Tuesday, January 15, 2008

Fotografi Masih Asing

Fotografi Masih Asing

Sekolah fotografi memiliki tiga tingkatan, mulai dari basic, intermediate dan advanced.

Fotografi telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang sejak pertama kali diciptakan. Dalam perkembangannya, seni melukis dengan cahaya ini semakin diminati oleh banyak orang. Dari hanya digemari oleh segelintir orang, kini fotografi mampu menarik perhatian semua orang. Hal ini juga didukung oleh perkembangan teknologi yang membuat fotografi semakin mudah dan murah.

Perkembangan ini juga dapat dilihat dari masuknya fotografi ke dalam dunia pendidikan. Baik dalam bentuk pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Darwis Triadi School of Photoghraphy (DTSP) dan Canon School of Photography (CSP) merupakan contoh lembaga pendidikan yang mengajarkan mengenai fotografi.

Meskipun begitu, pada awalnya sekolah fotografi lebih bertujuan untuk lebih mengenalkan fotografi kepada masyarakat. "Karena fotografi mudah. Tapi karena belum banyak sarananya, maka timbul kesan bahwa fotografi itu sulit," jelas Manager Operasional DTSP Jakarta Ziska Yusdiana.

Dengan alasan itulah pada Januari 2003, DTSP berdiri. Dengan adanya sekolah ini, jelas Ziska, kami berharap ada sarana bagi masyarakat untuk belajar fotografi. Sehingga masyarakat dapat lebih mudah untuk mengerti fotografi. Selain itu juga, ada keinginan dari Darwis Triadi selaku pendiri sekolah DTSP untuk membagi ilmu yang dimilikinya kepada setiap orang yang ingin menekuni dunia fotografi.

Alasan yang sama juga digunakan oleh Canon School of Photography (CSP) Jakarta. Asisten Instruktur CSP Ichsan mengatakan, CSP lebih bertujuan untuk mengenalkan fotografi kepada masyarakat. "Agar masyarakat lebih tahu mengenai dunia fotografi," jelas Ichsan.

Di DTSP, akan diajarkan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan fotografi. Meski penekanannya lebih ditujukan kepada teknik pengambilan gambar menggunakan kamera. Program pembelajaran DTSP dibagi ke dalam tiga tingkatan. Mulai dari basic, intermediate, dan advanced. Untuk basic, biasanya dilalui dalam waktu satu bulan, sementara untuk intermediate dan advanced dua bulan. Biasanya proses tatap muka dilakukan dua kali dalam satu minggu.

Dalam program basic, siswa akan diajarkan mengenai materi-materi dasar fotografi dalam satu bulan. Seperti pengenalan dasar fotografi mulai dari sejarah dan latar belakang dunia fotografi, pengenalan jenis kamera, lensa dan perlengkapan fotografi lainnya. Siswa juga akan diajarkan mengenai teknik pencahayaan, mulai dari pengaturan diafragma, shutter speed, fokus, ISO, depth of field, dan focal length.

Materi lainnya mengenai dasar-dasar komposisi yang juga meliputi perfektif dan gerak, moving object, yaitu memotret benda bergerak dengan kecepatan rendah dan tinggi, dasar pemakaian lampu studio dan lampu kilat, serta pemotretan close-up. Tingkat basic akan ditutup pada pertemuan ke-10 yang diisi dengan review secara keseluruhan dan diskusi mengenai portofolio.

Sementara pada tingkatan intermediate, siswa akan diajarkan mengenai lampu studio, fotografi model, fotografi arsitektur dan interior, fotografi pernikahan dan pra-pernikahan, hingga pemotretan produk. Kelas intermediate berlangsung selama dua bulan dengan 15 kali pertemuan.

Memasuki tingkat advanced, disediakan dua kelas. Yaitu kelas advanced A mengenai fotografi model dan pernikahan. Serta advanced B yang lebih fokus kepada fotografi produk, perjalanan, jurnalistik, dan korporat. Masing-masing kelas berlangsung selama dua bulan dengan 10 kali pertemuan. Setiap awal kelas, siswa akan diberikan starter kit yang berupa alat tulis, buku panduan atau diktat, dan album. Album ini berfungsi sebagai portofolio siswa. Karena setiap pertemuan akhir di tiap tingkat, siswa diwajibkan memilkiki portofolio foto sendiri. Untuk portofolio, setiap siswa minimal memiliki 10 lembar foto.

Berbeda dengan CSP yang menyediakan waktu belajar yang lebih singkat. CSP hanya menyediakan program basic to advanced yang berlangsung selama dua minggu. Selama 4,5 jam setiap harinya, siswa akan diajarkan segala sesuatu mengenai fotografi, baik teori maupun praktik.

Setelah dua minggu, barulah siswa diberikan tugas memotret mengenai materi yang diberikan. Ada sekitar 20 tugas yang harus diselesaikan selama dua bulan. Untuk setiap tugas minimal dua lembar foto. Jadi totalnya 40 lembar foto. "Selama dua bulan tersebut, kami akan mendampingi dan memberikan masukan kepada siswa," cerita Ichsan.

Tanpa ujian
Meskipun menjalani pendidikan, namun tidak diberlakukan sistem ujian. Karena itu, ijasah yang diberikan di setiap akhir tingkat, lebih sebagai sertifikat yang menjelaskan bahwa siswa tersebut telah mendapatkan pendidikan di DTSP. Sehingga setiap siswa pasti lulus.

Karena, ungkap Ziska, dunia fotografi lebih bersifat seni. Karena itu, sangat tergantung kepada selera dan penilaian pribadi seseorang. Maka sulit memberikan ukuran penilaian. "Dunia seni susah mengukurnya, sangat subjektif. Evaluasi yang kami lakukan lebih ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan menumbuhkan minat siswa kepada fotografi," tambah Ziska.

Lain halnya dengan CSP yang tetap menggunakan sistem penilaian. Pada akhir kelas, siswa akan diberikan nilai berupa excellent, very good, good, atau fair. Penilaian ini diberikan berdasarkan hasil foto yang mereka kumpulkan.

DTSP juga menjalin kerja sama dengan beberapa pihak. Mulai dari produsen kamera hingga tempat untuk produksi atau mencetak hasil foto. Seperti Adorama, Martha Tilaar, Kodak, Datascript dan sebagainya. Berkaitan dengan hal ini, Adorama memberikan kartu anggota kepada siswanya. Kartu ini dapat digunakan di tempat-tempat yang menjadi mitra kerja sama DTSP untuk beberapa kemudahan. Seperti potongan harga untuk pembelian peralatan fotografi hingga harga khusus untuk workshop atau kursus mengenai fotografi.


Kuncinya Adalah Minat dan Praktik

Tidak sulit memang untuk belajar fotografi. Bidang seni ini tidak membutuhkan suatu persyaratan yang sulit. Semua orang pasti bisa mendalami fotografi. Yang diperlukan hanya minat dan jam terbang yang mumpuni.

Minat menjadi penting, karena tanpa minat maka seseorang tidak akan dapat mendalami bidang ini. Karena bidang ini merupakan bidang yang tergolong menuntut kocek tebal. Untuk peralatan saja, seperti kamera, lampu kilat, lensa dan sebagainya, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi untuk proses produksi. "Karena itu, minat merupakan syarat utama untuk mendalami bidang ini," jelas Manager Operasional Darwis Triadi School of Photography (DTSP) Jakarta Ziska Yusdiana.

Setelah minat, syarat lainnya adalah jam terbang. Artinya, harus banyak memotret. Karena, jelas Ziska, di lapangan selalu saja ada masalah baru yang menuntut pemecahan yang berbeda. Meskipun sudah menguasai teori sepenuhnya.

Sementara Asisten Instruktur Canon School of Photography (CSP) Jakarta Ichsan mengatakan, kunci untuk mendalami fotografi adalah disiplin. Baik dalam penggunaan alat-alat hingga mengenai hal-hal teknis.

Untuk lebih meningkatkan kemampuan fotografinya, Ziska juga menganjurkan untuk melakukan eksplorasi-eksplorasi sendiri. Baik dari segi teknik pemotretan, produksi hingga jenis objek. Sehingga dapat menemukan ide atau hasil-hasil baru yang dapat memperkaya pengalaman dan juga dunia fotografi pada umumnya.

No comments: