Saturday, July 26, 2008

Menjaring Rupiah Dengan Busana Muslim

Sebenarnya bisnis busana Muslim bisa berjalan sepanjang tahun. Hanya saja pada musim-musim tertentu, seperti Lebaran dan Hari Raya Haji, bisnis ini banjir rezeki. Kalau dilihat dari trennya, bisnis busana Muslim semakin menggeliat sejak tahun 2000 lalu. Ketika itu orang sudah tidak ragu-ragu lagi pergi ke kantor, pasar, kampus, dan ke tempat publik lainnya dengan mengenakan busana Muslim.

Bak gayung bersambut, para designer dan pebisnis baju Muslim menangkap peluang ini. Mereka menghadirkan busana-busana Muslim yang nyaman dipakai, simpel, ringan, tidak ribet dan tetap modis. "Kita ingin menghilangkan anggapan bahwa dengan baju Muslim kita bakal kehilangan gaya," kata Marketing Manager Labello, Farah piba Fajar

Peluang usaha ini juga dicium oleh Tati Hartati, owner Dannis Collection. la memulai bisnis baju Muslim tahun 1996 dengan fokus pada busana Muslim anak-anak. Alasannya, pada waktu itu busana Muslim untuk anak belum ada yang menggarap. Model pakaian Muslim anak masihh lusuh-lusuh, dan belum banyak variasi. "Padahal waktu itu lagi booming kegiatan mengaji dengan metode iqra' untuk kalangan anak-anak," cetus Cici, panggilan akrab Tati Hartati.'

Berawal dari hobi
Besarnya animo masyarakat untuk berbusana Muslim tentu merupakan peluang bisnis yang pantas dilirik. Kalau saat ini Anda punya hobi jahit-menjahit atau mendisain pakaian, sebaiknya mencoba terjun ke bisnis ini. Karena banyak pengusaha busana Muslim yang sukses bermula dari sebuah hobi. Farah Diba Jafar menceritakan, Ony Jafax sebagai perintis Labello menekuni bisnis ini karena kegemarannya merancang dan menjahit pakaian.

Waktu itu Ony Jafar yang seorang ibu rumah tangga merasa memiliki banyak waktu luang karena anak-anaknya masih kecil. Kemudian ia mengisinya dengan membuat pakaian yang sebenarnya untuk anak-anaknya sendiri. "Tapi ketika ditawarkan ke teman-teman arisan laku juga," kisah Farah.

Begitu pula dengan Cici sejak resmi menajdi ibu rumah tangga, Alumni nstitut Tehnologi Bandung (ITB) ini tak lagi kerja kantoran. Ia lebih emmilih memanfaatkan keahliannya mengambar dan mendesain pakaian untuk mengisi waktu luang setelah merampungkan pekerjaan rumah dan mengurus anak. Diselah-sela waktu luangnya. Cici bisa menghasilkan 50 potong pakaian perbulan yang di desain, dijahit dan dibordir sendiri.

Siapa sangka usaha yang bei mula dari sebuah-coba-coba ir membawa hasil yang menakjubkan. Kini kapasitas produksinya mencapai 35 ribu potong, memiliki omset Rp2 miliar per bulan dengan melibatkan 1.000 orang pekerja. "Selalu berpikir sesuatu yang dibutuhkan tapi belum ada, itu akan memudahkan kita dalam berbisnis," tuturnya membeberka kunci suksesnya dalam berbisnis busana Muslim.

Perjelas segmen
Kalau Anda ingin terjun ke bisnis ini, sebaiknya memperjelas segmen pasar yang hendak dituju. Dari pengalaman Cici, akan kesulitan menawarkan busana Muslim ketika tidak memiliki segmen pasar yang jelas. Sebelum mengenal jati diri produknya, ia sempat pontang-panting memasarkan busana Muslim hasil jahitannya.

Awalnya ketika ditawarkan ke toko-toko di Surabaya selalu ditolak. Tapi memang sudah sepantasnya ditolak, karena ia menawarkannya ke toko pakaian untuk anak-anak gaul. Waktu itu saya mulai berpikir, tuturnya, ternyata produk ini harus jelas targeting, posisioning dan segmenting-nya.

"Dulu saya menawarkannya ke asal toko pakaian dan banyak yang nolak, akhirnya saya fokuskan produk ini untuk toko busana Muslim kalangan menengah atas," jelas Cici.

Dengan membidik segmen pasar tertentu, pengusaha bisa lebih fokus untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Sebagaimana Labello, dengan membidik segmen kelas menengah atas, ia selalu berusaha menghadirkan busana Muslim dengan rancangan yang berbeda-beda dan berbahan sutera. Bahkan bisa jadi satu disain pakaian hanya dipakai untuk satu potong saja.

"Kadang orang kan ingin selalu tampil beda tidak ingin melihat pakaian yang itu-itu saja, bahkan tidak mau sama dengan punya orang lain," tukas Farah.

Untuk segmen menengah-atas persoalan harga memang tidak begitu berpengaruh. Pengusaha tidak usah repot-repot menekan ongkos agar harga jual menjadi lebih ringan. Justru yang terpenting, pengusaha harus memiliki sense of art untuk menyentil loyalitas pelanggan dengan disain-disain menarik dan selalu menawarkan material baru.

Kalau belum punya kemampuan dalam hal disain, sebaiknya menembak segmen menengah-bawah. Tapi pengusaha perlu memikirkan harga yang lebih kompetitif. "Seandainya harga sama dengan punya kompetitor, kita harus tetap memiliki kelebihan. Misalnya jahitan kita lebih kuat, bordiran tidak cepat brodol, atau lingkar kepalanya pas," ujar Cici.

Bicara soal keuntungan, untuk sebuah potong baju Muslim anak dibutuhkan modal Rp65 ribu. Nanti sampai ke tangan konsumen harga bandrolnya mencapai Rp160 ribu.

Bisa berjamaah
Ternyata untuk bisa sukses berbisnis busana Muslim tidak harus berkantong tebal. Cici misalnya, ia tidak pernah menyangka dari modal awal Rp1 juta bisa menghasil kan omset Rp2 miliar per bulannya. Kenapa bisa demikian? Ternyata Cici tidak kerja sendirian. la menjalin kerjasama dengan orang lain dalam hal produksi dan pemasaran produknya.

Dengan cara kerja seperti itu, ia tidak perlu punya toko pakaian atau pabrik konveksi untuk mengoperasikan bisnisnya. la menggunakan sistim keagenan untuk memasarkan produknya. "Rencananya tahun ini baru akan membuat toko Dannis Collection di beberapa kota," tukasnya.

Begitu pula dengan produksinya, ia tidak menangani sendiri semua kegiatan produksi. Untuk urusan jahit-menjahit ia serahkan kepada orang lain yang mau diaja kerjasama. Dari 1000 orang penjahit yang menopang usahanya, 75 orang di antaranya merupakan mitra kerja. Tugas Cici hanya menyiap kan disain, bahan pakaian dan memasang label merek.

Kerja dengan cara berjamaah ini, katanya, bisa meringankan beban pikiran dan biaya operasional. Dengan sistim kerja seperti ini ia bisa lebih fokus untuk melakuka inovasi produk dan pengembangan usaha. "Coba bayangkan kalau saya harus punya pabrik dan mengurusi pemasarannya pasti akan kena biaya over head segala," ungkap nya.

No comments: