyulut sentimen negatif di Tanah Air. Hal itu terjadi lantaran sikap dan/atau langkah yang mereka tempuh dirasakan telah menyinggung harga diri dan martabat bangsa Indonesia.
Khusus di bidang kebudayaan, kegalauan itu dipicu klaim sepihak Malaysia atas produk-produk budaya Indonesia. Dalam kasus pematenan batik oleh Malaysia, misalnya, meski hanya menyangkut motifnya, citra yang kemudian mendunia akhirnya bisa memunculkan anggapan bahwa batik secara keseluruhan adalah milik Malaysia.
Begitu pun klaim Malaysia terhadap angklung, yang mereka pasarkan lewat dunia perpelancongannya sebagai music bamboo malay. Bukan tidak mungkin klaim ini akan meminggirkan posisi angklung di pergaulan antarbangsa lantaran Indonesia bisa dianggap sebagai pengekor.
"Padahal, dari sejarah dan penelitian yang kami lakukan, angklung benar-benar musik tradisi asli Indonesia," kata Satria Yanuar Akbar, Direktur Operasi Saung Angklung Mang Udjo.
Angklung merupakan alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke Bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Mang Udjo—tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda—mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas. Termasuk mereka yang berasal dari Malaysia.
Kini, setelah Malaysia menyatakan angklung sebagai musik nasional kerajaan, keinginan dari pemerintah negeri jiran itu untuk mendatangkan instruktur dari Saung Angklung Mang Udjo terus berdatangan. Dengan iming-iming gaji besar, mereka ingin agar dibentuk komunitas music bamboo malay di sana, lalu minta juga diajarkan bagaimana cara bermain angklung.
"Ika sebagai murid senior Mang Udjo beberapa kali ditawari pindah ke Malaysia. Namun, hingga sejauh ini kami hanya memberikan jawaban diplomatis: belum ada waktu. Kami sebetulnya juga ingin menyebarkan angklung ke seluruh dunia. Tapi, pada saat bersamaan apa tindakan pemerintah untuk memagari agar angklung tetap jadi milik kita?" kata Satria.
Atau, boleh jadi pandangan Mang Udjo (alm) terhadap masa depan angklung beberapa tahun lampau benar-benar akan jadi kenyataan. Bahwa, "Mungkin bangsa yang dihargai (dunia) adalah yang memelihara budaya, bukan yang menciptakannya". Jika itu yang terjadi, masih pantaskah kita bersikukuh untuk berkata kepada Malaysia: "Jangan ambil angklung kami, Pakcik…." (ken)

Read More......

Sunday, November 11, 2007

Segmentasi Posisi Keuangan Pribadi

Segmentasi Posisi Keuangan Pribadi
Elvyn G Masassya Praktisi keuangan
Anda tentu sering mendengar berbagai lembaga bisnis menggunakan istilah segmentasi. Mulai dari segmentasi pasar berdasarkan demografi, berdasarkan geografi, dan atau pendekatan lain.
Inti dari semua itu adalah agar lembaga bisnis bisa lebih mudah memilah-milah target pasar. Misalnya, segmen orang dewasa dibedakan dari segmen remaja. Atau pasar di daerah Kalimantan tentu tidak sama perilakunya dengan pasar di Sumatera dan sebagainya.
Lantas, apa hubungan segmentasi bisnis itu dengan keuangan pribadi? Hubungan langsung tidak ada, tetapi dalam bisnis jika salah menyegmentasikan pasar dan produk, maka kerap hanya menghasilkan kegagalan.
Hal yang sama juga bisa terjadi pada segmentasi keuangan pribadi. Apa maksudnya? Begini. Kita semua tentu memahami masyarakat hidup dengan berbagai gaya hidup. Ada istilah jet set society, ada pula kalangan yang hidupnya penuh hura-hura. Tragisnya, meski kesukaan sama, belum tentu semua penggemar pola hidup semacam itu memiliki kondisi keuangan yang sama.
Tidak heran bila kemudian kita mendengar istilah "lebih besar pasak daripada tiang", atau malah hidupnya selalu terjerat utang. Dengan kata lain, hidup dalam kenikmatan semu sesaat tatkala berada di lingkungan tersebut, tetapi sehari-harinya penuh dengan masalah keuangan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk lebih dahulu memahami sebenarnya Anda berada di segmen keuangan pribadi yang mana agar tidak terjerat dalam berbagai masalah keuangan yang Anda buat sendiri.
Untuk melihat segmentasi keuangan ini sebenarnya relatif mudah. Saat ini ada beberapa metode dalam mengklasifikasikan kelompok masyarakat. Mungkin Anda pernah mendengar istilah kelompok A, B, C di masyarakat. Atau yang lebih mudah, terkadang ada survei yang mengajukan pertanyaan berapa pendapatan Anda. Misalnya, apakah pendapatan Anda antara Rp 1 juta-Rp 5 juta per bulan, Rp 5 juta-Rp 10 juta per bulan, Rp 10 juta-Rp 20 juta per bulan, atau di atas Rp 20 juta per bulan.
Jika pendapatan Anda berada di atas Rp 20 juta per bulan, maka Anda tergolong kelompok A. Demikian seterusnya. Lantas, apa dampaknya? Jika Anda mengajukan aplikasi kartu kredit, dengan pendapatan di atas Rp 20 juta per bulan, maka Anda berpeluang memperoleh kartu emas. Atau malah kartu platinum jika pendapatan Anda jauh di atas Rp 20 juta per bulan. Nah, dengan pengelompokan seperti itu, otomatis Anda bisa mendapatkan indikasi Anda berada di segmen yang mana di kalangan masyarakat.
Lantas, apa korelasinya? Sederhana sekali. Jika pendapatan Anda berada di bawah Rp 5 juta per bulan tentu kurang pas jika ikut serta dalam gaya hidup yang pendapatannya di atas Rp 20 juta per bulan. Tentu bukan berarti Anda tidak boleh bergaul dengan mereka, tetapi dalam hal ini penekannya adalah pada perilaku konsumsi Anda.
Dengan kata lain, jika Anda berperilaku konsumsi yang sama dengan kalangan yang berpendapatan di atas Rp 20 juta per bulan, maka yang akan menuai masalah adalah Anda sendiri. Itu intinya.
Bukan lebih miskin
Kendati demikian, bukan berarti Anda lebih "miskin" ketimbang mereka yang berpendapatan di atas Rp 20 juta per bulan. Dalam definisi keuangan, kemapanan seseorang sebenarnya tidak selalu berbanding lurus dengan penghasilan, tetapi dilihat secara persentase berapa besar selisih positif antara pendapatan dan pengeluaran.
Jadi, sepanjang Anda tidak mengalami masalah dengan kondisi "kekurangan uang", maka sebenarnya Anda tergolong mapan. Dengan kata lain, kendati mobil Anda bukan Jaguar atau Mercedez Benz keluaran terbaru dan rumah Anda tidak seluas lapangan sepak bola, tetapi jika Anda tidak pernah stres karena utang, maka Anda berada dalam golongan yang mapan secara keuangan.
Oleh karena itu, terlepas Anda berada di segmen mana dalam konteks penghasilan, sebenarnya bukan berarti yang pendapatannya di atas Rp 20 juta per bulan otomatis lebih mapan daripada orang-orang yang pendapatannya di bawah Rp 5 juta per bulan.
Contoh konkretnya, jika kalangan berpendapatan Rp 20 juta per bulan membelanjakan uangnya sebesar Rp 18 juta per bulan, berarti konsumsinya mencapai 90 persen dari pendapatan. Di sisi lain, kalangan yang berpendapatan Rp 5 juta per bulan mungkin hanya menghabiskan Rp 3 juta per bulan untuk konsumsi atau sebesar 60 persen saja. Berarti yang pendapatannya Rp 5 juta per bulan malah lebih mapan meskipun bersifat relatif.
Lantas, apa langkah selanjutnya yang mesti dilakukan setelah Anda mengetahui segmentasi keuangan Anda dan bahkan tingkat "kemapanan" Anda dilihat dari perbandingan pendapatan vs pengeluaran secara persentase? Apakah persoalan sudah selesai? Jelas tidak.
Segmentasi keuangan baru merupakan dasar untuk merancang perencanaan keuangan yang lebih baik guna mencapai tujuan keuangan Anda. Seperti contoh di atas, umpamakan pendapatan Anda di bawah Rp 5 juta per bulan dan jika dilihat secara persentase pengeluaran dibanding pendapatan kondisi keuangan Anda cukup baik. Apakah Anda cukup puas dengan kondisi itu?
Tidak ada salahnya Anda berupaya meningkatkan penghasilan Anda. Salah satu caranya dengan investasi.
Lalu, investasi apa yang cocok untuk orang-orang dengan pendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan? Inilah pertanyaan yang penting untuk dikorelasikan dengan paparan di atas menyangkut gaya hidup.
Boleh jadi kalangan berpendapatan di atas Rp 20 juta per bulan senang bermain saham. Sebaiknya Anda jangan ikut-ikutan, sebab karakter setiap orang berbeda-beda. Dengan demikian, Anda mesti mencari jenis investasi yang cocok dengan karakter Anda dan kondisi keuangan Anda.
Yang paling masuk akal adalah investasi yang risikonya lebih rendah dibandingkan saham, misalnya reksa dana. Selain relatif berisiko lebih rendah, investasinya juga bisa dilakukan dalam jumlah tidak terlalu besar. Selamat mencoba. ***

Read More......

Keamanan DuniaKampanye Multikutub

Minggu, 11 November 2007
Keamanan DuniaKampanye Multikutub
Pieter P Gero
Parlemen Rusia atau Duma, Rabu (7/11), menyetujui dengan suara bulat, 418 lawan 0, membatalkan keikutsertaan Rusia dalam Pakta Kekuatan Konvensional di Eropa atau CFE. Rusia pun akan kembali menggelar pasukan di wilayahnya yang berbatasan dengan Eropa.
Apa yang dilakukan Duma (Majelis Rendah) sebenarnya langkah paling akhir dari Rusia yang ingin kembali berperan dalam kancah keamanan dunia. Semua ini bukan semata karena tampilnya Presiden Vladimir Putin di Kremlin dan keuntungan besar dari pendapatan minyak bumi yang membuat Rusia kuat lagi secara keuangan. Namun, hal itu sangat berkaitan erat dengan sikap arogan dari Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dalam NATO.
Invasi atas Irak dan Afganistan yang dilakukan pasukan Sekutu pimpinan AS dengan dalih mengejar teroris jelas sebuah perbuatan tak ubahnya polisi yang mengejar penjahat tanpa melihat batas dan kedaulatan sebuah negara merdeka. Rusia menolak aksi tersebut.
Belakangan Moskwa sudah tak sabar ketika Washington ternyata melakukan hal itu di negara-negara bekas sekutu Rusia di Pakta Warsawa. Memasang sistem pertahanan tameng rudal bernilai multimiliar dollar AS di Republik Ceko dan Polandia jelas sebuah pelecehan atas citra dan wibawa Rusia. AS bahkan juga berupaya memerdekakan Kosovo dari Serbia dan selanjutnya menjadi bagian dari sistem pertahanan ini.
Sekalipun proyek ini baru akan siap tahun 2012, Rusia melihat AS dan sekutunya kian menjadi-jadi. AS juga tidak paham dengan sejumlah manuver yang dilakukan Rusia yang intinya ingin meredam sikap AS yang sudah melampaui batas.
Presiden Putin sejak Juli 2007 sudah melepaskan ancaman akan membatalkan CFE apabila AS terus dengan sistem pertahanan tameng rudalnya. Sebelumnya, Rusia juga secara bertahap mulai memasok sejumlah peralatan perang ke negara-negara yang tak bisa mendapat senjata dari AS, termasuk Indonesia. Padahal, peralatan ini perlu dalam menjaga keutuhan negara dari aksi separatis.
Bulan Agustus, Putin secara resmi menghidupkan patroli jarak jauh pesawat pengebom strategis. Patroli ini sudah berhenti sejak 15 tahun lalu. Selain memberi alasan bahwa kekuatan itu selama ini lebih banyak di darat, Putin juga mengatakan bahwa selama ini ada pihak lain yang terus melakukan patroli.
Per 17 Agustus lalu, pengebom strategis jenis Tu (Tupolev)-95 yang dikenal dengan "bear" beraksi lagi. Sekitar 14 pesawat pengebom Tu-95 dilengkapi rudal, pesawat pendukung termasuk tanker, memulai tugas patroli dari tujuh pangkalan AU Rusia. Patroli ini akan melibatkan 20 pesawat dengan operasi yang bersifat reguler.
Rusia juga terus melakukan uji coba bom nonnuklir dengan kekuatan tak ubahnya bom nuklir. Bulan September lalu, Rusia mengklaim memiliki bom nuklir yang dijuluki "ayah semua bom" dengan kekuatan ledak setara 44 ton TNT. Lebih hebat dari bom serupa milik AS yang dikenal dengan "ibu semua bom" yang punya daya ledak setara 11 ton TNT. Rusia sukses melakukan uji coba bom nonnuklir ini.
Manuver akhir Rusia lainnya adalah kunjungan Putin ke Teheran, Iran, bulan lalu, menghadiri pertemuan puncak negara-negara Laut Kaspia. Muncul pernyataan bahwa negara-negara Laut Kaspia ini akan saling membantu jika ada dari mereka yang diserang pihak lain.
Tersirat dari kesepakatan ini adalah ancaman terhadap AS dan sekutunya (Israel) yang berniat menyerang pusat nuklir Iran. Iran memiliki pusat nuklir yang bisa menghasilkan hulu ledak nuklir. Iran sejauh ini sudah memiliki rudal Shahab-3 yang bisa dikembangkan untuk menjangkau Eropa.
Sebelumnya, Kremlin juga mengeluarkan pernyataan bahwa Rusia siap untuk segera menghasilkan misil jarak pendek dan menengah. "Kami memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memproduksi rudal-rudal tadi. Jika ada keputusan politik, jelas Rusia akan melakukannya segera mungkin," ujar Jenderal Nikolai Solovtsov, Kepala Kekuatan Misil Strategis Rusia.
Kembalinya Perang Dingin?
Sejumlah manuver Rusia ini mengundang spekulasi bakal kembalinya suasana Perang Dingin di mana perlombaan senjata, termasuk senjata nuklir, akan kembali lagi. Namun, boleh jadi, apa yang dilakukan Moskwa ini bagian dari menjaga keseimbangan dalam menjaga keamanan dunia. Sebuah kampanye multikutub yang belakangan ini didengungkan Putin.
Dengan kehadiran kekuatan multikutub, maka tindakan AS yang arogan tidak bisa terjadi begitu saja. Jika Washington terus memaksakan kehendaknya, maka tak terhindarkan terjadi konflik yang bisa menjerumuskan dunia ke perang baru.
Dengan Rusia kini mengerahkan pasukannya ke wilayahnya yang berdekatan dengan Eropa, jelas sebuah tekanan lainnya bagi anggota NATO di Eropa untuk menekan AS agar tak berbuat seenaknya. "Aliansi jelas khawatir dengan pengerahan pasukan ke wilayah Rusia barat," ujar James Appathurai, juru bicara NATO, seusai keputusan Duma membatalkan Pakta CFE.
Pakta CFE yang ditandatangani tahun 1990 dan kemudian diperbarui tahun 1999 intinya membatasi berbagai pergerakan dan aktivitas militer konvensional di Eropa. Tadinya pakta ini ditandatangani antara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Pakta Warsawa. Namun, seiring bubarnya Uni Soviet dan Pakta Warsawa, CFE diperbarui lagi tahun 1999.
Tetapi yang terjadi, CFE yang diperbarui ini tidak pernah disetujui NATO. Parlemen Rusia sudah menyetujuinya tahun 2004. Kehadiran sistem pertahanan tameng rudal di Republik Ceko dan Polandia jelas sebuah pelanggaran dalam CFE yang menekankan tidak ada peningkatan atau penggelaran militer di Eropa, termasuk di bekas sekutu Uni Soviet (Rusia).
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Rusia Jenderal Yury Baluyevsky juga mengatakan bahwa NATO telah melanggar batasan yang diatur CFE dengan melampaui batasan hampir 6.000 tank, 10.822 kendaraan tempur, 5.000 unit artileri, hampir 1.500 pesawat tempur, dan lebih dari 500 helikopter serang.
"Pembatalan CFE jelas sebuah kerugian besar yang menyakitkan bagi negara-negara Eropa," ujar Baluyevsky. NATO menilai langkah Rusia membatalkan CFE jelas sebuah keputusan yang sangat disesalkan.
Menahan diri
Rusia dengan berbagai manuver unjuk kekuatan militernya ini bertujuan untuk mengajak pihak lain, terutama AS dan NATO, untuk lebih menahan diri. AS dan NATO tak bisa begitu saja bertindak seperti penentu dari masa depan dunia dengan bertindak melampaui wilayah dan kedaulatan pihak lain.
Kampanye multikutub yang didengungkan Rusia pantas mendapat perhatian dan dukungan semua, terutama negara-negara yang selama ini oleh AS dan sekutunya dicap sebagai "negara setan", penebar teror. Dan, hanya AS dan sekutunya yang bisa memiliki senjata nuklir, yang bisa menentukan nasib sebuah pemerintahan di sebuah negara hanya karena pemimpinnya tak suka dengan kebijakan AS.
Mencegah nuansa Perang Dingin yang mulai terasa dengan kehadiran kekuatan militer Rusia rasanya perlu kehadiran seorang pemimpin di Gedung Putih yang lebih senang perdamaian. Pemimpin yang lebih mengutamakan dialog dibandingkan mengerahkan pasukan. Sebuah awal dari perang panjang tanpa akhir yang kini terlihat di Irak.

Read More......

Saturday, November 10, 2007

Imam Bonjol, Dikenang Sekaligus Digugat

02Imam Bonjol, Dikenang Sekaligus Digugat
Suryadi
Selama 62 tahun Indonesia merdeka, nama Tuanku Imam Bonjol hadir di ruang publik bangsa: sebagai nama jalan, nama stadion, nama universitas, bahkan di lembaran Rp 5.000 keluaran Bank Indonesia 6 November 2001.
Tuanku Imam Bonjol (TIB) (1722-1864), yang diangkat sebagai pahlawan nasional berdasarkam SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, 6 November 1973, adalah pemimpin utama Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1837) yang gigih melawan Belanda.
Namun, baru-baru ini muncul petisi, menggugat gelar kepahlawanannya. TIB dituduh melanggar HAM karena pasukan Paderi menginvasi Tanah Batak (1816-1833) yang menewaskan "jutaan" orang di daerah itu (http://www.petitiononline. com/bonjol/petition.html).
Kekejaman Paderi disorot dengan diterbitkannya buku MO Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinamabela Gelar Tuanku Rao: Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833 (2006) (Edisi pertama terbit 1964, yang telah dikritisi Hamka, 1974), kemudian menyusul karya Basyral Hamidy Harahap, Greget Tuanku Rao (2007).
Kedua penulisnya, kebetulan dari Tanah Batak, menceritakan penderitaan nenek moyangnya dan orang Batak umumnya selama serangan tentara Paderi 1816-1833 di daerah Mandailing, Bakkara, dan sekitarnya (Tempo, Oktober 2007).
Mitos kepahlawanan
Munculnya koreksi terhadap wacana sejarah Indonesia belakangan ini mencuatkan kritisisme terhadap konsep pahlawan nasional. Kaum intelektual dan akademis, khususnya sejarawan, adalah pihak yang paling bertanggung jawab jika evaluasi wacana historis itu hanya mengakibatkan munculnya friksi di tingkat dasar yang berpotensi memecah belah bangsa ini.
Ujung pena kaum akademis harus tajam, tetapi teks-teks hasil torehannya seyogianya tidak mengandung "hawa panas". Itu sebabnya dalam tradisi akademis, kata-kata bernuansa subyektif dalam teks ilmiah harus disingkirkan si penulis.
Setiap generasi berhak menafsirkan sejarah (bangsa)-nya sendiri. Namun, generasi baru bangsa ini—yang hidup dalam imaji globalisme—harus menyadari, negara-bangsa apa pun di dunia memerlukan mitos-mitos pengukuhan. Mitos pengukuhan itu tidak buruk. Ia adalah unsur penting yang di-ada-kan sebagai "perekat" bangsa. Sosok pahlawan nasional, seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Sisingamangaraja XII, juga TIB, dan lainnya adalah bagian dari mitos pengukuhan bangsa Indonesia.
Jeffrey Hadler dalam "An History of Violence and Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol and Uses of History" (akan terbit dalam Journal of Asian Studies, 2008) menunjukkan, kepahlawanan TIB telah dibentuk sejak awal kemerdekaan hingga zaman Orde Baru, setidaknya terkait tiga kepentingan.
Pertama, menciptakan mitos tokoh hero yang gigih melawan Belanda sebagai bagian wacana historis pemersatu bangsa.
Kedua, mengeliminasi wacana radikalisme Islam dalam upaya menciptakan negara-bangsa yang toleran terhadap keragaman agama dan budaya.
Ketiga, "merangkul" kembali etnis Minang ke haribaan Indonesia yang telah mendapat stigma negatif dalam pandangan pusat akibat peristiwa PRRI.
Kita tak yakin, sudah adakah biji zarah keindonesiaan di zaman perjuangan TIB dan tokoh lokal lain yang hidup sezaman dengannya, yang kini dikenal sebagai pahlawan nasional.
Kita juga tahu pada zaman itu perbudakan adalah bagian sistem sosial dan beberapa kerajaan tradisional Nusantara melakukan ekspansi teritorial dengan menyerang beberapa kerajaan tetangga. Para pemimpin lokal berperang melawan Belanda karena didorong semangat kedaerahan, bahkan mungkin dilatarbelakangi keinginan untuk mempertahankan hegemoni sebagai penguasa yang mendapat saingan akibat kedatangan bangsa Barat. Namun, mereka akhirnya menjadi pahlawan nasional karena bangsa memerlukan mitos pemersatu.
Bukan manusia sempurna
Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang Minangkabau dan Mandailing atau Batak umumnya.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni melibatkan diri dalam perang itu karena "diundang" kaum Adat.
Pada 21 Februari 1821 mereka resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Paderi. Ikut "mengundang" sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Muningsyah yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto Tangah, dekat Batu Sangkar, pada 1815 (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan, 2007:136-41).
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Agama melawan Belanda. Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB)— transliterasinya oleh Sjafnir Aboe Nain (Padang: PPIM, 2004), sebuah sumber pribumi yang penting tentang Perang Paderi yang cenderung diabaikan sejarawan selama ini—mencatat, bagaimana kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda.
Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Di ujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau sendiri.
Dalam MTIB, terefleksi rasa penyesalan TIB atas tindakan kaum Paderi atas sesama orang Minang dan Mandailing. TIB sadar, perjuangannya sudah melenceng dari ajaran agama. "Adapun hukum Kitabullah banyaklah yang terlampau dek oleh kita. Bagaimana pikiran kita?" (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?), tulis TIB dalam MTIB (hal 39).
Penyesalan dan perjuangan heroik TIB bersama pengikutnya melawan Belanda yang mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837)—seperti rinci dilaporkan De Salis dalam Het einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van Bondjol 1834-1837: Een bronnenpublicatie [Akhir Perang Paderi: Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837; Sebuah Publikasi Sumber] (2004): 59-183—mungkin dapat dijadikan pertimbangan untuk memberi maaf bagi kesalahan dan kekhilafan yang telah diperbuat TIB.
Kini bangsa inilah yang harus menentukan, apakah TIB akan tetap ditempatkan atau diturunkan dari "tandu kepahlawanan nasional" yang telah "diarak" oleh generasi terdahulu bangsa ini dalam kolektif memori mereka.
Suryadi Dosen dan Peneliti pada Opleiding Talen en Culturen van Zuidoost-Aziƫ en Oceaniƫ, Universiteit Leiden, Belanda

Read More......

"Macet Total"

Read More......

Friday, November 09, 2007

Menghitung Hari Jatuhnya Vonis FIFA

Menghitung Hari Jatuhnya Vonis FIFA

MH SAMSUL HADI

Pesan badan sepak bola dunia FIFA sangat jelas. Pertama, PSSI harus memilih ulang ketuanya; kedua, Nurdin Halid harus lengser dan tak bisa dijadikan ketua. PSSI membangkang dan melawan FIFA, mirip semut lawan gajah. Sanksi pembekuan itu sudah di depan mata.

Begitu sanksi FIFA turun, tim futsal Kuwait langsung didiskualifikasi dari Asian Indoor Games. Laga Kuwait versus Timor Leste batal digelar, Kuwait dinyatakan kalah 0-3. Seluruh pemain dan ofisial tim futsal Kuwait dipulangkan saat itu juga.

"Yang membuat saya merinding, para wasit dari Kuwait juga dicoret, tak boleh memimpin laga, dan langsung dipulangkan," tutur Puji. Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) juga mencoret seluruh wasit Kuwait dari laga internasional di Asia. Klub-klub Kuwait tak bisa berlaga di Liga Champions Asia, timnas mereka juga diharamkan tampil di kualifikasi Piala Dunia. Sepak bola Kuwait kini terkucil dari keluarga besar sepak bola dunia.

Jangan lupa, sanksi pembekuan itu hasil rekomendasi Komite Asosiasi FIFA—komite yang diremehkan pengurus PSSI—pada Komite Eksekutif FIFA, 28 Oktober lalu. Dengan pembangkangan yang masih diperlihatkan PSSI, sepak bola Indonesia bagai menghitung hari untuk dibekukan seperti Kuwait saat ini.

"Jika sebuah asosiasi sepak bola menjadi anggota FIFA, mereka harus mematuhi aturan-aturan FIFA. Mereka tidak boleh menentangnya," tegas Joseph Sepp Blatter di Kuala Lumpur, Selasa lalu, seperti dikutip AFP.

Segelintir pengurus PSSI kini tengah menantang arus besar dengan mengorbankan kepentingan puluhan juta publik bola se- Tanah Air dan martabat bangsa Indonesia di mata internasional. Sampai Kamis (8/11) kemarin, saat tulisan ini dibuat, mereka tak segera mematuhi FIFA.

PSSI "bungker" Nurdin

Mengapa Nurdin Halid tidak segera mau mundur? Ini tak lepas dari posisi Ketua PSSI sebagai "bungker" yang nyaman baginya. Dengan sederet kasus pidana mengantre di depan matanya, Nurdin membutuhkan zona yang, menurut dia, memungkinkan dia tak tersentuh.

Zona itu terdapat pada Ketua PSSI. Dengan jabatan itu, ia bisa duduk sejajar dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di stadion ketika timnas Indonesia berlaga di Piala Asia, Juli lalu. Begitu kokohnya, ia tak mungkin diintervensi pemerintahan SBY.

Itu sebabnya, ia dan sejumlah tangan kanannya di kepengurusan PSSI berusaha melanggengkan jabatan. April lalu, setahun sebelum jabatannya berakhir, Nurdin merekayasa Musya- warah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Makassar, tanah kelahirannya.

Awalnya, seperti sering didengungkan PSSI kepada publik lewat pers, Munaslub itu untuk mengubah Pedoman Dasar PSSI agar sesuai standar statuta FIFA. Namun, dua hari sebelum Munaslub berakhir, Munaslub dibelokkan menjadi Musyawarah Nasional (Munas) yang menetapkan kembali Nurdin jadi Ketua Umum PSSI 2007-2011.

FIFA tak seperti AFC

FIFA selaku badan tertinggi sepak bola yang menaungi 208 negara—lebih besar dari PBB yang beranggotakan 192 negara— jeli melihat kejanggalan di Makassar. Pemilihan Ketua PSSI 20 April lalu tak sejalan dengan Pedoman Dasar (PD) PSSI, yang harus digelar 30 hari setelah itu.

PD PSSI, yang katanya telah disesuaikan dengan standar statuta FIFA, ternyata masih melenceng dari prinsip-prinsip dasar FIFA, misalnya dihapuskannya klausul larangan bagi kriminal untuk dipilih menjadi ketua PSSI. Maka, Juni lalu, Komite Asosiasi FIFA mengirim surat ke PSSI, meminta PSSI memilih ulang ketuanya.

Surat itu disembunyikan pengurus PSSI dari publik. Saat Piala Asia digelar, 7-29 Juli lalu, Nurdin berusaha runtang-runtung dengan Presiden AFC Mohamed bin Hammam dan Presiden FIFA Joseph Sepp Blatter agar ia dilihat didukung dua orang penting itu.

Namun, FIFA adalah FIFA. Tidak seperti AFC yang sering kompromi, dalam sidang di Zurich, 28 Oktober, FIFA kembali mengingatkan PSSI memilih ketuanya. Di Kuala Lumpur, Selasa lalu, Blatter mengingatkan lebih tegas agar PSSI mematuhi FIFA.

"Kami telah berikan jalan keluarnya dan ini harus dipatuhi," kata Blatter. Desember nanti, Komite Eksekutif FIFA kembali bersidang di Tokyo, bersamaan dengan Kejuaraan Antarklub Dunia. Akankah sanksi pembekuan itu diputus di sana? Mungkin saja jika pengurus PSSI masih tetap membandel di depan FIFA.

Read More......

Apa yang Kau Cari, PSSI?

Apa yang Kau Cari, PSSI?

Judul tulisan ini terinspirasi film karya seniman kenamaan Asrul Sani, "Apa yang Kau Cari, Palupi?", film terbaik Festival Film Asia 1970. Judul film itu relevan untuk mengetuk hati para pengambil keputusan di PSSI, organisasi sepak bola kita, yang kini diperingatkan Badan Sepak Bola Dunia (FIFA), tetapi anehnya justru melawan. Apa daya, PSSI kini di tepi jurang kehancuran yang digali pengurusnya sendiri. Andai pendiri PSSI Soeratin Sosrosoegondo masih hidup, dia pasti menitikkan air mata.

"Amunisi" pertama adalah surat dari FIFA kepada PSSI pada Juni 2007, hanya kurang dari dua bulan setelah Nurdin terpilih di Munas. Isi surat itu: permintaan pemilihan ulang ketua umum PSSI. FIFA beralasan, PSSI melanggar Pedoman Dasar (PD)-nya sendiri, khususnya Pasal 16 Ayat (1), yang berbunyi: "Keputusan yang diambil Munas diberlakukan kepada anggota, 30 hari setelah Munas berakhir." Faktanya, PD ini langsung berlaku sehari setelah disahkan, dengan digelarnya pemilihan ketua umum yang memilih Nurdin secara aklamasi.

Logika FIFA sangat rasional. Seharusnya, setelah PD disahkan Munas, bergulir dulu sosialisasi PD PSSI ke berbagai penjuru Tanah Air. Termasuk sosialisasi tentang agenda pemilihan ketua umum, yang memungkinkan para kandidat ketua umum bersiap diri.

Surat itu dikirim ketika Indonesia tengah bersiap menjadi tuan rumah Piala Asia 2007, Juli lalu. Sehingga, publik pencinta bola pun sedang berada dalam eforia Piala Asia. Dan PSSI sendiri, celakanya, tak pernah jujur kepada anggotanya bahwa mereka diminta menggelar pemilihan ulang. Informasi ini pun lenyap ditelan angin.

"Gemerlap" Piala Asia berlalu. FIFA yang suratnya tidak mendapat respons signifikan dari PSSI lalu merilis berita pengiriman surat itu di situs FIFA, akhir Oktober lalu. Gonjang-ganjing terjadi karena PSSI secara terbuka menolak keras pemilihan ulang ketua umum. "Amunisi" terakhir atau bisa disebut pamungkas adalah pernyataan Presiden FIFA Sepp Blatter, yang dikutip kantor berita AFP, Selasa (6/11).

Tanpa basa-basi

Tanpa basa-basi, Blatter menegaskan bahwa PSSI harus segera mengganti Nurdin Halid. Nurdin, seperti kalimat di berita AFP, punya reputasi memalukan karena terlibat kasus pidana korupsi. Dan pribadi yang punya catatan kriminal, tak bisa menduduki kursi pengurus asosiasi sepak bola, apalagi tampil sebagai ketua umum. Ini bunyi artikel ketujuh Kode Etik FIFA, yang sedikitpun tak termaktub di Pedoman Dasar PSSI. Aturan serupa juga tercantum dalam Pasal 32 Standar Statuta FIFA.

Bagaimana, PSSI? Ah, mereka menganggap semua ini bagai angin lalu. Bahkan, saat Komite Olahraga Nasional (KON) mempertanyakan hal ini langsung kepada FIFA, dan mendapat jawaban senada dengan surat FIFA, PSSI tetap abai. Sekretaris Jenderal PSSI Nugraha Besoes, Ketua Komite Media Mafirion, dan Ketua Komite Tetap Legal PSSI Syarif Bastaman berkilah bahwa sampai sekarang mereka tak menerima sepucuk pun surat dari FIFA. Bahkan, Nurdin, yang kini sedang dibui, punya akses menjelaskan masalah ini kepada Ketua KON Rita Subowo dan beberapa kali diwawancarai jurnalis.

Jika ini terjadi ketika prestasi sepak bola Indonesia "bersinar" di kancah internasional, mungkin publik masih bisa toleran. Tetapi, di tengah paceklik prestasi, kompetisi yang tercoreng oleh tawuran antarsuporter dan skandal pengaturan skor, plus karut-marut keorganisasian yang demikian akut, siapa lagi yang bisa memaafkan?

Apa yang kau cari, PSSI? Ketika surat FIFA sudah dikirimkan dan Presiden FIFA Sepp Blatter melontarkan penegasan, aspek legal apa lagi yang masih diperlukan? Jangan-jangan PSSI kini justru sedang menunggu surat pembekuan keanggotaan. Dan itu berarti, tiada lagi tim dengan logo Burung Garuda di kancah internasional.

PSSI kita ternyata hidup sendirian, menganut kebenaran ala mereka sendiri, jauh dari prinsip kebenaran masyarakat kebanyakan. Tak beda jauh dengan katak di bawah tempurung, PSSI hidup logika yang terpisah dari komunitas di luar tempurung. Ia terasing. Sunyi! (ADI PRINANTYO)

Read More......

Tuesday, November 06, 2007

"Kaisar Bugil"

"Kaisar Bugil"

Tengah malam tinggal setengah jam lagi, tetapi di sekitar Mal Pondok Indah macet total Jumat (2/11) itu. Oh, hampir pecah bentrok aparat melawan warga yang menolak bus transjakarta.

Mereka mempertahankan setiap jengkal tanah seperti milik pribadi persis Nurdin Halid dan sekutu-sekutu dekatnya memperlakukan PSSI.

Di lain pihak Pemerintah Provinsi DKI tidak menjalankan taktik "pisau Swiss Army" yang berprinsip "menggunakan cara berbeda untuk mencapai tujuan yang berbeda pula".

Mereka mesti bersikap asertif untuk menghadapi sebagian ulah warga Pondok Indah.

Bus transjakarta (quality bus) bermaksud mengangkut penumpang sampai ke tujuan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Telah setengah abad bus di Ibu Kota tak pernah tepat waktu.

Quality bus melayani rute menengah atau jauh, misalnya, mengangkut mereka yang tinggal di pinggir Jabodetabek ke perkantoran di Jakarta Pusat. Jumlah halte persinggahannya pun sedikit saja.

Syarat lain bus transjakarta butuh jalur khusus yang dibangun untuk itu, termasuk model monorel. Kalau bus transjakarta dioperasikan di-mixed traffic yang sudah macet, sama aja boong.

Pemprov DKI salah, tetapi tak pantas mengajukan mereka ke pengadilan menuntut bus transjakarta dibatalkan.

Tak ada pilihan lain bagi Pemprov DKI kecuali bersikap tegas. Mulailah dengan pembongkaran portal dan polisi tidur di Pondok Indah agar semua jalur alternatif dapat dimanfaatkan.

Aparat dan pos keamanan bertebaran, portal tak dibutuhkan. Polisi tidur yang menghambat kecepatan toh bisa digantikan marka-marka jalan.

Jalan di Pondok Indah macet karena mobil-mobil parkir seenaknya di tepi jalan menghadiri kenduri di rumah ketua umum sebuah parpol. Saya selalu membatin, ih, belum jadi presiden aja udah kayak gini.

TTI (Texas Transportation Institute) di Texas A&M University di Amerika Serikat (AS) menyimpulkan Jakarta kota termacet di dunia bersama Bangkok (Thailand), Cairo (Mesir), Chennai (India), Sao Paulo (Brasil), serta Beijing dan Shanghai (China).

Kenapa? Menurut TTI alasannya sederhana: di tujuh kota itu jumlah sepeda dan sepeda motor sudah berlebihan. Mereka memperlambat laju karena suka meliuk kayak atlet ski air slalom. Kalau mobil terdepan kaget dan ngerem, mereka yang di belakang mengikutinya.

Tak ada lagi "jarak aman" di wilayah sekitar kendaraan yang tak boleh disusupi kendaraan lain. Jarak aman yang terjaga menjamin alur agar lancar karena sopir tak gonta-ganti injak rem dan gas dengan cepat.

Kalau jarak aman tak terjaga, terjadi efek domino yang mengakibatkan traffic delay. Akhirnya terjadi saling serobot dan road rage yang membuat pengendara Jakarta cepat naik darah.

Sederhana, kan? Namun, kelakuan pengendara motor di Jakarta sudah lama jadi bahan gunjingan.

Diatur wajib menghidupkan lampu besar ternyata cuma kuat satu-dua hari. Diminta tetap di lajur kiri, malah "menari-nari".

Saya heran, jika tabrakan, mereka saling memaafkan? Namun, kalau berurusan dengan mobil, urusan kecelakaan jadi isu kesenjangan sosial.

Banyak pengendara mobil yang setali tiga uang. Saya telah lama menyimpulkan kita tak bisa hidup dalam kondisi lalu lintas yang teratur.

Kita tiap hari curang, tetapi gemar meneriakkan demokrasi daripada mempraktikkannya. Andai dilakukan "pemutihan" SIM oleh tenaga dari luar negeri untuk mengawasi ujian lisan dan praktik SIM, lebih dari 90 persen tak akan lulus.

Pengendara Jakarta belum paham bahwa menyopir pekerjaan penuh tanggung jawab. Orang asing di sini kenal pemeo "every second is a miracle".

Memilih rute saja butuh persiapan kayak mau perang. Nyawa tak ada harganya karena jalan di Jakarta lebih berbahaya dibandingkan dengan di Baghdad sana.

Tiap sopir di AS menghabiskan 14 hari di tengah kemacetan dan negara rugi 78 miliar dollar AS per tahun. Tahun 2000 polusi membunuh lebih dari 40.000 orang di Austria, Perancis, dan Swiss.

TTI menyarankan kota macet memberlakukan "non-peak rush-hour times" bagi yang memiliki jadwal kerja fleksibel. Tak sedikit perusahaan asing di Jakarta menerapkan aturan masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 16.00.

Bisa saja jadwal belajar siswa SD sampai universitas dimundurkan ke pukul 09.00. Angkutan bisnis, seperti layanan antar barang, berlaku petang sampai malam hari. Truk dan sejenisnya boleh masuk Jakarta tengah malam sampai subuh. Carpooling telah jadi alternatif untuk mengurangi kemacetan di banyak negara.

Saya khawatir kesumpekan Jakarta, yang sebentar lagi bertambah karena ancaman banjir, meledak jadi pembangkangan massal. Sayang sikap pemimpin "jauh panggang dari api".

Saya berkhayal negeri yang sedang krisis ini masih dipimpin Angkatan 1945 yang merebut kemerdekaan. Pertama-tama mereka pasti bertanya, "Bagaimana rakyat di luaran?"

Mereka segera menyepi, merenung, dan berupaya mencari solusi.

Apalagi bicara tentang perlunya rumah mereka segera direnovasi. Atau mengemis dana Rp 49 triliun untuk Pemilu 2009 yang memilih "lu lagi lu lagi".

Saya ingat cerita Kaisar Bugil. Ia yakin dirinya hebat walau pandir, kostumnya mewah meski tanpa sehelai benang pun, dan dicintai rakyat.

Padahal rakyat menertawakannya. Ha-ha-ha....

Read More......

Monday, November 05, 2007

Menatap Realitas di Trotoar Jalan Thamrin

gerak jalan
Menatap Realitas di Trotoar Jalan Thamrin

Minggu (4/11) pukul 07.30, Jalan Thamrin menuju Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, menghijau. Sekitar 5.000 orang berpakaian hijau memenuhi jalan yang untuk beberapa saat ditutup untuk kendaraan umum.

Teduhnya jalan yang dipayungi pohon-pohon tinggi menambah kenyamanan kegiatan gerak jalan untuk puncak peringatan Hari Osteoporosis Nasional. Di antara ribuan peserta gerak jalan yang umumnya perempuan, ikut serta Ibu Negara Ny Ani Bambang Yudhoyono. Ny Ani berjalan didampingi Ny Mufidah Kalla dan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.

Rute yang ditempuh adalah Lapangan Monas-Bundaran Hotel Indonesia-Lapangan Monas dengan total 10.000 langkah.

Melangkah 10.000 kali sehari merupakan cara sederhana untuk pencegahan osteoporosis (kekeroposan tulang). Jalan kaki merupakan aktivitas fisik yang baik, benar, dan terukur untuk mencegah kekeroposan tulang.

Keceriaan terpancar dari wajah-wajah peserta, begitu juga Ani, Mufidah, dan Siti. Tangan mereka melambai jika ada yang memanggil dari tepi jalan.

Setelah 2.500 langkah dilakukan, kelelahan mulai tampak. Petugas mengarahkan Ani, Mufidah, dan Siti ke halaman Hotel Sari Pan Pasific. Sedan hitam RI 30 telah menunggu penumpangnya yang sudah melepas topi untuk berkipas-kipas. Namun, Ani dan Mufida menolak istirahat karena masih kuat.

Dari jalan raya, ketiganya terus melangkah menyusuri trotoar. Para petugas yang mengira Ibu Negara mengakhiri langkahnya setelah 2.500 langkah, terlihat kerepotan. Namun, karena ketidaksengajaan itulah, Ibu Negara dan wakilnya bisa menatap realitas telanjang.

Di trotoar, Ibu Negara melihat pengasong yang berjuang mencari hidup di Jakarta yang baru bangun dari tidur. Pakaian pengasong kumal dan matanya merah seperti kurang tidur.

Di halte, Ibu Negara melihat para pekerja malam yang akan pulang menunggu angkutan umum. Rambut mereka kusut dan konsentrasi buyar. Saat diminta berdiri karena Ibu Negara mau lewat, mereka kebingungan tak bereaksi. Ibu Negara tetap tersenyum dan menyapa mereka. Saat disapa, mereka baru celingukan tersadar dan berdiri menyalami.

Di bawah jembatan transjakarta di pusat perbelanjaan Sarinah, tidur dengan nyenyak lelaki setengah baya yang kumal dengan plastik bungkusan di sisinya. Petugas kepayahan dan gagal membangunkannya saat Ibu Negara lewat.

Selepas Sarinah, Ibu Negara, diikuti Mufidah dan Siti, mengakhiri langkahnya. Di pedomater Ibu Negara (alat ukur langkah) tercatat 3.735 langkah. "10.000 langkahnya nanti kalau bareng Pak SBY," ujarnya.

Dengan 10.000 langkah dengan Presiden Yudhoyono, realitas hidup rakyat akan lebih banyak dijumpai dan ditatap. Karena bersama Kepala Negara, tatapan itu akan mendasari kebijakan yang makin nyata prorakyat. (Wisnu NUgroho)

Read More......