Sunday, November 11, 2007

Segmentasi Posisi Keuangan Pribadi

Segmentasi Posisi Keuangan Pribadi
Elvyn G Masassya Praktisi keuangan
Anda tentu sering mendengar berbagai lembaga bisnis menggunakan istilah segmentasi. Mulai dari segmentasi pasar berdasarkan demografi, berdasarkan geografi, dan atau pendekatan lain.
Inti dari semua itu adalah agar lembaga bisnis bisa lebih mudah memilah-milah target pasar. Misalnya, segmen orang dewasa dibedakan dari segmen remaja. Atau pasar di daerah Kalimantan tentu tidak sama perilakunya dengan pasar di Sumatera dan sebagainya.
Lantas, apa hubungan segmentasi bisnis itu dengan keuangan pribadi? Hubungan langsung tidak ada, tetapi dalam bisnis jika salah menyegmentasikan pasar dan produk, maka kerap hanya menghasilkan kegagalan.
Hal yang sama juga bisa terjadi pada segmentasi keuangan pribadi. Apa maksudnya? Begini. Kita semua tentu memahami masyarakat hidup dengan berbagai gaya hidup. Ada istilah jet set society, ada pula kalangan yang hidupnya penuh hura-hura. Tragisnya, meski kesukaan sama, belum tentu semua penggemar pola hidup semacam itu memiliki kondisi keuangan yang sama.
Tidak heran bila kemudian kita mendengar istilah "lebih besar pasak daripada tiang", atau malah hidupnya selalu terjerat utang. Dengan kata lain, hidup dalam kenikmatan semu sesaat tatkala berada di lingkungan tersebut, tetapi sehari-harinya penuh dengan masalah keuangan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk lebih dahulu memahami sebenarnya Anda berada di segmen keuangan pribadi yang mana agar tidak terjerat dalam berbagai masalah keuangan yang Anda buat sendiri.
Untuk melihat segmentasi keuangan ini sebenarnya relatif mudah. Saat ini ada beberapa metode dalam mengklasifikasikan kelompok masyarakat. Mungkin Anda pernah mendengar istilah kelompok A, B, C di masyarakat. Atau yang lebih mudah, terkadang ada survei yang mengajukan pertanyaan berapa pendapatan Anda. Misalnya, apakah pendapatan Anda antara Rp 1 juta-Rp 5 juta per bulan, Rp 5 juta-Rp 10 juta per bulan, Rp 10 juta-Rp 20 juta per bulan, atau di atas Rp 20 juta per bulan.
Jika pendapatan Anda berada di atas Rp 20 juta per bulan, maka Anda tergolong kelompok A. Demikian seterusnya. Lantas, apa dampaknya? Jika Anda mengajukan aplikasi kartu kredit, dengan pendapatan di atas Rp 20 juta per bulan, maka Anda berpeluang memperoleh kartu emas. Atau malah kartu platinum jika pendapatan Anda jauh di atas Rp 20 juta per bulan. Nah, dengan pengelompokan seperti itu, otomatis Anda bisa mendapatkan indikasi Anda berada di segmen yang mana di kalangan masyarakat.
Lantas, apa korelasinya? Sederhana sekali. Jika pendapatan Anda berada di bawah Rp 5 juta per bulan tentu kurang pas jika ikut serta dalam gaya hidup yang pendapatannya di atas Rp 20 juta per bulan. Tentu bukan berarti Anda tidak boleh bergaul dengan mereka, tetapi dalam hal ini penekannya adalah pada perilaku konsumsi Anda.
Dengan kata lain, jika Anda berperilaku konsumsi yang sama dengan kalangan yang berpendapatan di atas Rp 20 juta per bulan, maka yang akan menuai masalah adalah Anda sendiri. Itu intinya.
Bukan lebih miskin
Kendati demikian, bukan berarti Anda lebih "miskin" ketimbang mereka yang berpendapatan di atas Rp 20 juta per bulan. Dalam definisi keuangan, kemapanan seseorang sebenarnya tidak selalu berbanding lurus dengan penghasilan, tetapi dilihat secara persentase berapa besar selisih positif antara pendapatan dan pengeluaran.
Jadi, sepanjang Anda tidak mengalami masalah dengan kondisi "kekurangan uang", maka sebenarnya Anda tergolong mapan. Dengan kata lain, kendati mobil Anda bukan Jaguar atau Mercedez Benz keluaran terbaru dan rumah Anda tidak seluas lapangan sepak bola, tetapi jika Anda tidak pernah stres karena utang, maka Anda berada dalam golongan yang mapan secara keuangan.
Oleh karena itu, terlepas Anda berada di segmen mana dalam konteks penghasilan, sebenarnya bukan berarti yang pendapatannya di atas Rp 20 juta per bulan otomatis lebih mapan daripada orang-orang yang pendapatannya di bawah Rp 5 juta per bulan.
Contoh konkretnya, jika kalangan berpendapatan Rp 20 juta per bulan membelanjakan uangnya sebesar Rp 18 juta per bulan, berarti konsumsinya mencapai 90 persen dari pendapatan. Di sisi lain, kalangan yang berpendapatan Rp 5 juta per bulan mungkin hanya menghabiskan Rp 3 juta per bulan untuk konsumsi atau sebesar 60 persen saja. Berarti yang pendapatannya Rp 5 juta per bulan malah lebih mapan meskipun bersifat relatif.
Lantas, apa langkah selanjutnya yang mesti dilakukan setelah Anda mengetahui segmentasi keuangan Anda dan bahkan tingkat "kemapanan" Anda dilihat dari perbandingan pendapatan vs pengeluaran secara persentase? Apakah persoalan sudah selesai? Jelas tidak.
Segmentasi keuangan baru merupakan dasar untuk merancang perencanaan keuangan yang lebih baik guna mencapai tujuan keuangan Anda. Seperti contoh di atas, umpamakan pendapatan Anda di bawah Rp 5 juta per bulan dan jika dilihat secara persentase pengeluaran dibanding pendapatan kondisi keuangan Anda cukup baik. Apakah Anda cukup puas dengan kondisi itu?
Tidak ada salahnya Anda berupaya meningkatkan penghasilan Anda. Salah satu caranya dengan investasi.
Lalu, investasi apa yang cocok untuk orang-orang dengan pendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan? Inilah pertanyaan yang penting untuk dikorelasikan dengan paparan di atas menyangkut gaya hidup.
Boleh jadi kalangan berpendapatan di atas Rp 20 juta per bulan senang bermain saham. Sebaiknya Anda jangan ikut-ikutan, sebab karakter setiap orang berbeda-beda. Dengan demikian, Anda mesti mencari jenis investasi yang cocok dengan karakter Anda dan kondisi keuangan Anda.
Yang paling masuk akal adalah investasi yang risikonya lebih rendah dibandingkan saham, misalnya reksa dana. Selain relatif berisiko lebih rendah, investasinya juga bisa dilakukan dalam jumlah tidak terlalu besar. Selamat mencoba. ***

No comments: