Wednesday, June 06, 2007

Modal itu tak hanya uang ………)

Modal itu tak hanya uang ………)
Kontribusi dari ccde.or.id

Cut Rismayanti. Sikap keibuan dan suara lembutnya selalu menghiasi seluruh percakapan
kami malam itu. Terkadang diselingi tawa dan canda. Ia bercerita dengan lugas mengenai pengalamannya dalam menjalankan usaha selama ini. Tentu saja, jatuh bangun itu tak luput dari pengalaman hidupnya.
Kak Cut, begitu sapaannya sehari-hari. Perempuan kelahiran Jeram 29 tahun yang lalu ini tidak pernah menyangka bahwa ia akan menjadi seorang penjahit profesional dan memiliki usaha konveksi sendiri. Sewaktu kecil, ia memiliki impian sederhana mengenai pekerjaannya di masa depan. Bukan dokter atau insinyur, layaknya banyak orang. Ia hanya ingin menjadi guru jahit seperti Umminya. Mempunyai Ummi seorang penjahit
profesional, sekaligus guru jahit di daerahnya membuat Kak Cut mengidolakan sang Ummi. Menurutnya, pekerjaan menjahit bukan pekerjaan yang sulit dan mudah mendatangkan uang karena semua diawali dari hobi.

Bakat menjahitnya sudah terlihat sejak remaja. Diawali dengan seringnya ia mengikuti kelas sang Ummi. Di sanalah rasa penasaran itu mulai muncul.Selepas umminya mengajar, seringkali ia amati design pola dan cara-cara menjahit yang tertinggal di papan tulis. Kemudian muncul niatnya untuk mulai mencoba – coba tanpa sepengetahuan sang Ummi. Sembari tertawa lepas karena geli, ia menceritakan pengalaman uniknya ketika pertama kali menjahit secara otodidak. Ketika itu ia baru duduk di kelas 2 SMP. Hasrat menjahitnya yang
sangat tinggi tidak membuatnya kehilangan akal, meskipun tidak tersedia bahan kain. Maka tanpa ragu ia gunting kain gorden pembatas pintu dan dirubah menjadi celana panjang untuk sehari-hari. Ternyata rasa penasarannya tidak berhenti sampai disitu saja. Ketika rok belah delapan lagi nge trend di kalangan anak muda jaman dulu, ia sangat ingin memiliki rok itu. Karena tidak ingin membebani Ummi, muncullah ide barunya. Tak ayal, mukena lama milik sang Ummi menjadi korban dari kreatifitasnya. Mukena lusuh itu telah berubah menjadi rok yang sangat ia idamkan dan tak kalah model dengan rok yang ada di toko – toko tanpa harus mengeluarkan uang. Meskipun bangga dengan rok barunya, namun tetap saja ia tidak bisa menghindar dari omelan Ummi. Beruntung kak Cut memiliki Ummi yang bijaksana. Melihat “kebandelannya”, akhirnya Ummi percaya bahwa kak Cut kecil memang berbakat dan mulai mengajarkan padanya cara menjahit yang baik. Satu hal pesan Ummi yang selalu ia ingat adalah,“seorang penjahit baru dikatakan sukses jika orang melihat pakaian yang kita
buat tidak bisa tidur karena keindahannya”, untuk itu ia selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggannya.

Ummi
Sebenarnya, kak Cut kecil tidak ada niat untuk menekuni bidang jahit – menjahit. Baginya sekolah dan belajar adalah hal utama yang ia kejar ketika itu. Sebagai anak yatim, kak Cut berusaha keras bagaimana caranya membantu meringankan beban Ummi yang harus menghidupi 5 anaknya sendirian setelah ditinggal pergi suami tercinta untuk selamanya.
Ambisi kak Cut saat itu agar selalu menjadi juara umum/kelas. Dengan demikian,ia bisa terbebas dari uang SPP, BP3 dan uang buku. Meskipun demikian, ia tetap tidak bisa menolak panggilan hatinya untuk menyelami dunia menjahit. Selain itu sang Ummi terus memotivasi melalui pujian-pujian tanpa membuatnya besar kepala.

Dan Ummi adalah guru pertama dan terhebat yang pernah ia miliki. Banyak hal yang diajarkan Ummi padanya , terutama mengenai teknik – teknik menjahit yang baik. Karena keberanian dan keterampilan yang ia miliki, kak Cut berhasil mengantongi uang sebesar Rp.
20.000,- untuk pertama kalinya, upah hasil menjahit satu stel pakaian muslim untuk anak tetangganya.

Merintis Usaha

Keseriusannya dalam menekuni dunia usaha, kak Cut lakukan dengan sungguh-sungguh. Meskipun ia sudah tinggal di Jakarta demi melanjutkan kuliah di FKIP PKK Rawamangun, tapi hobi menjahitnya tidak ia tinggalkan. Ia selalu berfikir bagaimana hobi itu dapat menghasilkan uang. Maka di tahun 2001, adalah langkah awal bisnis konveksinya. Ketika
musim haji datang, ia memproduksi pakaian haji dengan model yang berbeda dari orang kebanyakan. Dan ternyata kreativitasnya diminati khalayak ramai. Hasil jahit yang ia titipi ke orang habis terjual dengan laris manis. Dan kak Cut semakin giat memproduksi dalam jumlah besar, bukan hanya pakaian haji yang ia produksi tapi juga busana perempuan dan laki-laki pada umumnya. Ia bisa memperoleh keuntungan yang cukup besar karena bahan baku yang mudah diperoleh dan murah ditambah dengan jumlah produksi yang besar. Agar hasil produksinya selalu diminati orang,kak Cut mempunyai strategi sendiri untuk itu yaitu dengan ketelitian dan jeli dalam melihat barang-barang baru. Serta ia selalu memanfaatkan barang-barang yang kelihatannya tidak berguna, seperti kain perca. Bagaimana caranya supaya kain perca itu tidak mubazir terbuang.

Produksi besarnya tidak saja bisa diminati hanya di Jakarta atau sekitarnya, tapi ternyata hasil jahitan kak Cut juga bisa dinikmati di tanah kelahirannya Aceh. Pertama, ia kirimkan dalam jumlah sedikit hingga akhirnya banyak pesanan yang ia terima. Alhasil, Aceh menjadi komoditi kedua terbesar setelah Jakarta dalam sejarah bisnisnya.

Seabrek aktivitas mulai dari bisnis hingga kuliah bagi pasangan hidup, Asnawi yang juga putra Aceh – itu tidak membuatnya sombong dan melupakan jasa sang Ummi. Ia selalu memberikan perhatian khusus bagi Ummi tercinta demi membahagiakan orang tua satu-satunya.
Hingga suatu hari setelah berunding dengan suami dan Ummi, ia memutuskan untuk pindah ke Aceh. Kepindahannya semata-mata demi memajukan tanah kelahirannya. Ia ingin seperti Ummi yang bisa mengajarkan keahlian yang ia miliki kepada perempuan-perempuan di daerahnya.
Selain itu, ia juga melihat peluang pasar yang cukup menjanjikan bagi usahanya.Maka di bulan December 2004, ia kembali ke tempat dimana dulu ia dilahirkan. Segudang rencana telah ia persiapkan. Semua barang-barang yang sudah ia dan suami miliki di Jakarta
terutama alat-alat produksi, mereka boyong ke Aceh. Sebagai anak manusia, semua bisa berencana. Semua bisa bermimpi. Semua bisa berusaha. Namun ada yang memutuskan karena semua adalah kehendakNya. Jerit tangis, pilu dan kesedihan pada 26 December 2004 – dua tahun yang lalu di bumi Serambi Mekkah juga tak luput dari dirinya. Terombang – ambing arus tsunami yang garang, masih bisa membuatnya bertahan dan menatap dunia untuk kedua kalinya. Sekarung kain perca peninggalan Mak Cik – ibu angkat yang sangat ia kasihi telah menyelamatkan hidupnya atas izin Allah SWT. Kain perca yang tak berguna ...

Pengungsian
Bertahan hidup di bawah tenda bantuan meskipun sulit namun tidak menyurutkan semangatnya untuk terus mengais rezeki. Teringat keterampilan pembantu rumah tangganya di Jakarta dalam mengolah nasi sisa yang masih bersih untuk dijadikan kerupuk nasi, maka ia coba untuk melakukan hal yang serupa.Berbekal nasi sisa dan kaleng sarden yang sudah dibersihkan untuk mencetak,dengan bantuan suami ia mulai menjajakan kerupuk nasi di tempat pengungsian dan ada juga yang dititipkan ke orang untuk di jual.
Tanah bekas tsunami yang subur juga tak luput dari kejeliannya. Ia membeli bijih bayam untuk disemai di sekitar tenda. Dan tak lama bayam-bayam itu pun mulai tumbuh subur hingga sebatas pinggang. Hanya saja, setelah dimasak, bayam itu mengeluarkan rasa pahit. Tapi kak Cut tidak hilang akal untuk memanfaatkan daun bayam yang besar dan lebar. Keahliannya ternyata tidak hanya menjahit tapi juga dalam membuat keripik bayam. Tanpa disangka, keripik bayam kak Cut laku di pengungsian. Hasil penjualan keripik bayam dan tambahan uang dari suami, membuat pasangan itu mampu membeli sebuah kulkas bekas. Terfikir udara pasca tsunami yang sangat panas, maka kak Cut mulai berjualan es batu sebagai variasi dagangannya. Matanya menerawang ke masa –masa sulit itu, ia berkata
lirih “ya tuhan… dulu, aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan menjadi penjual es batu ..” namun seulas senyum mulai menghiasi wajah manisnya ,”.. ah itu semua adalah ujian yang harus aku lalui …” .

Titik Balik

Suatu hari,istri kenalan suaminya meminta kak Cut menjahitkan bajunya. Sebelumnya mereka memang sudah saling kenal baik. Maka mulailah kak Cut kembali menggeluti keahlian
utamanya – menjahit. Tapi ternyata usaha itu tak semudah dulu. Saat menggunting
dan membuat pola ia lakukan dibawah tenda. Dan ia harus berjalan hampir 2 km hanya untuk mengobras. Waktunya menjahit, ia lakukan di rumah si pemesan karena hanya disana mesin jahit tersedia. Setelah menyelesaikan pesanan yang diminta,kak Cut mulai berfikir untuk mencari mesin jahit bekas dan meneruskan usahanya dari nol. Apa daya, ketika itu uang ditangan tidak cukup meskipun untuk membeli mesin bekas. Akhirnya kepada istri kenalan suaminya, ia menawarkan jasanya untuk ditukarkan dengan mesin jahit bekas. Istri kenalan suaminya menyetujui tawaran kak Cut dengan syarat ia harus menjahitkan 6 pasang baju sutera. Meskiupun ia merasa tak sesuai, namun barter itu pun dimulai. Setelah memiliki
mesin jahit bekas sebagai modal usahanya. Ia dan suami memutuskan untuk berhenti
pasrah pada bantuan. 3 bulan hidup di bawah tenda telah membuat mereka terlena karenanya.
Mereka tidak mau keadaan itu berlangsung lama. Maka diputuskanlah untuk menyewa
sebuah ruko di simpang empat Nagan Raya. Di rumah sewa itu, kak Cut dan suami memulai semuanya seperti dulu lagi.

Dengan harga awal jahitan yang mulanya Rp. 40.000,- saat ini kak Cut sudah mampu memiliki 2 mesin jahit dynamo, 1 mesin obras dan 1 mesin bordir. Mesin jahit lama, kak Cut berikan kepada seorang janda yang membutuhkan. Janda tersebut memiliki keahlian namun tidak mampu membeli mesin jahit. Maka dengan sukarela ia membantu janda tersebut. Kak Cut berpesan jika nanti sang Janda sudah mampu membeli mesin yang baru, tolong agar mesin
tersebut dikembalikan padanya atau diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan.
Karena ia tidak ingin mesin jahit bekas itu dijual karena mesin itu telah menjadi bahagian dari sejarah hidupnya.

Apa yang membuat usahanya berbeda?

Kini, ia bisa menikmati kembali hasil jerih payahnya. Bahkan dari keuntungan yang ia dapatkan, kak Cut bisa melanjutkan lagi kuliah yang dulu sempat terhenti karena kepindahannya ke Aceh. Menurutnya, sukses atau tidaknya sebuah usaha tergantung dari konsep dagang yang dijalankan. Dalam berdagang, kak Cut memang tegas mungkin terkesan pelit.
Tapi menurutnya, aturan itu harus jelas, “jika mau beli bilang beli, jika mau utang bilang utang dan jika mau minta bilang minta…”.
Selain pintar membaca pasar, ada satu hal lagi yang membuat usaha kak Cut ini menarik. Tanpa segan ia membeberkan kunci suksesnya dalam menarik pelanggan, yaitu dengan service memuaskan.
Artinya, semisal ketika musim haji. Setiap pelanggan pertama yang menjahit baju
padanya, tidak ia kenakan bayaran alias gratis setiap tahun. Lho bagaimana bayarnya? Dengan tersipu malu ia menjawab dengan lembut,“panggil saya di tanah suci …”
Kak Cut (Cut Rismayanti) adalah satu dari sedikit perempuan yang bisa menggali potensi diri untuk mencapai kesuksesan. Baginya, modal itu tidak melulu uang, tapi apa yang
dimiliki seseorang itu adalah modal utama. (Mlv)

No comments: