Sunday, November 25, 2007

Pedihnya Meninggalkan Si Mungil

Minggu, 25 Nopember 2007

Pedihnya Meninggalkan Si Mungil

Pergi bekerja merupakan siksaan bagi ibu yang baru melahirkan.

Tiga bulan masa cuti melahirkan sudah berakhir. Diana (28 tahun) harus kembali ke kantor menjalankan tugas sebagai manajer keuangan di perusahaan swasta ternama di Jakata.

Hari pertama sebelum berangkat ke kantor, ibu satu anak ini tampak gelisah. Dia keluar masuk kamar si bayi yang sedang tidur. Seakan-akan tak tega meninggalkan buah hatinya. Walaupun neneknya (orangtua Diana, red) sudah menjamin kalau si cucu akan aman-aman saja.

''Namanya juga ninggalin bayi wajar kalau gelisah, apalagi ini anak pertama. Takut ada apa-apa,'' ungkapnya. Di kantor pun Diana tidak bisa konsentrasi bekerja. Sebentar-bentar ingat si bayi, takut menangislah, bagaimana kalau terbangun dari tidur ... Pekerjaan menjadi lambat dan menumpuk sehingga harus dibawa ke rumah.

Lain halnya dengan Irawati (30) yang menitipkan bayi ke neneknya di Bandung. Alasan dia daripada membayar babysitter mahal lebih baik mencari yang gratis dan dijamin aman. Seminggu pertama, kata Ira, ''Benar-benar menyiksa. Kangen luar biasa...tidak tertahankan. Yang bisa dilakukan hanya menangis sambil menciumi foto. Tapi, lama kelamaan saya sadar kalau pengorbanan ini dilakukan demi anak juga.''

Jangan putus
Psikolog Anna Surti Ariani Psi bisa merasakan bagaimana seorang ibu harus meninggalkan si orok untuk jangka waktu berjam-jam. Nina, panggilan akrab Anna Surti, mengibaratkan anak itu bagian dari nyawa si ibu. Makanya wajar ketika si anak tidak berada didekat ibu, bagaikan setengah nyawanya hilang. Kalau mau bicara ideal keberadaan ibu sangat luar biasa bagi si bayi. Mulai dari janin sampai usia tiga tahun, masa paling tepat bagi ibu (orangtua, red) untuk berinvestasi bagi si anak.

Sebab, pada usia tersebut otak anak sedang berkembang sangat pesat. Di saat itulah orangtua harus memberikan sentuhan, perhatian, kasih sayang, kebahagian, pengetahuan dan segala untuk bekal anak di kemudian hari. Kalau masa tersebut dimanfaatkan si ibu secara seoptimal, tidak akan menyesal dikemudian hari. Karena masa-masa tersebut hanya terjadi sekali dan tidak akan pernah tergantikan.

''Waktu tiga tahun itu tidak lama. Kalau boleh memilih, demi masa depan anak lebih baik karier tahan dulu. Kalau bisa ibu-ibu berkarier setelah usia anak tiga tahun,'' tegas ibu dua anak ini. Tentu saja tak berarti setelah usia tiga tahun ke atas perhatian terhadap anak berhenti.

Bagi ibu-ibu yang bekerja tentu saja kesempatan itu sulit terwujud. Tapi, bukan berarti tidak bisa sama sekali. Menurut lulusan Fakultas Psikologi UI ini, semua itu bisa dilakukan dengan catatan para ibu harus mempunyai niat serius dan mau berkorban lebih bagi si bayi. Berkorban waktu, tenaga, perhatian, keuangan, dan sebagainya.

Walaupun ibu bekerja jalinan dengan bayi jangan sampai terputus. Ikatan luar biasa akan terjalin melalui ASI eksklusif. Karena ASI bukan sekadar kebutuhan utama bayi, tapi sekaligus pengikat ibu dan bayi. Oleh karena itu, Nina sangat menganjurkan agar ASI eksklusif jangan sampai terputus. ''Se-workaholic-nya bekerja, tetap luangkan waktu memompa ASI untuk diberikan kepada anak. Karena sejak bayi lahir yang dirasakan hanya bau air susu ibu. Itu yang membuat bayi dekat dengan ibunya.''

Peran tak tergantikan
Membangun kedekatan dengan anak dilakukan melalui sentuhan si ibu. Dengan sentuhan bayi merasa nyaman dan merasa disayang. Momen ini jangan sampai hilang. Caranya, lanjut Nina, setelah pulang kerja istirahat sebentar, mandi setelah itu full sepenuhnya waktu untuk meladeni si bayi. Bayi akan nyaman di saat-saat rewel ada yang memerhatikannya. Di sinilah peran ibu yang tidak tergantikan.

Sayangnya hal yang sering dilakukan para ibu, kata Nina, ketika bayi mengompol, pup yang dipanggil malah babysitter-nya. Mau dekat bagaimana kalau disaat bayi butuh malah si ibunya menghindar. Jangan kaget kalau si bayi akan lebih dekat dengan pengasuh, kalau di gendong ibunya malah menangis.

Di hari libur, selayaknya ibu mencurahkan waktu sepenuhnya untuk bayi. Kalau perlu, kata Nina, babysitter diliburkan agar bayi 24 jam bersama ibu. Kedekatan itu akan terasa bagi si bayi. Pada hari kerja, sebelum berangkat kantor luangkan waktu sebentar untuk bermain dengan bayi. Bermain di sini yang terpenting ada kontak mata dengan bayi dan sentuhan berhadapan dengan bayi. Minimal main ciluk ba akan membuat bayi senang.

Saat dikantor, kata Nina, para ibu sering gelisah memikirkan bayi di rumah. Akibatnya seperti kasus Diana pekerjaan menjadi tidak fokus. Kegelisahan itu wajar, tapi sebaiknya jangan dibesar-besarkan. Seharusnya, saat di kantor ibu berkonsentrasi pada pekerjaan sehingga tidak dibawa ke rumah. Sebab, kalau pekerjaan dibawa ke rumah waktu bagi si mungil akan semakin berkurang.

Agar fokus dengan bekerja si ibu harus mendelegasikan bayi kepada orang yang tepat dan tepercaya. Jangan sampai menyerahkan kepada pembantu merangkap sebagai babysitter. Karena yang terjadi, pembantu akan bekerja urusan rumah sedangkan bayi akan disuruh tidur. Untuk saat ini yang paling nyaman menitipkan bayi kepada orangtua. Andaikan orangtua sudah tidak mampu bisa kepada babysitter tapi orangtua yang mengawasi. Atau kepada daycare jika ada di dekat kantor.

''Kalau yang menangani bayi tepercaya pasti ibu akan lebih tenang sehingga konsen bekerja. Sesekali menelpon mengecek ke rumah, itu wajar asalkan jangan setiap menit. Makanya perlu manajemen waktu misalkan menelpon saat break rapat, makan siang, atau menjelang sore,'' paparnya.

Tidak salah kalau ada ibu yang membawa foto si bayi ke kantor. Atau menjadi wallpaper di HP. Di saat bekerja sesekali dianjurkan melihat foto tersebut. Menurut Nina, di bawah alam sadar kita tatapan ibu akan kontak dengan anak. Sehingga jalinan ibu dan anak akan tetap erat.

Untuk bayi yang dititipkan di luar kota, sentuhan dan tatapan dari ibu semakin jarang. Apalagi bayi akan tahu ibunya setelah sentuhan dan pendekatan secara konsisten. Akibatnya banyak bayi yang menangis saat di gendong si ibu. Kalau hal ini terjadi, Nina menjelaskan, si ibu harus sabar melakukan pendekatan. Si ibu juga jangan tiba-tiba meraih atau menggendong bayi. Perlu diketahui ada ketakutan mendasar bagi si bayi, yaitu saat didekati orang yang tidak dikenal dan digendong tiba-tiba. Pendekatan harus terus dilakukan sampai bayi benar-benar nyaman dengan ibunya.

Mengapa Ikatan Itu tak Terjalin?
* Niat yang kurang total untuk mengurus bayi, menyerah di tengah jalan.
* Pulang bekerja ibu merasa capai, urusan si bayi diserahkan pada baby sitter.
* Menghentikan pemberian ASI eksklusif dengan berbagai alasan. Padahal hanya dua persen dari para ibu yang ASI-nya tidak keluar, sisanya lebih karena ketidaktahuan ibu.

(vie )

No comments: