Wednesday, July 11, 2007

Butik Berkonsep ”One Stop Shopping”



Rumah Dian
Butik Berkonsep ”One Stop Shopping”

Foto : SH/Tinnes Sanger

JAKARTA – Berbagai butik dengan koleksi baik luar maupun lokal kini kian marak bermunculan di kawasan selatan kota Jakarta, seperti Kebayoran Baru. Masing-masing pun memiliki cara untuk memasarkan produk dagangannya. Ini berkaitan dengan target pembeli yang ditetapkan masing-masing butik. Konsep penjualan ”one stop shopping” direalisasikan oleh seorang perempuan pengusaha muda sekaligus perancang busana, Dian Indiarso. Ia mendirikan butik eksklusif Rumah Dian di Jalan Barito No. 7B Kebayoran Baru pada 9 Juni lalu yang diresmikan oleh istri Wapres RI, Nani Hamzah Haz dan dihadiri pula oleh Ketua Umum IWAPI Suryani Motik dan Sekjen Melani Suherli.
Koleksi yang dijual Dian sendiri mengarah kepada kebaya moderen dan baju dengan bordiran dan manik-manik, meski sesungguhnya ia mengaku bisa menjahit apa saja sejak sembilan tahun lalu. ”Saya itu otodidak, istilahnya dulu mulai dari terima jahitan yang terus dikembangkan hingga sekarang bisa punya butik,” ujar ibu beranak satu asal Pontianak ini.
Sementara bahan kebaya atau baju yang dipilih adalah Rawsilk, Thaisilk dan tidak ketinggalan Katun. Maksudnya, agar hasil rancangan Dian yang memiliki ukuran S,M, L, Double L dan XL ini bisa dipakai untuk acara kasual hingga formal dalam aktivitas hari-hari.
Menariknya, di dalam satu atap bangunan berukuran 15X7 meter di Jalan Barito No.7B dengan dua lantai ini ada produk-produk lain yang bukan milik Dian pribadi.
Dalam hal ini ia berhasil merangkul teman-teman dekatnya untuk turut meramaikan butiknya tersebut dengan koleksi masing-masing. Semua koleksi milik teman-temannya cocok dipadupadankan dengan baju-baju rancangan Dian. ”Saya ingin ketika seorang pembeli ke sini, tidak perlu repot mencari-cari padanannya lagi,” ujar wanita kelahiran 25 Desember 1967 itu. Menurut Dian, untuk satu stel baju hasil rancangannya bisa diperoleh dengan harga Rp1,6 juta. Ia berharap setiap pembeli setelah keluar dari Rumah Dian bisa langsung tampil cantik mengesankan. Sebab, baju-baju rancangannya bisa cocok dipadukan dengan kain songket, batik, celana panjang hingga celana jins sekalipun.
Dengan alasan tersebut pula ia merangkul teman-teman terdekat untuk menempati Rumah Dian dengan berbagai koleksi. Di antaranya ada koleksi dari Monse yang lahir dari ide kreatif dua wanita, Medy Meraxa dan Adri Wawan. Kedua desainer tersebut berkolaborasi dalam membuat selop, sepatu dan tas. Ciri khas yang paling menonjol dari karya keduanya ini yakni sentuhan mutiara jenis fresh water pearl dan batu-batuan termasuk kristal. Menurut Adri, ide ini muncul setelah ada tawaran untuk mengisi gerai di Stage, Kemang. Lalu Adri dan Medy sepakat merancang tas dan selop/sepatu berlogo Monse. Nuansanya ganda yakni bisa resmi dan kasual.
”Awalnya hanya dipakai untuk pribadi lalu didorong teman-teman mereka untuk mengikuti pameran setelah melihat hasilnya,” ujar Medy. Akhirnya, dipilihlah logo Monse untuk hasil karya mereka berdua yang dijual dengan harga antara Rp500 hingga Rp950.000. ”Pokoknya harga produk Monse di bawah Rp1 juta,” imbuh Adri. Medy juga mengatakan bahwa ia siap menyediakan sepatu untuk perkawinan.
Kalau Monse adalah produk lokal, Nita Yudi dan Wenny Andy punya pilihan lain lagi. Tas dan sepatu yang ditawarkan oleh keduanya ialah justru barang-barang impor dengan merek terkenal dan asli. ”Bisa pesan juga, kok?” Ia memastikan harganya lebih murah kira-kira 10 persen daripada harga di mal atau pusat perbelanjaan lain. ”Saya belanja barang-barang ini di Paris,” ujar Wenny ketika ditemui SH di Rumah Dian.
Sedangkan untuk kategori perhiasan sebagai pelengkap penampilan konsumen di Rumah Dian juga ada kalung, gelang dan sebagainya dari Sai Pearls karya Roswita R.Arifin. Di sini model yang dipilih mengarah kepada tampilan yang elegan. Tentu saja ini sangat pas menjadi pemanis koleksi Dian Indiarso bersama kebaya rawsilk jika pembeli berminat memadukannya.
Konsep ”one stop shopping” terbukti sanggup menarik minat pasar. Menurut Dr.Rita Saptawati yang sehari-harinya membantu Dian dalam menjalankan bisnis ini, ia mengatakan sedikitnya ada lima hingga sepuluh pengunjung per hari. ”Pertama-tama pastinya mereka lihat-lihat dulu dan ada juga orang lewat terus penasaran ingin berhenti,” ujar dokter umum di sebuah Rumah Sakit di Jakarta ini. ”Alhamdulillah sih, dari lihat-lihat terus beli dan mau datang lagi di kemudian hari.”
Butik-butik yang menjual karya-karya perancang lokal Indonesia maupun hasil impor dari mancanegara terbilang populer di Jakarta. Apalagi jika letaknya di kawasan elite seperti Kebayoran Baru yang notabene juga banyak dihuni oleh kalangan ekspatriat. Hadirnya Rumah Dian pun membantu menyemarakkan dunia mode Indonesia sekaligus meningkatkan daya seni dan kreativitas orang. Bayangkan, baik Dian sendiri maupun rekan-rekannya bukanlah orang yang berlatar belakang pendidikan desain baju maupun yang lainnya. Toh mereka sanggup mengembangkan kemampuan otodidak masing-masing. Dengan bermodalkan keberanian, Dian pun berencana untuk ekspansi ke negeri tetangga dalam memasarkan produk fesyennya yang telah sampai ke Malaysia. Siapa tahu nanti bisa bangun Rumah Dian yang lain. (SH/sally piri)

Read More......

Mengembangkan Butik Lewat Internet

Shinta Rahmani
Mengembangkan Butik Lewat Internet



Dengan membuat layanan online ia berharap dapat go international, dikenal banyak kalangan, dan tentu saja ada efisiensi promosi Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Setidaknya itulah yang diyakini Shinta Rahmani saat mencoba membuka butik setelah memutuskan berhenti bekerja dari sebuah perusahaan asing. Wanita ini memberanikan diri memulai usaha baru hanya berbekal hobi menjahit.

Keahliaan menjahitnya ini ia asah lagi dengan mengikuti kursus di Edi Budiharjo selama satu tahun. Kemudian hasil jahitan yang ada ia tawarkan pada teman-teman dekatnya dan ternyata banyak yang tertarik. Yang menarik, usaha butik ini dijalankan dengan memadukan konsep butik sekaligus promosi lewat online dan delivery jahitan. ''Saya hanya ingin memberikan hasil yang memuaskan bagi pelanggan,'' kata Shinta. Untuk memasarkan hasil jahitannya ini ia menggunakan sistem jemput bola.

Shinta mencari pelanggan lewat internet yang menurutnya sangat efisien, disamping melakukan penawaran langsung secara personal. Ide membuat website dengan nama www.krayastudio.com ini datang dari adiknya yang bergelut di bidang komputer, selain Shinta memang tak asing lagi dengan dunia maya ini selama ia bekerja sebelumnya. ''Saya pikir dengan membuat website usaha saya bisa go international dan dikenal oleh banyak kalangan. Siapa tahu bisa dapat klien dari luar negeri,'' ujar Shinta. Lewat internet ini pelanggan dapat memesan jahitan berikut desain yang diinginkannya.

Nama Kraya Studio sendiri diambil dari nama kedua anaknya yang merupakan inspirasi utama bagi Shinta menjalankan usaha butik ini. Shinta mempertahankan hubungan dengan pelanggan lewat kualitas jahitan yang terjaga. ''Saya mengutamakan pada kenyamanan dan keindahan hasil rancangan sesuai karakter dan postur tubuh,'' ujarnya. Detail bordir yang menjadi ciri khas koleksi Kraya Studio ini. Setelah menerima pesanan lewat internet Shinta akan datang ke tempat pelanggan. Tak pelak, ungkapnya, pelanggannya sebagian besar adalah pengguna internet dan wanita bekerja di kawasan Sudirman, Thamrin, dan Kuningan, Jakarta.

Ia akan melakukan pengukuran badan, membuat pola, bahkan sampai mendesain sendiri baju pelanggannya. Untuk efisiensi, Shinta memberikan syarat minimal tiga potong busana yang untuk dijahitkan. ''Untuk menghemat ongkos,'' alasannya. Namun, biasanya tiap tempat ia bisa menerima jahitan hingga 8-10 potong. Dengan banyaknya pesanan ini ibu dua anak ini memutuskan untuk mempekerjakan tiga tukang jahit. Usaha yang dirintis sejak Mei 2003 ini kian berkembang dengan menembus Pasaraya sebagai outlet karyanya. Hal ini kian mendatangkan kepercayaan diri Shinta untuk makin serius mendalami keputusannya ini.

Harga pakaian yang disuplainya ke Pasaraya berkisar Rp 125 ribu sampai Rp 350 ribu per potong. Awalnya Shinta memang tak mendesain sendiri pesanan jahitan yang ada. Kemudian ia mulai memberikan saran desain jika ada pelanggan yang memintannya. Lama kelamaan diputuskannya untuk sekaligus mendesain sendiri busana yang ingin dijahitkan padanya. Biasanya tiap desain hanya dibuat sebanyak tiga potong dengan ukuran S, M, dan L. ''Hal ini saya lakukan karena pelanggan biasanya tidak suka bajunya sama dengan orang lain, biar enggak pasaran,'' jelasnya. Saat ini Shinta menyediakan waktu layanan jahit minimal dua minggu tiap potong busana.

''Sekarang bisa lebih dari dua minggu, karena banyak pesanan. Dari yang mau bikin seragam panitia sampai acara hajatan,'' ujarnya. Selain menjahit pakaian, ia juga membuat tas rancangannya sendiri yang dijual dengan harga Rp 60 ribu per buah. Omzet awal yang dihasilkan Shinta pada bulan-bulan pertama menerima pesanan sekitar Rp 5 juta sampai Rp 6 juta per bulan. Tapi, dengan bertambahnya pelanggan, otomatis bertambah pula omzet penjualan yang dihasilkannya. Kini ia berhasil mengantungi hasil penjualan hingga Rp 10 juta per bulan. ''Saya bersyukur sekali bisa menjalankan usaha ini dengan lancar, bahkan penghasilannya bisa melebihi kerja di kantor,'' katanya.

Sebagian besar koleksi yang dihasilkan Shinta diperuntukkan bagi wanita, seperti blus, busana Muslim, dan busana kerja. Saat ini ia juga berniat mendesain pakaian remaja. ''Sudah banyak permitaan dan kebetulan sama dengan usia anak saya yang beranjak remaja,'' ujarnya. Rencana lainnya adalah membuka kursus menjahit pada bulan Juni nanti. ''Hanya tinggal menunggu bukunya selesai dibuat dan bagi yang berminat langsung saja menghubungi saya,'' promosinya.

Read More......