Sunday, August 12, 2007

Membeli Barang Berdasarkan Fungsi

Membeli Barang Berdasarkan Fungsi

Jika Anda kebetulan memiliki waktu luang untuk merenung, coba ajukan pertanyaan kepada diri Anda tentang bagaimana Anda memperlakukan harta dalam nilai-nilai hidup Anda? Apakah Anda menganggap harta segala-galanya? Atau lebih dalam lagi, apakah Anda mengukur harta Anda berdasar fungsinya atau ada nilai-nilai lain, misalnya, prestise, gengsi, dan hobi?

Pertanyaan semacam ini menjadi relevan ketika Anda memiliki tujuan keuangan. Konkretnya, mesti jelas apa sebenarnya yang melatari keinginan Anda memiliki tujuan keuangan tersebut. Sebagai contoh, Anda berkeinginan memiliki mobil. Ini menjadi tujuan keuangan Anda. Untuk mencapai tujuan tersebut, Anda bisa menabung dalam kurun waktu tertentu atau mencari pinjaman dari bank atau lembaga keuangan.

Kembali pada pertanyaan di atas, apa yang melatari keinginan Anda memiliki mobil? Anda membutuhkannya sebagai alat transportasi sehari-hari? Atau sekadar gengsi?

Tentu saja Anda bisa mempunyai segala macam alasan yang melatari. Namun, jangan lupa, alasan tersebut hanya relevan kalau kondisi keuangan Anda tidak bermasalah. Dengan kata lain, Anda memiliki kapabilitas untuk mencapainya.

Yang jadi problem adalah jika keinginan tersebut muncul ketika Anda belum berada pada tingkatan financial freedom. Sebab, sejatinya, jika Anda sudah dalam kondisi financial freedom, boleh dibilang Anda sudah tidak punya tujuan keuangan. Semuanya sudah dicapai.

Jadi, keinginan untuk mencapai tujuan keuangan sesungguhnya adalah karena kita masih memiliki ketergantungan terhadap uang. Dengan kata lain, gengsi hanya boleh dikedepankan ketika semua barang-barang yang Anda inginkan sudah menjadi priceless alias tidak bernilai uang sama sekali. Tetapi, ketika Anda masih berkutat mencari uang, keinginan memiliki suatu barang semestinya didasari oleh fungsi.

Lalu, kalau dikaitkan dengan keinginan memiliki mobil, bagaimana relevansinya?

Belilah mobil sesuai dengan kemampuan keuangan Anda saat ini. Itu prinsipnya. Kalau Anda setuju dengan prinsip ini, pertanyaan berikutnya adalah mobil seperti apa yang mesti dibeli? Pertanyaan ini akan terjawab secara otomatis ketika Anda bertanya dulu kepada diri Anda, apakah mobil yang hendak Anda beli itu dimaksudkan untuk dipakai selamanya, atau paling tidak dalam kurun waktu yang panjang, atau malah hanya bersifat sementara. Artinya, ketika kondisi keuangan membaik, Anda akan mencari mobil yang lebih baik lagi.

Secara umum, orang-orang akan memiliki mobil untuk jangka waktu tertentu. Apalagi, jika mobil tersebut pada dasarnya dibeli lebih karena fungsinya yang paling mendasar, yakni sebagai alat transportasi. Tentu saja, kalau bisa alat transportasi itu mesti aman dan nyaman. Namun, pada tahap pertama, yang terutama adalah memiliki dulu alat transportasi. Setelah kemampuan keuangan menjadi lebih baik, baru masuk pada tahap berikutnya, yakni memberikan kenyamanan.

Dengan merujuk pada paradigma tersebut, maka mobil yang hendak Anda beli suatu saat akan dijual kembali. Dengan demikian, Anda juga mesti mempertimbangkan nilai jual kendaraan. Misalnya, Anda membeli sebuah mobil dengan harga Rp 200 juta. Masa produktif mobil tersebut umpamakan 10 tahun, berarti jika didepresiasi selama 10 tahun, setiap tahun nilai mobil akan berkurang Rp 20 juta. Dus, kalau mobil tersebut Anda maksudkan dipakai selama 3 tahun, maka pada tahun ke empat nilai mobil tinggal Rp 140 juta.

Dalam realiltasnya, harga mobil di pasaran bisa lebih mahal atau lebih rendah ketimbang nilai riil dari mobil tersebut. Oleh karena itu, jika Anda membeli mobil, apakah itu mobil baru ataupun bekas, dan dimaksudkan untuk dijual kembali, maka carilah mobil yang harga pasarnya tatkala dijual bisa lebih tinggi ketimbang nilai riil dari mobil dimaksud. Ini bisa terjadi karena harga pasar sering kali dibentuk berdasarkan persepsi, bukan semata-mata berdasarkan depresiasinya. Dan dalam konteks persepsi ini, termasuk juga merek dari kendaraan tersebut.

Yang kerap menjadi problem adalah banyak kalangan menginginkan semua fungsi ada dalam satu kendaraan. Boleh jadi memang ada kendaraan yang seperti itu, tetapi harganya mungkin tidak terjangkau. Atau, kalau bernasib baik, bisa saja menemukan kendaraan yang memberikan fungsi transportasi, keamanan, dan kenyamanan. Namun, ironisnya, ketika dijual kembali, harga mobil tersebut sudah sangat rendah dan bahkan di bawah nilai ekonomisnya. Kenapa bisa demikian? Karena barang memiliki merek. Dan merek memiliki persepsi. Dan ini tidak memiliki kaitan yang kuat dengan fungsi.

Jadi, kalau Anda tidak ingin terjebak dalam kerugian finansial di masa datang—karena membeli suatu barang hanya berdasarkan persepsi atau gengsi—belilah barang, termasuk kendaraan, yang nilai fungsinya sejalan dengan nilai ekonomisnya. Termasuk dalam hal ini adalah tatkala kendaraan tersebut dijual kembali setelah Anda pergunakan sekian tahun.

Dan seperti dipaparkan di atas, barang yang dibeli berdasarkan prestise atau gengsi hanya layak dibeli jika Anda maksudkan untuk dipakai sepanjang masa. Sementara jika barang yang Anda beli direncanakan untuk dijual lagi, atau hanya dipakai dalam jangka waktu tertentu, belilah barang berdasarkan fungsi.

Untuk membuktikan tesis ini, silakan cek sekitar Anda, bagaimana mobil-mobil yang tergolong mewah yang menawarkan keamanan, kenyamanan, dan gengsi setelah sekian tahun menjadi sangat jatuh harganya ketika dijual kembali. Sementara yang berkategori tidak mewah umumnya memiliki harga jual kembali yang tidak terlalu jelek. Kenapa? Karena permintaan terhadap fungsi lebih banyak ketimbang permintaan terhadap gengsi..

No comments: