Thursday, January 24, 2008

HIKMAH DIBALIK KEHILANGAN BUAH HATI TERCINTA


HJ. YESSI RISCOWATI
HIKMAH DIBALIK KEHILANGAN BUAH HATI TERCINTA

KLIK - Detail Berawal dari coba-coba membuat busana dengan bermodal satu mesin jahit, akhirnya usaha busana muslimnya berkembang pesat. Saat itu, ia tengah dirundung duka karena putra pertamanya meninggal terlilit tali pusat. Nama Ranti, katanya, diambil dari nama putrinya. Tak kurang dari 250 pegawai kini bekerja untuknya.

Kelihatannya sedang sibuk, ya?
Memang benar. Banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Terutama menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Anda masih konsentrasi pada busana muslim?
Tentu saja. Sekarang kesibukan bertambah padat karena permintaan dan pesanan semakin ramai.

Mengapa memilih berkecimpung di dunia busana?
Panjang ceritanya. Yang jelas, sejak kecil minat saya pada busana muslim belum muncul benar. Saya sendiri terlahir di Bandung dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ayah saya, H. Djamaris Harus serta ibu, Hj. Nadjar, membuka usaha perlengkapan muslim, seperti tasbih, mukena, dan sebagainya, selama 20 tahun. Dari merekalah didikan keras agama saya dapatkan.

Seperti apa didikan mereka?

Sama saja dengan orang tua zaman itu. Sejak kecil, kami disekolahkan di sekolah agama. Kalau mau tahu, lulus SD, saya sudah berikrar mengambil pendidikan agama di pesantren Dinniyah, di Padang Panjang, Sumatera Barat. Cita-cita saya jadi ulama, lo. Namun orang tua tak setuju. Apalagi, saat itu saya masih kecil dan anak perempuan satu-satunya di antara lima saudara kandung.

Tapi jadi masuk pesantren?

Karena keinginan saya kuat, akhirnya orang tua luluh dan mengizinkan. Lucunya, baru sebulan, saya sudah enggak betah. Bawaannya ingin pulang. Setiap malam saya selalu menangis. Akhirnya karena mental tak kuat, saya kembali ke Bandung. Saya meneruskan di SMP Islam.

Saat kuliah, saya ambil jurusan Sosial Politik di Universitas Parahyangan Bandung. Di sanalah saya bertemu dengan pacar sekaligus suami saya sekarang, Ir. Hefzi Zainuddin. Dia kakak kelas di jurusan Arsitek. Nah, selama pacaran, kebetulan ia dapat tugas mengajar di Universitas Indonesia Jakarta. Karena bolak-balik itulah akhirnya ia mengajak saya menikah tahun 84.

Berarti Anda putus kuliah?
Apa boleh buat, demi hubungan kami. Setelah menikah di Bandung, kami pindah ke Jakarta dan memilih tinggal di rumah orang tua saya di Rawamangun. Rumah tersebut tak pernah ada yang menempati. Hanya jadi tempat persinggahan jika kami sekeluarga kebetulan ke Jakarta.

KLIK - Detail Sejak kapan terjun ke dunia busana?
Tahun 86, Saat itu saya sedang depresi akibat kehilangan putra pertama. Dia tak tertolong karena terlilit tali pusatnya. Saya benar-benar sedih dan enggak sanggup melakukan apa pun. Tapi lama-lama saya sadar, apa yang saya lakukan tak benar. Sejak itu saya mulai menoleh usaha yang dilakukan orang tua saya. Daripada enggak ada kerjaan, lebih baik saya isi dengan kegiatan lain. Pikiran saya waktu itu, belum banyak orang membuat busana muslimah. Makanya, saya tergerak mencoba membuatnya.

Berapa modal awalnya?
Enggak banyak, kok. Mula-mula, saya beli mesin jahit yang tak mahal dan mengambil seorang penjahit. Lalu saya belanja bahan dan mendesain sendiri. Bikinnya juga cuma di garasi rumah.

Lalu dipasarkan ke mana?
Sehari penuh saya membawa produk saya keliling kota Jakarta. Terus terang, saya enggak tahu harus ke mana. Saya benar-benar kehilangan arah. Sampai akhirnya saya melewati toko Danar Hadi di Menteng. Saya coba masuk. Ternyata mereka menyambut baik. Setelah itu saya tinggalkan selama beberapa minggu.Begitu saya mampir untuk menanyakan keadaan busana saya, mereka sangat antusias menyambut kedatangan saya. Mereka bilang busana saya terjual semua. Bukan main senangnya. Saya pun tambah semangat untuk membuat lagi.

Anda tahu alasannya bisa cepat laku?
Mungkin karena di tahun itu bisnis busana muslimah belum seramai sekarang. Ciri khas busana muslim saya saat itu dihiasi bordiran di beberapa bagian. Dari situ, saya semakin serius menjalani usaha dan memberi merek busana saya Zico, nama anak pertama saya. Seiring dengan kepercayaan tersebut, usaha saya semakin berkembang.

Ada suka-dukanya?
Biar pesanan makin banyak dan penjahitnya bisa bertambah, saya masih tetap terlibat. Selain mendesain, saya masih harus pergi membeli kain sendiri. Malah sesekali saya harus mengangkut sendiri gulungan kain yang berat itu ke kendaraan. Sukanya, kalau kreasi saya bisa diterima dan cepat laku, ha...ha...

Oh iya, tahun 89 saya ikut kursus di Susan Budiharjo, ambil program beberapa bulan. Biar keterampilan saya semakin pesat.


KLIK - Detail Usaha Anda benar-benar maju pesat, ya?
Alhamdulillah, berkat dorongan suami juga, saya akhirnya punya usaha hingga sekarang. Nama Zico saya ubah jadi Ranti, yang saya ambil dari nama anak kedua. Ternyata nama tersebut lebih pas menyandang usaha busana muslimah. Benar, enggak? Sekarang, pegawai saya ada 250 orang. Saya sudah punya tempat memproduksi sendiri di kawasan Pondok Gede seluas 1.000 meter yang saya beli dari hasil usaha tersebut. Selain itu, saya juga membuka toko di kawasan Gandaria dan satu outlet di pusat perbelanjaan di Jakarta Timur.

Boleh bagi rahasia agar usaha tetap berjalan baik?
Yang penting, iman kuat serta adil dalam membina manajemen di dalam perusahaan. Saya dan suami selalu terbuka pada seluruh karyawan kami dan tak pernah membeda-bedakan. Bahkan saat krismon tahun 98, kami tak memecat satu pun pegawai. Terus terang, kami enggak tega membuat orang lain menderita dan menghentikan asap dapur mereka. Akhirnya, setelah melalui pemikiran panjang, kami memotong jam kerja hingga mereka bekerja lebih singkat, sehingga bayaran menjadi rendah. Memang tidak enak. Tapi, toh, mereka masih tetap bisa bekerja dan dapat upah, walau sedikit.

Anda kelihatannya pandai mengatur uang, ya?
Apa yang dibilang orang benar, orang Padang pandai berdagang, ha..ha.. Bagi saya, setiap dapat keuntungan dari penjualan, langsung saya tabung. Begitu terkumpul, saya belikan tanah di Pondok Gede. Setelah usaha maju, uang saya kumpulkan lagi, lalu beli rumah untuk toko dan modal outlet. Nah, setelah semuanya berjalan baik, saya baru membeli tanah disusul membangun rumah kediaman kami. Dulu saya enggak malu, walau pegawai sudah ratusan, kendaraan saya tetap bukan yang jenis baru dan bagus. Yang penting, masih bisa digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis sehari-hari. Memang, sih, sesekali harus berpanas-panas karena AC-nya sering mati.

Apa ciri khas busana kreasi Ranti?
Saya biasa menggunakan campuran bahan dengan kain organdi dan bordiran. Mungkin banyak yang membuat kreasi serupa, tapi corak dan motif sangat berbeda. Selain itu, saya sering membuat padu padan atasan dan bawahan dengan baik agar orang tetap tampil serasi.

Katanya produk Anda sangat mahal?
Siapa bilang? Standar saja, kok, mengikuti perkembangan harga busana muslim yang ada. Memang, saya menjual untuk kalangan menengah hingga atas. Pertama kali di Danar Hadi, harga busana saya satu potong Rp 35 ribu, sekarang berkisar antara Rp 400-700 ribu. Untuk gaun, pengantin bisa lebih mahal. Tergantung penggunaan bahan dan hiasan. Semakin ramai, semakin mahal. Untuk satu set busana pengantin muslim, harganya mulai dari Rp 5 juta.

KLIK - Detail Anda juga yang merancang busana pengantin Ulfa? Kok, bisa?
Ulfa dan saya sudah kenal sejak lama. Busana saya, kan, digunakan Ulfa saat membawakan acara Sahur Kita sejak tahun 99. Dari situ, Ulfa mempercayakan beberapa busana muslimnya pada saya. Nah, karena tahu saya juga membuat busana pengantin muslim, Ulfa akhirnya memesan busana resepsi pernikahannya ke saya. Karena kepercayaan itulah, dari mulut ke mulut, busana saya semakin dikenal oleh kalangan selebritis. Sebut saja Hughes, Eko Patrio, Deddy Mizwar, hingga Cici Faramida, sempat memesan busana dari saya.

Apa usaha Anda agar produk tetap disukai masyarakat?
Nomor satu, mendengarkan masukan pelanggan. Selain itu, banyak cari masukan dari berbagai majalah, bertemu dan tidak malu untuk bertanya pada yang lebih ahli. Untuk menambah wawasan, saya menyempatkan diri bersama suami ke pusat mode dunia di Paris. Saya biasa mengolah ide mereka menjadi busana muslimah yang siap pakai.

Ada kesibukan lain?
Kesibukan saya bertambah semenjak saya bergabung dengan APPMI dua tahun lalu. Saya merasa perlu tahu banyak dan berdiskusi dengan orang lain yang lebih mengerti bidang ini. Dari situ, saya bisa dapat banyak masukan dan ikut peragaan busana.

Selain itu, saya sekarang harus mondar-mandir Jakarta Bandung. Sebab, sejak setahun lalu, saya beserta keluarga menanam modal untuk membangun pusat perbelanjaan muslim pertama di Indonesia. Saya beserta suami yang juga ikut membangun, harus membagi waktu untuk melihat dan mengecek segala sesuatu agar di sana berjalan lancar. Biar begitu, saya tak melupakan pekerjaan utama, mendesain busana.

Bisa cerita soal pusat perbelanjaan tersebut?
Kami namakan Alifa, diambil dari huruf Arab pertama alif. Artinya, yang pertama. Di gedung itu, disediakan berbagai kebutuhan dan perlengkapan bagi para umat muslim. Mereka tidak usah ragu dan takut lagi berbelanja barang yang halal atau tidak, terutama di pasar swalayannya. Semua sudah melalui pengawasan yang ketat. Pihak ulama di Bandung serta masyarakat sangat menyambut baik kehadiran tempat tersebut. Terbukti waktu pembukaan awal Oktober lalu, pengunjungnya membludak.

Ada yang khusus dari tempat tersebut dibanding tempat perbelanjaan lainnya?
Pokoknya, lumayan komplet. Bukan hanya menjual busana muslim dan perlengkapannya, tapi di lantai atas pun bisa digunakan sebagai tempat syiar dan dakwah atau pengajian. Kami tak memikirkan materi semata karena di hari tertentu kami menyelenggarakan pengajian tanpa dipungut bayaran. Hitung-hitung, tetap beramal.

Masih ada waktu untuk keluarga?
Banyak orang menyangsikan hal itu. Tapi semuanya salah besar. Saya justru lebih senang berada di rumah, mengurus kegiatan sehari-hari bagi anak-anak saya. Perusahaan, kan, sudah ada yang mengatur. Saya tinggal memantau sesekali. Malah, kalau saya keluar rumah, saya sempatkan pergi bersama atau sesekali menjemput anak di sekolah. Alzipco Hefzi (17), Rizanti Hefzi (14), Citra Rahmatika (12) semuanya mulai beranjak dewasa dan mengerti pekerjaan saya.

No comments: