Monday, October 30, 2006

Jadi Ibu Rumah Tangga, Oke Juga!

Minggu, 29 Oktober 2006

Jadi Ibu Rumah Tangga, Oke Juga!




''Hari gini jadi ibu rumah tangga, nggak deh.'' Begitu jawaban Nisa ketika ditanya tentang profesi idamannya setamat kuliah. Di mata gadis yang baru saja lulus dari fakultas hukum sebuah universitas swasta di Jakarta ini, rugi besar kalau seorang sarjana seperti dirinya hanya menjadi ibu rumah tangga. ''Tahu kan, kuliah itu nggak murah.

Lagian kalau di rumah melulu bakalan bete dan kuper (kurang pergaulan). Kalau bekerja kan, suasananya dinamis, setiap hari ada kegiatan dan pastinya punya duit,'' kata gadis berusia 24 tahun ini panjang lebar.

Alasan yang dikemukakan Nisa boleh jadi cukup masuk akal. Tapi, marilah melihatnya dari sudut pandang lain. Menurut psikolog Dra Yati Utoyo Lubis MA PhD, menjadi ibu rumah tangga atau menjadi wanita karier hanyalah pilihan profesi bagi perempuan. Tak ada bedanya, toh keduanya sama-sama bekerja, melakukan sesuatu untuk kebaikan. Oleh karena itu, tidak perlu minder, apalagi tidak pede bagi perempuan yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga.

''Ibu rumah tangga merupakan profesi mulia dan penuh tanggung jawab yang sulit tergantikan oleh orang lain. Karena itu, banggalah saat Anda memperkenalkan diri sebagai ibu rumah tangga,'' kata Yati di hadapan para ibu rumah tangga yang menghadiri acara Sunlight Agen 1000 di Jakarta, belum lama ini.

Di kalangan masyarakat kita, ibu rumah tangga memang masih dipandang sebagai profesi yang tidak bergengsi dibandingkan dengan ibu yang bekerja di luar rumah. Pandangan seperti itu, tegas Yati, tidak benar dan harus diluruskan. ''Kedudukan ibu rumah tangga bukan rendahan, justru tertinggi.''

Dalam hal ini, Yati mengajak para ibu rumah tangga untuk tidak mengukur kesuksesan seorang ibu dari luar saja. Tapi, lihat pula kesuksesan mereka dalam mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak. ''Banyak juga ibu yang bekerja di luar rumah, tapi tidak sukses di rumah tangganya,'' kata Yati.

Profesi luar biasa
Ibu rumah tangga adalah profesi yang sangat luar biasa. Bayangkan saja, ia bekerja 24 jam sehari, tujuh hari seminggu sebagai roda penggerak keluarga. Mulai dari mengurus anak, rumah, mengatur keuangan keluarga, sampai menjaga kesehatan anggota keluarga, menjadi tanggung jawabnya. Dan profesi ini bersifat abadi, tidak kenal pensiun.

Walau sangat luar biasa, anehnya masih banyak ibu rumah tangga yang kurang pede mengakui profesinya. Menurut Yati, fenomena ini terjadi lantaran kurangnya penghargaan terhadap profesi ibu rumah tangga dari lingkungan sekitar, bahkan dari keluarga dekat. Rasa itu juga muncul karena para ibu rumah tangga merasa dirinya tidak hebat dan tidak memiliki potensi yang berguna bagi lingkungan sekitar.

Padahal, lanjut psikolog alumnus Universitas Indonesia (UI) ini, setiap orang pasti mempunyai potensi, hanya belum termunculkan. Itu mengapa, Yati menyarankan para ibu untuk mulai menghargai dirinya sendiri sebagai ibu rumah tangga. Semisal dengan mengatakan kepada anak-anak,''Kalau ibu tidak ada di rumah, siapa yang akan mengurus kalian?''

Bukti bahwa ibu rumah tangga memiliki potensi tergambar jelas pada sosok Sriatun Djupri, wanita asal Jambangan, Surabaya. Wanita berusia 53 tahun ini mengaku, awalnya ia adalah ibu rumah tangga yang pemalu, minderan (rendah diri), dan selalu gemetar bila berbicara di depan orang banyak. ''Mungkin dulu belum ada kesempatan, makanya minder. Tapi sekarang saya pede, bahkan banyak bicara karena diundang di mana-mana membahas pengelolaan sampah,'' tuturnya bersemangat.

Ya, Sriatun ternyata memiliki potensi yang jarang dimiliki orang lain. Ia adalah salah satu dari sedikit orang yang gigih menggalakkan penghijauan dan pengelolaan sampah di lingkungannya. Alhasil, Sriatun kini bisa duduk berdampingan dengan Menteri Lingkungan Hidup. Prestasi ini tak mungkin ia raih tanpa keinginan kuat untuk mengeluarkan potensi yang ada dalam dirinya. Bagaimana dengan tudingan bahwa ibu rumah tangga suka bergunjing?

Menurut Yanti, itu salah satu kelebihan perempuan dibandingkan pria dalam pergaulan. Berteman itu, kata Yati, sebaiknya digunakan untuk sharing, berbagi pengalaman ataupun curhat. Jika pergaulan dilakukan secara efektif, para ibu rumah tangga tidak perlu lagi datang ke psikolog, karena mereka bisa curhat kepada teman-temannya.

Artis yang kini juga dikenal sebagai aktivis perempuan, Nurul Arifin, sepakat dengan Yati. Menurutnya, tak masalah jika perempuan suka ngerumpi. Justru cara ini bisa dijadikan terapi untuk meringankan beban yang mengganjal di hati. Menangis pun, lanjut Nurul, tidak masalah. Ini cara yang sehat sebagai terapi untuk mengungkapkan kekesalan atau perasaan. Cara-cara inilah yang menyebabkan perempuan lebih panjang umur ketimbang pria. Karena itu, berbanggalah menjadi perempuan karena bisa merengkuh profesi mulia dengan tanggung jawab besar: ibu rumah tangga.
(vie )

No comments: