Tuesday, June 05, 2007

Honda Terlalu Konservatif dan Lamban

Pengalaman adalah guru yang tak tertandingi.

Peribahasa yang sangat umum di ucapkan, mulai dari jenjang sekolah hingga kedalam dunia kerja. Tetapi apa yang dilakukan oleh Astra Honda Motor masih jauh panggang dari api. Entah apa yang membuat produsen motor paling besar di dunia ini enggan melakukan interospeksi diri.

Dominasi puluhan tahun AHM di tanah air kini sirna sudah. Keunggulan penjualan ratusan ribu unit pertahun kini telah direbut oleh Yamaha. Meski kini penjualan AHM kembali unggul sekitar 9 ribu unit tetapi ini bukan berarti Honda akan kembali mendominasi pasar nasional. Ini hanya merupakan faktor kebetulan, karena di saat yang sama produsen saingan terberat Honda, Yamaha mengalami kerusakan pada production line sehingga terhambatnya distribusi motor Yamaha kepada konsumenya. Secara langsung berpengaruh dalam jumlah penjualan Yamaha di Indonesia.

Honda masih memakai pola tahun 80an …

Apa yang dilakukan Astra Honda Motor memang terbilang tidak masuk akal. Bahkan keputusan jajaran direksi Astra Honda Motor Indonesia menjadi topik yang dibahas secara resmi di dalam diskusi ”Managerial Decision Making” di Holmes Institute - James Cook University Melbourne. Menurut para pakar yang membahas masalah ini, yang terjadi pada AHM adalah ”Jajaran direksi pada AHM tidak dapat menganalisa pasar secara seksama dan bahkan cenderung terlalu berpandangan sempit dan konservatif”. Hal tersebut umumnya terjadi pada perusahaan menegah ke bawah, tetapi hal seperti ini hampir tidak pernah terjadi pada perusahaan raksaksa apalagi perusahaan multi nasional yang berasal dari Jepang. Kejadian serupa biasanya terjadi pada industri otomotif menengah seperti perusahan Triumph Motorcycle Company, yang sempat bangkrut pada tahun 1983. Faktor yang menjadikan Triumph bangkrut adalah sikap konservatif jajaran direksi perusahaan yang enggan merubah dan menambah jajaran produk , terutama produk yang diinginkan konsumen. Sejak kebangkitan ekonomi tahun 80an, ”Pelanggan adalah raja” yang artinya produsen sudah tidak dapat mendikte keinginan konsumen namun justru konsumenlah yang mendikte produsen.

Kalau kita berasumsi dengan keputusan jajaran direksi Astra yang hyper konservatif akan menjadikan Astra Honda Motor mengalami kebangkrutan, sepertinya hal demikian tidak akan terjadi. Tetapi jika tetap di biarkan, jangankan mengejar Yamaha, untuk bersaing dengan Suzuki pun mungkin sulit. Akhirnya Honda harus bersiap menjadi produsen motor nomor tiga di tanah air.

Apa susahnya merilis produk hi-end ?

Salah satu faktor yang paling mencolok di mata masyarakat awam adalah keengganan AHM melakukan perakitan produk Hi-end, seperti Honda CBR 150. Padahal jika Honda memproduksi CBR 150, dijamin harga motor tersebut akan turun setidaknya sekitar 15-20 persen dan dijamin dapat dengan mudah mematahkan dominasi Kawasaki di market motor sport nasional.

Belum lagi Honda Tiger, yang hanya berganti baju terus terusan. Mau sampai kapan AHM bermain main seperti ini, mengharap konsumen tertipu dengan baju baru mesin lama Tiger Revo? Apakah Honda lupa bahwa tak jauh dari Indonesia telah lama beredar motor Honda jenis CBF 250 dan VTR 250? Kalau menganggap luar negri bukanlah faktor yang diperhitungkan, bagai mana jika melihat keadaan pasar di tanah air? Yamaha dengan V-ixion dan Bajaj Pulsar 180 DTSi sudah menjadi bahaya laten bagi Tiger Revo. Kalau bukan karena nama besar dan jaminan 3S terus terang saja Honda Tiger Revo bisa dibilang tida ada apa apanya sama sekali dibanding dua pesaingnya tersebut.

Dalih terakhir jajaran direksi AHM kemungkinan ialah : “Pasar bebek yang paling dominan jadi kami hanya akan berkonsentrasi ke market tersebut saja!” tapi buktinya ? Nihil! Jajaran Supra dengan berbagai varian dengan atau tanpa double cakram dan velg racing tidak terlalu berpengaruh. Disebabkan karena produk Suzuki, Yamaha dan Kawasaki sudah terlalu menarik dan canggih di banding produk Honda.

Masih mau percaya kejutan di bulan Juni ?

Satu satunya keunggulan Honda dibanding merk lain tinggal jaringan 3s Astra Honda Motor yang maha luas dan sulit disaingi oleh merk lainya, tetapi bagaimanapun ujung tombak pemasaran produk bukan melulu hanya karena nama besar dan jaringan 3s tetapi nilai jual dan daya tarik produk itu sendiri. Dijamin sehebat apapun jaringan 3s, kalau produk yang ditawarkan tidak menarik dijamin produk tersebut akan kehilangan konsumen. Apalagi dengan selogan “Paling Irit” sepertinya sudah … basi dan nggak jaman deh! Emang loe doang yang bisa bikin motor irit?

No comments: