Sunday, November 26, 2006

Menjalani Hobi tanpa Menghamburkan Uang

Menjalani Hobi tanpa Menghamburkan Uang

DAHULU, hobi Asri Ipindhari (51) menghamburkan uang. Rumahnya padat oleh benda-benda kristal dan mebel berukir. "Lama-lama saya kasihan juga sama suami, walaupun sebenarnya dia membolehkan saya mengoleksi benda-benda tersebut. Lalu saya bertekad melakukan hobi yang menghasilkan uang," cerita Asri. Tekadnya tak main-main. Baru delapan bulan belajar sulam pita, di bawah bendera Asri Art Collection ia sudah mampu ikut pameran berskala nasional di Arena Pameran Kerajinan (Ina Craft), Jakarta, 19-23 April lalu.

DITEMUI di stan pameran tersebut, Asri tengah sibuk melayani pengunjung yang berjubel di stannya. Sulam pita buatan Asri memang menarik. Ia pandai melakukan harmonisasi warna. Di tangannya, warna kuning bisa melebur pada warna ungu, tanpa menimbulkan kejanggalan. Selain keahlian padu padan warna, Asri menggunakan pita-pita berkualitas baik, yaitu pita-pita impor yang memiliki gradasi warna. Asri agak kapok memakai pita buatan lokal. "Luntur, terutama yang berwarna gelap," ucap Asri sambil menunjukkan sebuah karya sulam pitanya yang luntur. Namun kreativitasnya membuat produk gagal itu tetap bisa digunakan. Rencananya kain katun putih yang ternoda lunturan pita tersebut akan dilukis agar noda luntur tersebut tersamar.

Karya Asri tidak terbatas pada sulam pita sebagai hiasan busana. Ia menyulam pita pada berbagai media, sebagai hiasan dinding, dekorasi kipas, pinggiran cermin, kotak perhiasan dari anyaman mendong, sarung bantal, tempat tisu, hingga sepatu.

Memilih kerajinan sulam pita didasari kesukaan Asri semasa kecil. "Saya suka sekali pita. Bukan rambut saja yang dikasih pita, kucing hingga anjing pun selalu saya beri hiasan pita," kata perempuan penyuka binatang ini.

Bagi sebagian orang, menyulam pita bisa jadi merupakan pekerjaan yang rumit. Namun kerumintan itu justru jadi tantangan tersendiri bagi Asri. "Aslinya, saya suka yang ruwet-ruwet. Jadi seruwet apa pun ya saya kerjakan," kata Asri sambil tertawa.

Padahal urusan Asri juga sudah cukup "ruwet". Asri yang tinggal tak jauh dari kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung sebenarnya tengah mengikuti program pasca sarjana di kampus tersebut. Ia mengambil ilmu kedokteran dasar (IKD) bidang studi mikrobiologi.

"Ah malu saya, itu tugas sekolah," katanya. Maksudnya, pihak Universitas Lampung (Unila) tempatnya bekerja sebagai dosen meminta Asri kuliah lagi. Menurut rencana Unila akan membuka program studi kedokteran. Asri sendiri bukan sarjana kedokteran, melainkan lulusan Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran. "Ya, baca-baca buku terus bikin jenuh juga. Sulam pita bikin otak saya segar," ujar Asri.

**

DI Ina Craft, sebagian besar koleksi sulam pitanya nyaris habis terjual. Ia harus cepat-cepat menambah koleksinya.

"Ya, namanya baru delapan bulan, koleksi belum terlalu banyak. Apalagi pengerjaannya memakan waktu lama. Karena full handmade," katanya. Menyulam pita untuk sepasang busana Muslim bisa menghabiskan waktu satu minggu.

Kini, persedian menipis, pelanggan terus bertambah. Ya, meskipun masih terbilang baru terjun ke dunia bisnis, Asri sudah banyak memperoleh pelanggan. Padahal letak rumahnya di gang sempit yang berliku. Meski begitu, karyanya tetap dicari orang.

Untuk membantunya, Asri mendidik tiga karyawan yang ia jadikan juga anak asuh.

Selain sulam pita, Asri mengkursuskan ketiganya menjahit pakaian. Kelak mereka tidak hanya membuat sulam pita di atas kain yang belum jadi, atau menyediakan baju siap pakai. Ia juga bisa membuatkan sulam pita pada kain yang sudah dipotong, sehingga letak sulam bisa lebih tepat sesuai keinginan konsumen.

Setelah tiga bulan dalam didikan Asri, ketiganya sudah mahir. Selain mahir berkarya, tiga anak asuh Asri juga mahir bertutur laiknya sang ibu asuh. "Nah, ini sistem french knot, digabung dengan running, jadinya seperti ini. Agar mudahnya kami menyebutnya brondong, karena bentuknya seperti brondong jagung," kata Dian, salah seorang anak asuh Asri sambil mencontohkan salah satu sistem penemuan Asri.

Selain mengandalkan cara yang sudah ditemukan orang pendahulu sulam pita, Asri bereksperimen untuk menemukan cara dan jenis sulam pita yang baru. Temuan Asri dinamakan running karena sulam dibuat dengan cara menjelujur pinggiran atau tengah pita lalu menariknya hingga berbentuk gumpalan. Dengan sistem brondong ini, sulam pita Asri tidak terbatas pada jenis bunga-bungaan. Ia bisa membentuk hewan seperti kambing dan kupu-kupu.

Asri sendiri mendapat kepandaian sulam pita dari kursus-kursus. "Tapi kok saya merasa makin lama makin bloon. Lalu saya lihat buku-buku dan mengembangkannya sendiri," katanya.

Ketekunan Asri patut memperoleh acungan jempol. Pada saat masih tahap belajar, ia sudah berani menerima pesanan baju sulam pita untuk seragam acara pernikahan. "Yang pesan ada 15 orang. Saya kerjakan selama tiga bulan," ujarnya. Order besar pertamanya itu membuat sulam pita Asri kian dicari orang. Banyak tamu pesta yang bertanya di mana dapat diperoleh busana bersulam pita nan cantik itu.

Ketertarikan orang akan sulam pita karya Asri juga terlihat di arena pameran. Saat itu, mereka selain memborong hasil karya Asri banyak juga yang mengutarakan keinginan untuk belajar sulam pita. Bukan saja orang Indonesia, juga pengunjung dari luar negeri tertarik untuk belajar sulam pita.

"Karena banyaknya permintaan itu, sekarang saya mulai membuka kursus sulam pita," ucap Asri. Asri menjamin, siapa pun orangnya pasti bisa membuat sulam pita yang indah. "Ketiga anak asuh saya itu misalnya, mereka dari nol besar. Bahkan ada yang sama sekali belum pernah memegang jarum, tapi sekarang bisa. Jika belum bisa berkreasi sendiri, pada awalnya bisa mencontoh yang ada di buku atau gambar sulam pita," kata Asri menyemangati kaum perempuan.

**

KEINGINAN Asri memiliki hobi yang menghasilkan uang sudah terwujud. Karya-karyanya sudah laku dijual. Bahkan, di Ina Craft, kotak-kotak pernik dan kipas dari mendong yang dihiasi sulam pita laku keras. Untuk barang yang cantik itu, Asri mematok harga yang relatif murah. Begitu juga kain linen yang diberi sulam pita, konsumen dapat memilikinya dengan mengeluarkan dua lembar uang ratusan ribu, bahkan kurang.

"Yang agak mahal, sulam pita untuk busana Muslim atas bawah yang berbahan dasar kain sutra. Saya masih menggunakan sutra dari Italia dan Jepang. Sebab menyulam kain sutra buatan luar enak, tidak mudah koyak," kata Asri.

Dengan produk yang ditujukan bagi kalangan menengah ke atas ini, Asri bisa meraup untung agak lumayan. Terbukti harga sewa stan pameran selama seminggu, yang dipakai secara berkongsi dengan seorang temannya, seharga Rp 13 juta bisa tertutupi dari keuntungan penjualan.

**

WALAUPUN kelak kuliahnya sudah selesai, Asri tetap ingin mempertahankan karyanya di pasar Kota Bandung. Namun ia juga berencana membuka cabang juga di Lampung. Kini, ia sedang melirik sebuah pusat perbelanjaan di Jalan Pasteur Bandung agar karyanya lebih mudah terjangkau pelanggan.

Ia tidak akan meninggalkan Bandung. Baginya, Bandung adalah kota inspiratif. Saat tinggal di Bandunglah ia bisa menelurkan ide-ide kreatif. "Kalau di Lampung, karena udaranya panas rasanya saya 'kemerungsung' (gelisah). Di Bandung, lagi tiduran eh ada ide, saya bangun. Lalu mendesain untuk kelak dijahit dalam bentuk sulam pita," tutur Asri.

Lagi pula Bandung adalah rumah keduanya. Putri satu-satunya Sheilla Petrina(23) sedang menuntut ilmu di Unpad. Tiga anak lainnya adalah laki-laki M. Fuad Rinaldy (24), M.Fahmi Andhika (20), dan Givano Wendarta(8)

"Saya beruntung memiliki suami yang memanjakan saya," ujar perempuan yang suka berdandan ini tentang sang suami tercinta, Jonizar Zakaria. "Tapi saya tidak terlena, pulang dari Bandung saya akan membuktikan pada suami bahwa saya juga bisa punya hobi yang menghasilkan uang ha..ha..ha... Saya akan membuka butik di sana," katanya. (EYP/"PR"/Uci)***

No comments: